"Mana surat-surat dan paspormu?" bentak petugas menanayak kartu identitas.
Keguncangan dalam jiwa Brodin semakin  menjadi-jadi. Dia bagaikan telanjang di negeri seberang. Brodin digiring  ke rumah tahanan (rutan) bersama para TKI ilegal. Segerombol orang  berkerumun dan berbincang-bincang tentang nasibnya. Brodin hanya terdiam  seribu bahasa. Duduk menjongkok di pojokan. Matanya tampak bagaikan  kaca yang berair di bawah sinar kehidupan yang kemilau. Brodin bersama  rekan-rekan TKI-nya hanya makan apa adanya dari petugas keamanan. Uang  sudah tidak ada, segalanya dirampas. Mereka seakan-akan menjadi budak  dan bahan dagangan belaka.
***
Sudah tujuh hari Brodin dan rekan-rekan  TKI lainnya menghuni gudang tahanan. Suasananya sudah tampak cair  setelah ada pemilik modal Indonesia datang untuk menebus sekitar tujuh  puluh (70) tahanan itu. Lelangan pun terjadi antara petugas keamanan dan  Kartajul yang mau menebus tahanan TKI di rutan. Negosiasi pun berjalan  lancar. Petugas keamanan sepakat untuk memberikan para tahanan TKI itu  kepada Kartajul dengan harga tebusan dua puluh juta rupiah.
Para TKI, termasuk Brodin dibawa pulang  ke Indonesia. Tiga jam penerbangan berhasil ditempuh dengan cepat dan  mudah. Sebuah bis sudah siap menunggu di bandara. Mereka dibawa ke rumah  Kartajul sebagai tanggungannya. Tak ada yang melawan sedikit pun kepada  Kartajul. Mereka merasa terbantu dengan keberanian Kartajul yang telah  menebus mereka sehingga lepas dari penjara negeri seberang.
Di sana, di rumah Kartajul masing-masing  TKI diminta untuk membayar ganti uang tebusan tahanan. Masing-masing TKI  harus membayar satu juta rupiah. Para TKI masih merasa terbebani dengan  permintaan Kartajul. Mereka resah, karena mereka mayoritas berasal dari  keluarga yang tak mampu.
"Pak, kalau bisa, dua puluh juta kami bayar dengan urunan saja," pinta Brodin.
"Tidak bisa, setiap orang harus bayar  satu juta kalau mau kembali ke rumahnya. Nanti akan saya antar ke rumah  masing-masing," jelas Kartajul dengan sikapnya yang mata duitan.
"Kalau tidak mau, ya sudah, nanti saya kembalikan lagi ke penjara." Kartajul mulai mengancam Brodin dan rekan TKI lainnya.
Negosiasi antara Brodin dan Kartajul pun  mendapatkan titik temunya. Mereka disuruh menghubungi keluarganya  masing-masing untuk menyiapkan uang tebusan penjara sebesar satu juta  rupiah. Dengan begitu, Kartajul bisa mendapat keuntungan empat puluh  juta lebih setelah dikurangi biaya penerbangan dari negeri seberang.  Brodin dan teman TKI lainnya sudah menghubungi keluarga di rumahnya.  Mereka sudah siap untuk menebus, namun sebagian belum ada yang siap  karena keterbatasan ekonomi, tapi mereka tetap dengan tegas menyatakan  siap.
Armada bis pun diberangkatkan menuju  daerah tahanan TKI masing-masing. Tapi, Kartajul kurang beruntung.  Beberapa TKI yang tak memiliki uang tebusan satu juta itu melarikan diri  satu persatu dari bis saat berhenti di jalan entah karena macet atau  lampu lalu lintas saat mengembangkan bibirnya yang merah. Itu dilakukan  saat Kartajul lengah dan tertidur di dalam bis. Tak dirasa, sisa tahanan  sudah tinggal sembilan belas orang. Kartajul melongok-longok. Wajahnya  merah padam. Tubuhnya bagaikan berasap dan mengepul-ngepul di kepalanya.  Sisa tahanan hanya saling memandang satu sama lain, mereka tak tahu  menahu karena sejak tadi ikut tertidur dengan pulas.