Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tolok Ukur Pendakwah Pilihan Milenial

18 Maret 2024   10:57 Diperbarui: 25 Maret 2024   06:43 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah dari beberapa istilah guru yang penulis sebut di atas, itu memiliki wilayah atau tempat serta tugasnya masing-masing. Istilah seperti itu biasanya mudah dijumpai di pondok-pondok pesantren, jadi ia memiliki sebutan tersendiri pada bidang disiplin tertentu. Berbeda dengan kata guru yang disebut dengan Ustadz, memang secara umum isim ini berarti guru, namun sebagaimana penulis singgung di atas ia memiliki makna tidak sesimpel itu, tidak. Tetapi secara umum betul jika kata Ustadz itu di artikan pada makna pengertian dasarnya yakni (guru).

Kata Ustadz, sebagaimana khalayak umum, seperti santri penulis sebut pada pondok yang penulis ajar sebelumnya. Ini sungguh sebutan berupa panggilan yang begitu amat berat dipikul jika melihat dan membandingkan kembali pada makna kata tersebut dengan betapa sedikitnya pengetahuan yang penulis pelajari dan pahami. Sebab sebutan Ustadz merupakan gabungan dari beberapa istilah di atas, sehingga ustadz bisa dibilang "guru yang istimewa", istimewanya adalah ia seorang Muaddib karena mengajarkan berakhlak, juga disebut Mudarris karena mengajarkan pelajaran, juga disebut Muallim yang merubah anak didiknya menjadi lebih tahu. Serta Ustadz juga adalah seorang Murabbi yang berarti pendidik yang sempurna.

Penulis masih ingat betul ketika masih menjadi santri di Ponpes Al-Ittifaqiah, bahkan hal itu penulis dengar kembali pada bangku kuliah. Pada waktu itu sebut saja pak dosen. Ia menjelaskan, "kata Ustadz itu, jika di timur tengah makna kata tersebut lebih sepadan dengan makna 'guru besar" atau Profesor yang kita kenal saat ini." Sebut pak dosen yang pernah menjadi mahasiswa di Al-Azhar Kairo itu. Namun yang lebih tinggi dari sebutan Ustadz dalam makna guru adalah Ulama, Kyai atau Syaikh.

Itulah kata atau istilah guru dalam kontek pendidikan Islam yang dapat penulis uraikan secara singkat, namun jika pembaca ingin memahami lebih lanjut akan istilah tersebut, silahkan baca pada kitab atau kamus santri, bisa juga dicari melalui kolom browser pada laman yang menurut pembaca dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Kita kembali pada permasalahannya, sebagaimana penulis singgung di atas yang menjadi kekhawatiran kita bersama adalah sikap para pendakwah yang jauh dari pada makna Pendakwah itu sendiri. 

Beberapa hari yang lalu, seperti biasa penulis juga memiliki beberapa akun media sosial sebut saja Facebook dan Instagram. Na, pada linimasa FB penulis terlihat sebuah video yang berisi sebuah ceramah agama namun sikap penceramahnya ini yang sangat membuat risih, terlihat emosi, mencemooh, menghina bahkan ada yang sampai memfitnah, tidak sampai disitu isi dari pada ceramahnya adalah mengadu domba membenturkan sesama ummat islam itu sendiri.

Sehingga yang terjadi kubu ustad ini beserta dengan pengikut setianya terprovokasi sampai membenci kubu ustadz lainya. Pada akhirnya hanya membuat kegaduhan dan memecah bela umat. Padahal seorang pendakwah yang dilabeli 'ustadz" seharusnya jauh dari sikap-sikap tercelah itu.

Tentu hal ini akan membuat masyarakat luas kebingungan dalam memilih konten dan ustadz yang bagaimana seharusnya diikuti. Penulis dalam hal ini tidak dapat memberikan sosok ustadz siapa yang harus diikuti dan konten yang bagaimana yang harus dipilih, bukan disini tempatnya. Sikap ini penulis pilih untuk menjaga kehati-hatian agar jangan sampai mereka bahkan penulis sendiri membenarkan ustadz A dan mensalahkan ustadz B. 

Lagipula hal itu sebetulnya tidak disebutkan saja, yang benar itu tampak jelas yang salah/keliru juga begitu, hanya saja kita terkadang kurang pekah. Ditambah lagi sikap kita yang tidak muda terbuka dalam menerima nasihat lain, tentu selanjutnya dianalisa, ditimang atau bila perlu sedikit kepo dengan mencari tahu kebenaran serta penjelasan pendukung pendapat ulama lainya.

Belum lagi di satu sisi, seperti di awal tulisan ini penulis singgung terkait konten yang ada di media sosial, terkadang ustadznya sudah tepat namun ada saja di antara banyaknya konten yang pernah ia upload itu tidak tepat atau keliru. Begitu sebaliknya.

Kendati demikian bukan berarti tidak ada cara dalam menentukan sosok ustadz atau pendakwah yang harus kita ikuti. Penulis pernah membaca sebuah buku Tuhan Ada di Hatimu yang ditulis oleh Habib Ja'far, ia menjelaskan tolak ukur seorang pendakwah itu adalah sikap dan sifat Nabi Muhammad SAW itu sendiri, sebagaimana nasihat Nabi Muhammad ketika hendak mengutus seorang sahabat yang bernama Muadz untuk menjadi seorang ustadz di suatu tempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun