Dengan demikian, hendaknya para formator di seminari perlu memberikan pengertian lebih kepada para seminarisnya, supaya habitus refleksi semakin tertanam dalam diri mereka. Upaya ini dapat juga dinilai sebagai upaya untuk mencegah kemerosotan kualitas imam di masa yang akan datang, dan demi keberlangsungan Gereja semesta.Â
Jika Gereja di masa depan kehilangan kharisma seorang pemimpin dikarenakan kurangnya pengenalan diri dari para imamnya, bagaimana ingin mewartakan kerajaan Allah di tengah umat? Inilah yang sampai saat ini menjadi PR besar bagi para formator di seminari, jadi tidak hanya mencari jumlah seminaris yang sebanyak-banyaknya, namun bagaimana cara supaya para calon ini semakin mengenali diri mereka, dan mengenali panggilan mereka, sehingga nantinya dapat menjadi seorang imam yang berintegritas dan memiliki pengaruh baik bagi umat di tempatnya berkarya.
Itulah beberapa kriteria imam dan beberapa kendala yang perlu diantisipasi dalam proses formasi menjadi seorang calon imam. Panggilan bukan berasal dari diri sendiri, namun dari dukungan keluarga, teman, orang-orang terdekat, dan tak lupa panggilan adalah rahmat dari Allah sendiri. Maka dari itu, seorang calon imam hendaknya selalu didampingi dalam proses perjalanan imamat mereka. Hendaknya ini menjadi perhatian kita bersama, jika Anda memiliki anggota keluarga yang saat ini sedang dalam perjalanan atau telah menjadi imam, temanilah selalu pilihan mereka, jadikan diri Anda teman perjalanan bagi mereka, karena dukungan keluarga merupakan hal krusial bagi keberlangsungan perjalanan imamat mereka.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H