Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menatap Masa Depan Energi Indonesia

5 November 2017   22:46 Diperbarui: 5 November 2017   22:51 1675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau angin, di Sidrap Sulsel (foto courtesy UPC Renewable Energy)

Meski investasi awalnya besar, setelah berdiri dan berjalan, biaya selanjutnya menjadi sangat kecil. Hal tersebut karena biaya sumber dayanya yang murah, relatif gratis karena berasal dari alam, emisi karbon dan dampak lingkungannya yang tidak ada, serta dampak sosialnya yang rendah. Tantangannya adalah mengajak keterlibatan masyarakat dalam pengembangan energi terbarukan ini. Untuk PLTA misalnya, masyarakat perlu memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga daerah aliran sungai, sedimentasi, tidak membuang sampah ke sungai dan waduk, agar air yang digunakan bagi pembangkit listrik optimal.

Dari sisi pelaku dan investor, umumnya keluhan pelaku usaha adalah soal keringanan pajak. Meskipun pemerintah telah memberikan berbagai insentif fiskal, seperti pada PMK no 144 tahun 2012, dan PMK no 159 tahun 2015, kalangan pelaku usaha masih mengharapkan beberapa keringanan karena biaya financing dari bank yang masih tinggi. Masalah model bisnis antara perusahaan swasta dan pemerintah (dalam hal ini melalui PLN) juga perlu terus menerus dibicarakan dan disempurnakan agar dapat menemukan model yang paling efisien dan menarik pihak swasta untuk berinvestasi tanpa di sisi lain pihak pemerintah mengalami kerugian.

Dari sisi pemerintah daerah Sulawesi Selatan, berbagai potensi EBT yang dimiliki wilayah tersebut bisa menjadi keunggulan dan "branding" yang dapat dibangun.  Sulawesi Selatan dapat mempromosikan dirinya sebagai wilayah yang memiliki surplus energi dan ramah lingkungan. Green South Sulawesi, atau Sulawesi Selatan Ramah Lingkungan, adalah kelebihan yang dimiliki dan dapat menjadi daya tarik investor yang ingin menanamkan modal pada energi terbarukan. Tentunya, kemudahan berbisnis juga harus ditingkatkan. Jangan sampai kemudian para investor justru menemukan masalah-masalah saat turun di lapangan. Koordinasi Pemerintah Provinsi dengan para Bupati dan Walikota menjadi kunci.

Indonesia kaya energi alam dan terbarukan. Banyak pendapat yang menganggap satu energi lebih baik dari yang lain, misalnya memandang matahari, atau air, lebih baik dikembangkan tanpa memandang sumber lainnya. Cara paling bijak melihat hal ini adalah dengan memetakan berbagai energi alam tersebut dan mencari kombinasi yang paling optimal bagi Indonesia. Setiap negara berbeda, demikian pula setiap wilayah di Indonesia. Jadi, diversifikasi portfolio energi terbarukan menjadi penting. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki tenaga surya yang cocok untuk pembangkit. Perlu diidentifikasi wilayah mana yang memiliki keunggulan dan dikombinasikan dengan baik. Angin di Sulawesi Selatan misalnya, diperkirakan hanya bagus pada musim panas. Di musim hujan, anginnya tidak optimal. Nah pada saat itu, dukungan dari tenaga air menjadi komplemen yang tepat.

Memilih energi terbarukan adalah sebuah langkah penting bagi masa depan anak cucu kita di Indonesia, dan juga di dunia. Kita tentu tidak ingin meninggalkan dunia yang rusak lingkungannya, dan habis sumber energinya, pada anak cucu kita. Ini adalah soal masa depan bumi. Sebagaimana yang dikatakan juga oleh Arnold Schwarzeneger saat menjabat Gubernur California, "Masa depan adalah adalah Green Energy, Keberlanjutan, dan Energi Terbarukan". Kalau bukan kita, dan bukan saat ini, kapan lagi?

Salam Energi Terbarukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun