Mohon tunggu...
Marcellinus Cristhoper Juneo
Marcellinus Cristhoper Juneo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Calon Imam Diosesan Semarang

Tempat Sharing, bikin opini, bahas info suka suka

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kriteria Seorang Pastor yang Ideal Zaman Ini

28 Februari 2023   08:42 Diperbarui: 28 Februari 2023   09:04 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keempat, ditengah ketidakpastian zaman ini, seorang imam harus memiliki ketegasan ketika mengambil sebuah keputusan. Mengambil keputusan bagi sebagian orang mungkin terasa mudah, namun bagi seorang pemimpin, mengambil keputusan akan sangat sulit apabila sudah dihadapkan dengan dua kepentingan yang berbeda. 

Ketegasan untuk memilih sebuah pilihan yang sulit merupakan tantangan sekaligus ujian bagi seorang imam, kita bisa melihat ketegasan seorang imam dari caranya membuat keputusan dalam hidupnya sehari-hari. Ini juga merupakan salah satu kriteria yang ideal untuk menjadi seorang imam. Yakni mampu memilih dan mempertanggungjawabkan pilihannya.

Nah, dengan empat kriteria imam di atas, setidaknya kita sudah membayangkan bagaimana idealnya menjadi seorang imam dalam kondisi dunia yang serba chaotic ini. 

Maka, pendidikan seminari sungguh sangat efektif dan relevan bagi perkembangan kedewasaan seorang calon imam pada zaman ini. Permasalahannya pada zaman ini, para seminaris semakin mengalami kemerosotan moral, terlebih dalam pengendalian diri, dan sikap yang selalu ingin enak tanpa merasakan pahitnya sebuah perjuangan. 

Padahal idealnya, seorang seminaris yang dengan sadar dan bebas memilih untuk menempuh pendidikan seminari, seharusnya telah memiliki kesadaran bahwa ia akan diformat dan dididik dengan cara seminari. Akan tetapi kenyataanya malah di seminari saat ini, banyak seminaris yang selalu memprotes kebijakan-kebijakan dari para pamong seminari dengan melakukan segala tindak indisipliner yang disengaja sebagai bentuk protes mereka akan kebijakan seminari.

Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi yang makin pesat memang sangat mempengaruhi perilaku dan kepribadian anak muda zaman ini. Mereka yang terbiasa hidup berkecukupan, selalu dapat segalanya yang dia inginkan ketika di rumah, kebanyakan merasa shock ketika pertama kali merasakan kehidupan seminari. 

Mereka yang tidak siap dengan hidup secara mandiri di seminari akan merasa kesulitan dalam menjalani proses formasi di tempat ini. Tipe orang yang seperti ini biasanya akan mudah tergoda untuk memilih tidak melanjutkan formasi mereka di seminari, karena mereka tidak dapat memetik buah-buah baik dari formasi di seminari.

 Sebetulnya seminari ini telah menyediakan semua hal yang dibutuhkan oleh para seminarisnya. Seminari tidak pernah menutup diri mereka terhadap dunia, sebaliknya seminari malah selalu berkembang sesuai perkembangan dunia saat ini. Jadi sebenarnya semua yang dibutuhkan seminaris untuk menjalani proses formasi telah tersedia secara lengkap. Sekarang tinggal kembali lagi kepada diri masing-masing bagaimana mereka merefleksikan kekayaan yang dimiliki seminari.

Maka dari itu, seminari membiasakan para seminarisnya untuk berefleksi. Dengan berefleksi, para seminaris diajak untuk mengenal suara Tuhan lewat pengalaman yang mereka jalani sehari-hari. 'Refleksi harga mati.' Kalimat yang sangat terkenal dikalangan seminaris yang jika dipahami secara lebih dalam, makna yang tersimpan di dalam kalimat tersebut sangat bermakna. 

Dengan membiasakan diri untuk berefleksi, para seminaris akan dapat mendengar kata hati mereka, dan pada akhirnya mereka mampu menguasai diri mereka dari segala godaan yang mungkin muncul selama proses formasi di seminari. Kata-kata 'harga mati' sangat tepat ditempatkan disana, karena jika kita tidak mampu memahami apa yang jadi kebutuhan batin kita, bisa saja kita akan mati ditelan godaan dunia yang tidak akan pernah berhenti menggoda kita. Bayangkan saja ketika seorang imam tidak dapat menguasai dirinya dengan baik, apa yang akan terjadi pada umat yang digembalakannya? 

Pasti sangat kacau dan mungkin akan semakin banyak 'domba-domba yang hilang dan tersesat.' Pemahaman ini harusnya lebih ditekankan kembali kepada para seminaris, apalagi kepada mereka yang masih menganggap refleksi sebagai formalitas, dan orang-orang yang  berpikir kalau refleksi itu tidak penting.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun