Mohon tunggu...
Jumarni
Jumarni Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya Manusia Dhaif

Selesaikan Urusan Allah, Allah akan selesaikan segala urusanmu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Notulensi Diskusi Online Hari Kartini

12 Mei 2020   18:56 Diperbarui: 12 Mei 2020   18:56 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dengan tema "Menelaah Sejarah Perjuangan Perempuan Indonesia Dan Parasit yang Menyertainya"

Hari/tanggal    : Selasa, 14 April 2020

Pukul                   : 16.00-18.00 WITA

Pemateri            : Ayu Arba Zaman, S.Pd

Penyelenggara : FSLDK Kaltimtara

Pergerakan dari kawan-kawan perempuan itu adalah salah satunya penjajahan itu sendiri atau kolonialisme. Kolonialisme ini kita tahu terjadi di indonesia. Adapun dari dari Jepang, Belanda dan lain-lain, ini salah satu juga yang menjadi penyebab terjadinya gerakan perempuan di Indonesia. Tapi sebelum kita melihat bagaimana pergerakan perempuan masa penjajahan ini, 

Kenapa kita mengambil standpoint dari masa penjajahan untuk pergerakan perempuan ini, karena memang nilai-nilai yang ditawarkan atau diperlihatkan dari gerakan perempuan di masa penjajahan itu adalah untuk melawan kedzaliman. Berbeda dengan pergerakan-pergerakan perempuan yang kita kenal pada saat ini, itu bukan semata-mata melawan untuk menguasai perempuan, tapi ada corak corak tersendiri di dalam pikiran tersebut. 

Kemudian untuk kondisi sosial masyarakat Indonesia sendiri, di masa pra pergerakan perempuan, yang kita tahu misalnya budaya Minang, Jawa, itu banyak sejarwan-sejarawan yang mengatakan bahwa budaya-budaya yang ada di pulau Jawa atau suku Jawa dan lain-lain itu menggambarkan suatu sistem masyarakat yang sangat mensubkoordinasi perempuan. Begitu katanya yang dicatat oleh sejarawan-sejarawan. Karena memang sejarah2 yang ditulis pada hari ini, itu pasti memiliki ideologi atau kepentingan. 

Untuk pergerakan perempuan sendiri, kita bisa lihat banyak tokoh-tokoh perempuan yang kemudian menjadi sorotan di dalam penulisan sejarah seperti R.A Kartini yang mungkin kali ini kita akan bahas sedikit. Juga ada Cut Nyak Dien, Cut Meutia dan lain sebagainya. Dalam bahasan ini, saya ingin mengkomparasikan nilai-nilai perjuangan yang dikedepankan R.A Kartini dengan dua tokoh lain yang memang memiliki background Islami. 

Dimana nanti dikomparasikan dengan Cut Nyak Dien dan salah satu pejuang perempuan dari Minang dan Rahma El Yunusiah. Nanti kita akan melihat bagaimana corak perjuangan atau nilai-nilai apa sih yang ditawarkan oleh Kartini?

Untuk pergerakan perempuan itu sendiri, seperti yg sudah dikatakan bahwa kita memulai atau membaca sejarah pergerakan perempuan ini setelah Indonesia mengalami masa penjajahan. Walaupun sebelumnya itu mungkin sudah ada pergerakan pergerakan perempuan yang mengkritik budaya atau adat setempat, karena perempuan nggak boleh sekolah tinggi-tinggi dan lain sebagainya. 

Mungkin itu sudah ada gerakan gerakan perempuan yang menginisiasi berdirinya sekolah perempuan dan sebagainya tapi karena mungkin belum ada suatu suatu peristiwa yang mengharuskan ditulisnya sejarah pada saat itu. Sehingga pra pergerakan perempuan dimulai ini dengan adanya penjajahan tersebut. Karena tadi ada penjajahan kemudian terjadi suatu kegelisahan-kegelisahan, ditambah juga ada budaya atau adat yang mungkin membatasi ruang gerak perempuan, maka terjadi suatu gerakan atau muncul tokoh-tokoh perempuan yang kemudian menjadi pendobrak atau yang memiliki pemikiran yang berbeda dengan perempuan lain pada masa itu.

Lanjut ke biografi R.A Kartini. Mungkin teman2 semua sudah tau siapa RA. Kartini, beliau adalah putri Jepara yang lahir pada tanggal 21 April 1879. R.A Kartini ini adalah putri seorang Bupati yang pada usia masih sangat muda. Karena memang adat istiadat yang membatasi ruang gerak perempuan. 

Kenapa Kartini ini menjadi salah satu tokoh perempuan yang disoroti oleh sejarah karena jika kita bicara tentang sejarah atau akan membahas seseorang atau biografi seseorang yang orang itu sudah nggak ada, maka kita harus pinter-pinter mencari sumber sejarah dan bagaimana membacanya. 

Nah untuk Kartini sendiri, di dalam buku-buku sejarah dikatakan bahwa dia seseorang yang memiliki pemikiran-pemikiran yang bisa dikatakan terbuka dari perempuan-perempuan Jawa pada masanya. Karena memang selain Katini dari kalangan priyayi yang otomatis dia punya kelebihan lain dari perempuan Jawa lainnya seperti sudah bisa membaca dan dekat dengan tulisan-tulisan. Jadi kemampuan atau cara berpikir Kartini memang memiliki kelebihan tersendiri. 

Kartini juga sering membaca surat surat kabar atau majalah majalah dari Belanda yang salah satunya adalah surat kabar de locomotif, itu surat kabar yang diprakarsai oleh Pieter R yang merupakan orang yg juga mempelopori politik etis di zaman Belanda dulu. Surat-surat kabar ini, sedikit banyaknya R.A Kartini mengalami suatu keterbukaan itu dalam cara berpikir. Jadi dia sudah mulai khawatir atau memiliki suatu perasaan " kok perempuan Jawa seperti ini?". 

Makanya di sini karena memang Kartini sering membaca buku Belanda kemudian dia juga alumni salah satu pendidikan yang kurikulumnya dibentuk oleh Belanda, maka pemikiran Kartini sedikit banyaknya ada terpengaruh dari kolonial. Kemudian setelah tulis-menulis dan lain sebagainya, bahkan analisa Kartini ini tumbuh. Dia sering melakukan surat-menyurat dengan salah satu pejabat Belanda yang menerbitkan surat-surat Kartini yaitu Abendanon

Abendanon adalah orang yang sangat berpengaruh "Bagaimana Kartini ini bisa dikenal orang?". Karena Abendanon ini adalah orang yang mengumpulkan surat-surat Kartini dan kemudian membukukannya. Jadi akhirnya setelah kematian R.A Kartini, kemudian surat-surat dikumpulkan oleh Abendanon, nama Kartini menjadi suatu gerakan baru karena surat-suratnya dipublikasikan. Tapi pemikiran pemikiran Kartini ini dikatakan oleh sejarawan sejarawan Belanda dan Abendanon sendiri bahwa memang Kartini memiliki cita-cita pembebasan perempuan, karena perempuan perempuan Jawa sendiri mengalami kungkungan. 

Jadi karena R.A Kartini dulu pintar kemudian setelah menikah dia tidak diperbolehkan lagi untuk melanjutan sekolah, bahkan dia sempat curhat ke Abendanon bahwa dia ingin seperti perempuan perempuan Eropa dan ingin melanjutkan kuliah di Eropa. Tapi karena waktu itu dia sudah dijodohkan akhirnya Kartini mengatakan ke Abendanon bahwa sepertinya "saya udah nggak akan lagi bermimpi untuk kembali sekolah karena saya sudah punya kehidupan yang lain". 

Disini Abendanon menceritakan bahwa memang Kartini merupakan salah satu perempuan yang semangatnya kuat, daya analisa bacaan-bacaan dan lain sebagainya itu terasa karena dia haus akan ilmu. Emansipasi yang ditawarkan Kartini sendiri sebetulnya banyak sekali yang mengklaim bahwa Kartini seorang feminis karena perjuangan perjuangannya yang mengangkat derajat perempuan Jawa pada saat itu sangat berpengaruh. Tapi nanti kita bisa lihat apakah benar tawaran perjuangan yang dikedepankan oleh Kartini ini sarat dengan ideologi feminis. Karena memang Abendanon dan sejarawan sejarawan Belanda lain itu mengatakan bahwa ini adalah Kartini ini adalah Indonesian feminis yang hidup pada abad 19.

Jika kita melihat basis pemikiran Kartini, jika kita ingin membandingkan, Kartini ini agak-agak nya seperti terpengaruh juga dengan pandangan Barat. Karena memang dia ini alumni sekolah barat kemudian juga sering bergaul dengan orang-orang Barat, walaupun hanya surat-menyurat dan sebagainya, itu ada sedikit pengaruh-pengaruh pembebasan barat yang kemudian menjadi pegangan RA Kartini. 

Sehingga corak perjuangan RA Kartini disebut sebagai emansipasi yang artinya itu pembebasan terhadap kungkungan. Padahal itu masih bisa kita perdebatkan, maksudnya apakah benar perempuan Jawa yang kita kenal berlaku dulu itu sebuah kungkungan yang mana perempuan yg hidup pada zaman itu harus dibebaskan.

Karena wacana tersebut itu feminis juga kemudian mengklaim Kartini itu adalah seorang feminis. Karena katanya budaya Jawa yang pada hari itu dilawan oleh Kartini. Tapi nanti itu masih bisa diperdebatkan karena memang perjuangan Kartini itu sangat berbeda dengan perjuangan feminis pada saat ini. Termasuk salah satunya kesetaraan gender dan lain sebagainya itu memiliki corak yang kontras, perbedaan yang kontras dengan perjuangan yang ditawarkan tadi.

Sebenarnyabanyak pertentangan atau kontroversi dari Kartini atau pemikiran Kartini sendiri. Terlepas dari buku-buku yang diterjemahkan oleh orang-orang Belanda kemudian juga ada buku-buku karangan Pram, itu juga menceritakan tentang Kartini dan perjuangannya, banyak juga sejarawan yang melihat kontroversi. Sikap keterbukaan Kartini ini ingklusif. Walaupun dia seorang Muslim, dia nggak terlalu menampakan identitas muslim nya . 

Oleh karena itu wacana wacana tentang Kartini diperebutkan oleh berbagai macam kelompok. Termasuk salah satunya feminis. Tapi terlepas dari pembukuan pembukuan yang dilakukan oleh sejarawan Belanda itu ada banyak kontroversi yang mengatakan bahwa Abendanon dikirimkan surat oleh Kartini. Abendanon itu seorang menteri kebudayaan Hindia Belanda yang pada saat itu juga berada di Hindia Belanda. Nah Albendanon ini ketika dia dikirimi surat oleh Kartini, kemudian dikumpulkan oleh ia, pembukuan surat-surat Kartini dilakukan setelah Kartini meninggal dunia. 

Pada saat itu Belanda yang memberlakukan politik etis di mana politik etis itu ada tiga kebijakan di dalamnya Trias Van Deventer yang pertama itu irigasi kedua imigrasi dan yang ketiga edukasi. Pembukuan surat-surat Kartini termasuk dalam perangkat kerja edukasi. Albendanon sendiri adalah salah satu orang yang memiliki kepentingan di politik etis dari surat-surat yang diterima dari Kartini itu itu dijadikan salah satu semacam program kerja dari politik etis di bagian edukasi. Makanya Abendanon ini adalah salah satu orang yang berpengaruh dalam kebijakan politik etis Belanda. 

Karena banyak masukan-masukan dari Abendanon ini, salah satunya membukukan surat-surat Kartini. Kemudian banyak sejarawan yang curiga kepada Abendanon ini karena banyak surat-surat dari Kartini yang tidak sesuai dengan naskah aslinya. Karena banyak yang melihat bahwa Abendanon ini memiliki kepentingan politik. Karena dia punya kepentingan ini makanya banyak sejarawan sejarawan yang timbul kecurigaan. Ketika ingin ditelusuri lagi Apakah benar yang diterbitkan Abendanon ini benar-benar surat-suratnya Kartini. 

Ketika ditelusuri, keluarga Abendanon ini salah satu keluarga yang keturunannya sukar dilacak pada masa pemerintahan Belanda. Makanya kita tidak tahu sebenarnya surat-surat yang yang terbit di buku Habis Gelap Terbitlah Terang itu Apakah benar tulisan Kartini. Jadi memang sejarah itu kan kental dengan ideologi Siapa yang menulis dan bagaimana kepentingannya. Mengingat waktu itu terbitnya buku tersebut ketika terjadi di zaman politik etis Belanda, makanya banyak timbul kecurigaan.

Sosok Kartini menjadi suatu perdebatan dari banyak kelompok. Feminis mengklaim bahwa ini adalah salah satu tokoh feminis, kelompok-kelompok Islam sendiri juga mengklaim bahkan ada yang meneliti bahwa Kartini itu adalah murid seorang yang taat beragama. Disinyalir terdapat pemikiran pemikiran Kartini yang sebenarnya menggambarkan bahwa dia itu adalah seorang muslim yang baik. Tapi sejarah-sejarah yang lain tidak menyoroti itu. Itulah Kartini dengan segala macam kontroversi.

Tapi disini kita bisa lihat bahwa seorang Kartini memiliki pemikiran yang mendobrak atau menginginkan hak hak perempuan untuk sekolah, mengenyam pendidikan dan sebagainya. Tapi satu yang perlu kita catat untuk membantah bahwa Kartini ini seseorang feminis bahwa perjuangan Kartini nggak sama dengan pergerakan sekarang yang menolak poligami. Kartini sendiri juga seorang Istri muda. Setelah dia melahirkan dia meninggal. 

Jadi dia tidak sama sekali tidak menolak poligami dan dari tulisan-tulisan yang kita kenal baik pemikiran-pemikirannya dan sebagainya, itu tidak mencirikan perjuangan dia berbasis gender. Jadi dia berjuang mengedepankan hak berpendidikan, bukan berbasis gender, bukan berdasarkan jenis kelamin tapi memang murni karena dia ingin perempuan tidak bodoh. Dia membangun sekolah itu supaya perempuan tidak buta huruf, tidak bodoh dan sebagainya, tapi karena ia ingin perempuan dan laki-laki itu sama dalam berpendidikan. Ujung dari perjuangan pendidikan Kartini ini untuk melawan Belanda, bukan untuk melawan superioritas laki-laki.

Kemudia kita ambil dua tokoh lagi, pertama Cut Nyak Dien dan kedua Rahma El Yunisia. Kenapa Cut Nyak Dien nggk kontroversi, karena kalau Kartini ini terbuka, inklusif, jadi kelompok manapun seperti bisa mengklaim perjuangan Kartini, tapi kalau Cut Nyak Dien dan Rahma El Yunisia berangkat dari pemahaman agama, Ia ditokohkan sebagai perempuan yang melawan penjajahan dengan Semangat fisabilillah . Berbeda dengan Kartini tadi. 

Oleh karena itu, Rahma dan Cut Nyak Dien ini dalam wacana sejarah itu nggak mengalami perdebatan karena posisi mereka berdua pada saat hidup itu jelas bahwa identitas muslimnya itu sangat kental. Tidak ada kelompok-kelompok liberal sebagainya yang mengklaim perjuangan mereka, sebagai salah satu bagian dari mereka. 

Cut Nyak Dien ini merupakan salah satu tokoh perempuan yang sangat sentral dalam sejarah Indonesia karena Cut Nyak Dien ini, perjuangannya itu perjuangan vertikal, aktivisme banget. Kalau Kartini lebih intelektual, dia nggak mengangkat senjata untuk melawan penjajahn tapi bagaimana membuat perempuan itu secara basis pemikiran matang. Kalau Cut Nyak Dien berani terjun ke medan perang.

Kartini banyak diperdebatkan juga status pahlawannya karena katanya Kartini nggak mengangkat senjata untuk melawan Belanda, banyak perempuan perempuan lain yang lebih berani. Tapi hal ini dibantah lagi bahwa basis pemikiran Kartini ini udah cukup untuk dikatakan sebagai pahlawan nasional. Karena berkat pemikiran Kartini itu, pengaruh kepada kebangkitan perempuan Jawa pada saat itu sangat besar.

Cut Nyak Dien adalah keturunan Aceh. Untuk melawan penjajah itu benar-benar mengangkat senjata bersama suaminya. Sampai akhir hayatnya itu ia sangat ditakuti Belanda sampai dibuang ke Sumedang. Ini juga salah satu icon dalam pergerakan perempuan. Salah satu yang lain yaitu Rahmah El Yunisia, mungkin ada yang belum tahu siapa Rahmah El Yunisia karena jarang yang mendengar. 

Ini sangat jarang dibahas oleh sejarah karena Rahmah El Yunisia ini salah satu pejuang perempuan yang ditakuti sama orang-orang Barat atau Belanda. Dalam penulisan buku sejarah, orang-orang Belanda itu kerap kali menutupi islamis islamis. Karena penjajah itu takut bangsa atau generasi setelah mereka itu mengenal tokoh-tokoh Islam, karena itu bisa jadi akan melawan, generasi ke depan akan memiliki semangat perlawanan kepada penjajah. Makanya sejarah yang ditulis oleh orang Belanda itu jarang sekali membumingkan tokoh-tokoh perempuan atau tokoh-tokoh yang lain yang lain yang memiliki semangat beragama. Karena Islam itu corak perjuangannya adalah memusuhi kezhaliman.

Rahmah El Yunisiah ini berbeda dengan Kartini dan Cut Nyak Dien. Rahmah El Yunisia gerakannya itu selain vertikal dia juga horizontal. Jadi turun di medan perang tapi juga turun ke dunia pendidikan. Rahmah El Yunisia salah satu perempuan yang pertama kali mendirikan sekolah Islam untuk perempuan di Padang Panjang. 

Rahma ini Putri seorang ulama besar dan salah satu muridnya Haji Rasul atau ayahnya Buya Hamka. Kontribusi gerakan vertikal itu dia membangun sekolah. Dia membangun sekolah ini terinspirasi dari kakaknya yang waktu itu juga berada di sekolah yang ada di Padang Panjang juga. Kakaknya ini mendirikan sekolah kemudian dicampur ada laki-laki ada perempuan, tapi waktu itu Rahma seperti ada pergulatan batin, Kenapa nggak ada khusus perempuan aja? 

Dimana sekolah perempuan itu perempuannya dengan leluasa menanyakan segala macam persoalan dengan bebas terbuka. Karena dia berpikir kalau misalkan dicampur itu ada batasan-batasan yang harus dijaga. Jadi dia mendirikan sekolah diniyah putri dan ini menjadi salah satu gagasan yang kemudian didirikan juga di Al Azhar, Mesir yang dinamakan kuliatul lil banat. Itu adalah fakultas yang dikhususkan untuk perempuan. 

Perjuangan ini juga sangat Sentral karena memang Rahma ini memiliki kekuatan atau keinginan yang sangat besar supaya perempuan perempuan Indonesia tidak mengalami buta huruf, sebisa mungkin memiliki kecerdasan dan sebagainya. Kurikulum yang dibangun Rahma bukan hanya tentang keagamaan tapi dia juga mempelajari tentang kebidanan kemudian peran-peran domestik perempuan. 

Disini kita bisa lihat nih perjuangan-perjuangan perempuan pada masa dulu baik Kartini, Cut Nyak Dien, Rahma dan lain-lain, itu dibangun karena adanya kedzoliman di suku bangsanya, awal mula pergerakannya itu. Tapi tujuannya apa? Apakah tujuan pergerakan itu untuk mengedepankan atau mengangkat eksistensi perempuan bahwa "perempuan juga bisa melawan kedzoliman seperti laki-laki". Kalau niatnya seperti itu berarti sudah salah. 

Jika niatnya seperti itu artinya perjuangan mereka untuk mengeksistensikan perempuan. Namun untuk perjuangan perjuangan dari tokoh tokoh yang disebutkan saat ini, itu murni untuk melawan penjajah, untuk melawan kedzoliman, bukan untuk mengeksiskan dirinya sebagai perempuan. Adapun hak-hak yang mereka inginkan, kemudian bisa belajar dan sebagainya, yang katanya itu mendobrak adat Jawa agar tidak mengalami buta huruf. 

Apa tujuannya Kenapa kita nggak boleh buta huruf atau bodoh sehigga dibangun sebuah sekolah, karena jika perempuan perempuannya bodoh maka generasi yang akan lahir nggk biaa melawan penjajah. Jadi nilai-nilai yang mereka tanamkan dalam perjuangannya itu murni untuk kemaslahatan umat. Adapun kalau Kartini, seorang perjuangan itu karena dia inklusif, nggak menampakkan sisi keagamaannya, maka banyak yang memperebutkan. 

Padahal corak perjuangan Kartini itu berbeda sekali dengan feminis. Selanjutnya Rahma karena mereka adalah orang-orang yang menampakan identitas keislamannya maka jarang ya, walaupun belakangan ini banyak feminis yang mengklaim bahwa Rahma adalah feminis. Padahal sama sekali enggak. Rahma juga bukan orang yang menentang poligami, dan juga nilai-nilai yang diajarkan kepada santrinya itu jauh dari nilai feminisme.

Kenapa diambil tiga tokoh tadi karena mereka ikon dalam perjuangan perempuan dan juga karena kita fokus mau mengkomparasikan perbedaan emansipasi dan kesetaraan gender, maka saya mengambil dua tokoh ini. Karena kontroversial nih . Kalau Cut Nyak Dien dan Rahma ini nggk kontroversial atau lebih jelas kalau posisi mereka. Kemudian nilai apa sih yang diperjuangkan RA Kartini. 

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perjuangan RA Kartini murni untuk melawan kebodohan karena bisa jadi perempuan itu pada masa era Kartini mengalami pembodohan karena pemerintah kolonial nggak mau jika perempuan di Indonesia ini pinter, jika mereka pinter itu bisa jadi melawan otoritas Belanda. Terbukti dengan adanya edukasi di kebijakan politik etis itu melahirkan perempuan perempuan yang berani melawan Belanda. Sehingga sejarah-sejarah yang melenceng dari seharusnya itu dibuat oleh Belanda.

Kemudian Apa perbedaan kesetaraan gender dan emansipasi? Kalau kita mau kritis artinya hampir sama. Kalau di KBBI kita bisa melihat emansipasi itu artinya kalau kita mau lihat dari kacamata kajian feminisme, emansipasi itu artinya pembebasan dari kungkungan. Untuk apa mengatakan RA Kartini ini adalah pejuang emansipasi? Kita harus lihat dulu siapa lawannya. 

Kalau misalnya lawannya Belanda itu bisa dikatakan RA Kartini itu perjuangkan emansipasi tapi kalau lawannya itu yang dibicarakan adat Jawa, itu nggak nggak boleh, kartini itu memperjuangkan emansipasi bukan untuk melawan adat Jawa karena adat Jawa itu mengajarkan nilai-nilai yang baik untuk perempuan Indonesia atau perempuan Jawa khususnya. 

Dan yang dilawan Kartini dengan narasi emansipasinya itu bukan adat Jawa, tapi tujuannya itu untuk melawan Belanda. Maka dia memperjuangkan emansipasi, perempuan harus sekolah, harus kita lakukan untuk melawan Belanda dan melahirkan generasi yang tidak menjadi antek Belanda. Jadi kalau misalnya ingin bicara emansipasi atau mengikonkan kartini dengan wacana emansipasi pada budaya Jawa, maka tidak seperti itu, karena budaya Jawa bukan mengkungkung perempuan. 

Tapi untuk penjajahan Belanda sudah jelas, bukan hanya perempuan aja namun semua masyarakat Indonesia. Jadi di sini perjuangan Kartini itu nggk berbasis jenis kelamin namun hanya meminta hak untuk supaya perempuan juga bisa melawan Belanda dengan dengan Kemampuan berpikirnya, kemampuan literasinya dan sebagainya. Jadi bukan seks center atau gender center. Kalau misalkan gerakan feminisme itu kan berbasis gender, semua kekhususan terhadap perempuan.

Kalau kesetaraan gender ini sebetulnya awal perjuangan nya sama dengan yang diperjuangkan Kartini yakni ingin memperjuangkan kesamaan hak di mata hukum, persamaan hak untuk memperoleh pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Jadi nggak hanya untuk domestik tapi juga berpengaruh ke publik. Namun wacana atau perjuangan kesetaraan gender itu nggak hanya sampai disitu, ternyata banyak sekali dengan bergesernya makna gender itu sendiri. 

Gender itu tadinya hanya peran. Gimana caranya agar hak perempuan untuk tampil di publik itu bisa diperoleh. Kemudian mengalami pelebaran makna, bukan peran perempuan lagi atau bukan peran jenis kelamin aja tapi seperti identitas. Jadi sekarang ini, kenapa lgbt menjadi salah satu yang diperjuangkan feminisme karena bagi mereka apa pun gender seseorang, tidak peduli apa jenis kelamin biologisnya, itu harus di perjuangkan kesetaraannya. 

Jadi orang yang jenis kelaminnya laki2 tapi gendernya feminim, bagi mereka itu harus diperjuangkan supaya bisa setara dengan orang yang gender dan jenis kelaminnya beriringan. Jangan sampai kita tertipu dengan perjuangan kesetaraan gender yang mengatakan perempuan itu nggak harus di domestik terus namun bisa juga di publik. 

Tidak sesederhana itu. Karena sekarang makna leaetaraan gender semakin melebar. Dengan adanya makna gender ini otomatis perjuangan-perjuangan seperti LGBT, kemudian seseorang bisa menyalurkan orientasi seksualnya dengan sesuka hati itu diperjuangkan . Maka disini kita bisa melihat bahwa kesetaraan gender dan emansipasi itu berbeda. Kalau sekarang gender itu kenapa feminis nggak menggunakan kata emansipasi karena itu terlalu simple untuk perjuangan mereka yang sangat rumit. Karena mereka juga memperjuangkan orang-orang yang LGBT.

Jadi kita bisa tarik kesimpulan bahwa memang gerakan perempuan yang kita kenal yang ditawarkan Kartini ini disebutkan sangat inklusif dalam catatan sejarah, Cut Nyak Dien yang terkadang juga diklaim oleh mereka bahwa ia adalah perempuan yang feminis karena ia perempuan yang berani berjuang dan mendobrak ketidakadilan pada masanya. Ternyata nilai-nilai yang mereka junjung dan basis dari perjuangan mereka berbeda sekali dengan perjuangan yg berbasia feminis. Jadi untuk mengetahui bahwa salah satu pokok perjuangan ini bukan feminis, kita melihat feminis jangan dari kata feminin. 

Feminin itu kan perempuan tapi lihat dari bagaiman terminologi feminis itu muncul dari sejarah yang panjang, pengalaman kultur bangsa barat yang berbeda dengan Indonesia. Sehingga lahirlah sebuah pergerakan perempuan yang melawan dominasi laki-laki, tapi kalau kita nggak kayak gitu, namun perjuangan-perjuangan yang ditawarkan oleh perempuan di Indonesia yaitu melawan kezholiman atau penjajah, bukan untuk eksistensi.

Sesi Tanya Jawab
1. Sarikah (LD Al-Mizan)
Bagaimana sistem pendidikan di zaman Belanda? Apakah larangan bagi perempuan untuk berpendidikan adalah aturat adat Jawa atau dari Belanda?

Pada masa Hindia Belanda, seluruh sistem pendidikan itu buatan Belanda, kurikulumnya juga sangat Barat, jadi otomatis output pelajar yang dihasilkan dari sekolah-sekolah Belanda ini, framework yang kemudian terbentuk dari murid-muridnya ini pasti dengan framework Barat. Kenapa kayak gitu? Ya namanya juga pendidikan yang dikasih itu gimana caranya generasi itu punya framework yang sama dengan penjajahnya, sehingga bisa disetir. Untuk pendirian sekolah sekolah Belanda ini juga ada tujuan ekonominya. Ketika masa politik etis, kenapa dibentuk sekolah sekolah Belanda, 

Nah itu kurikulumnya diisi oleh Belanda. Kalau misalkan murid-muridnya sudah terbentuk sama Belanda, maka mereka bisa dipekerjakan untuk jadi guru-guru Belanda yang bernilai murah. Jadi memang sistem pendidikan disana itu dikelola oleh kolonial. Tapi sekolah-sekolah yang didirikan oleh masyarakat itu juga hampir banyak di berbagai daerah. Termasuk Rahma El Yunisiah yang mendirikan Sekolah Diniyah itu tanpa pengetahuan Belanda, sehingga murni dari administrasi sendiri. Karena keluarganya seirang ulama, jadi mendirikan sekolah dengan kurikulum yang dibangun sendiri. 

Kemudian pernah ditawari juga oleh Belanda untuk didaftarkan menjadi sekolah negeri, sekolah yang administrasinya diurus oleh kolonial, tapi Rahma menolak. Karena dia menilai bahwa dia udah tahu kalau misalkan segala macam administrasinya di serahkan kepada kolonial itu pasti kurikulumnya berubah. Kemudian sistem pengajaran berubah dan sebagainya . Itu sudah dibaca oleh Rahma bahwa kalau itu terjadi maka output atau peserta didik yang kemudian ada disana itu pasti akan memiliki framework yang sama. Jika frameworknya udah sama, mereka tidak bisa melawan. 

Makanya Rahma menolak untuk kerja sama dan pada saat itu Belanda juga memberlakukan operasi ekolah liar, jadi sekolah yang tidak terdaftar dalam administrasi kolonial itu dibubarkan. Namun sekolah yang dibangun Rahma tidak termasuk karena ada jalur2 diplomasi yang dibentuk. Untuk perempuan itu sendiri, karena Indonesia ini dulunya penganut Kerajaan Kediri, yang mana disitu ada Hindu Buddha, sebelum sebelum Islam lahir, kerajaan-kerajaan banyak terjadi sistem kelas. Banyak kelas-kelas yang terjadi di masyarakat misalnya kelas masyarakat paling bawah. Pada saat itu harusnya kita bisa membaca bahwa kondisi Indonesia waktu itu adalah Islamisasi belum selesai.

Dakwah itu dilakukan terus menerus. Namun, ketika penjajahan datang kemudian membatasi segala macam gerak perempuan, sebenarnya pada saat itu proses dakwah belum selesai. Ada yang bilang bahwa adat Jawa itu katanya mensubordinasi perempuan dan lain-lain, maka bisa jadi iya. Karena warisan warisan dari kerajaan dulu yang menerapkan sistem kelas. Adapun adat budaya yang belum hilang karena proses Islamisasi belum selesai.

 Kalau kita akan membaca buku sejarah pada masa Kartini Kartini, juga ini dikatakan bahwa perempuan itu harusnya nurut2 aja. Nggak boleh sekolah maka nggk boleh sekolah. Padahal Islam tidak mengajarkan seperti itu. Pada saat itu bisa jadi Proses Islamisasi di daerah tersebut belum selesai, keburu ada penjajahan, kalau udah ada penjajakan maka lebih susah lagi. Yang tadinya hanya mensubordinasi perempuan, dengan adanya penjajah maka itu lebih terbatas lagi. Lebih nggak boleh sekolah karena kalau sekolah dia akan melawan Belanda dan sebagainya.

6. Bagaimana cara meningkatkan percaya diri bagi muslimah yang terkadang takut untuk mencoba hal-hal baru.

Kita tidak tahu kapasitas ilmu kita sampai dimana, belum bisa menilai sesuatu itu buruk atau baik, karena di zaman sekarang sesuatu yang baik dan buruk kadang bercampur. Kemudian kita ingin mencoba hal-hal yang baru Maka harus hati-hati dan punya guru yang bisa membimbing. Misalnya ingin belajar tentang feminisme yang awalnya benar-benar tidak tahu. Karena sekarang ini ilmu pengetahuan itu kacang dan kita benar-benar dibingungkan oleh dua sumber yang kabur. Apakah ini benar-benar membelah Islam berdasarkan syariat atau tidak atau melihat Islam dengan kacamata feminis. 

Karena ada beberapa situs web atau akun di Instagram yang memposting masalah-masalah tentang fiqih namun dilihat dari kacamata feminis. Jadi dia melihat Islam dengan kacamata feminis sehingga akhirnya kacau misalnya hadits-hadits yang Dhaif dijadikan referensi dan ulama-ulama tidak otoritatif dijadikan rujukan. Hal ini menyebabkan sesuatu menjadi blur atau tidak jelas sehingga dalam mencoba hal baru harus memiliki guru

Apakah bisa Islam dan feminis itu berjalan beriringan?
Sebelum kita bertanya seperti itu, kalau misalkan kita melihat feminis itu sebagai suatu cabang ilmu, kita harus mengklasifikasikan dia sebagai ilmu yang harus diapakan? statusnya apa? Di dalam orang Islam menghadapi suatu cabang ilmu harus bersikap, apakah ilmu itu harus ditolak, diadopsi dan diadapsi. Ditolak jika ilmu itu bertentangan dengan syariat, misalnya sihir itu kan nggak boleh, berarti itu tidak bisa dikatakan beriringan. 

Kemudian diadopsi jika ilmu itu tidak ada pertentangan di dalamnya misalnya ilmu Matematika itu tidak ada pertentangan di dalamnya maka tidak masalah untuk diterima. Yang ketiga adalah diadapsi yang merupakan persesuaian antara Islam maka itu bisa diadopsi melalui proses Islamisasi agar keduanya bisa berjalan beriringan. Tapi ketika kita ingin mengislamisasi suatu cabang ilmu, kita harus tahu apakah dia benar-benar beriringan atau bersesuaian dengan Islam atau tidak. 

Cara tahu apakah beriringan atau tidak, maka dilihat Apakah basis filsafatnya sama. Jadi pertama basis epistomologinya, jadi definisi-definisi yang dibahas oleh feminis ini sama nggak dengan definisi Islam? Misalnya Adil menurut feminis itu apa, apakah sama dengan Islam. Ternyata tidak. Adil menurut feminisme itu artinya setara sedangkan Islam tidak seperti itu. 

Tidak semua yang setara itu adil. Masalah seperti ini saja sudab beda, sehingga konsep kesetaraan gender yang mereka gaungkan itu ditentang oleh umat Islam karena definisi adilnya beda, kaum feminis menganggap bahwa kesetaraan gender itu harus memiliki peran antara laki-laki dan perempuan itu sama Tanpa mereka memikirkan atau mempertimbangkan fitrah manusia. Kemudian hal lain bisa dilihat dari RUU-PKS yang mereka tawarkan sebagai solusi kekerasan seksual. Definisi kekerasan saja, mereka sudah berbeda. 

Jadi apa sih yang disebut kekerasan? Ternyata kekerasan itu adalah melakukan sesuatu yang tidak disetujui oleh orang yang bersangkutan. Padahal di dalam Islam, termasuk kejahatan walaupun dia dilakukan atas dasar suka sama suka. Kemudian perempuan bagi feminisme itu seperti apa? Walaupun bukan perempuan kalau dia punya sifat perempuan, maka dia dianggap perempuan. Jadi tidak dilihat dari jenis kelamin namun dilihat dari sifat yang mereka miliki.

Batasan-batasan epistemologi ini penting banget untuk membangun kesimpulan apakah feminis sama dengan Islam, apakah dia beriringan dengan Islam. Kemudian aksiologi, apakah feminitas itu dibangun dengan konsep atau tujuan kegunaan ilmu untuk beribadah kepada Allah? Ternyata banyak sekali praktek-praktek sosial mereka yang bertentangan. 

Membuat perempuan lepas dari fitrahnya, mendukung lgbt dan sebagainya. Kemudian basis ontologinya, gimana feminisme ini melihat manusia sebagai sesuatu yang lahir dengan kebebasan penuh, jadi mereka ketika lahir bebas mau ngapain aja, asalkan menemukan jati dirinya.

Berbeda dengan pandangan Islam yang ketika manusia lahir sudah memiliki perjanjian "alastu birobbikum qolu bala syahidna". Jadi ketika dia lahir dia sudah tahu mau ngapain yaitu menjadi pemimpin dimuka bumi dengan cara menjalankan syariat-syariat nya dan segala yang dilarang maka dijauhi. Sedangkan feminis tidak seperti itu, dia memandang manusia sebagai etnisitas yang bebas sesuai dengan kehendaknya atau my body is mine . 

Artinya mereka sangat kental pada orientasi individu sehingga konsep kekerasan menurut mereka adalah jika dilakukan di luar kehendak individu. Dari hal ini bisa kita lihat bahwa jika epistomologi , aksiologi dan antropologi berbeda maka audah jelas bahwa ia bukan sesuatu yang beriringan dengan Islam, dan tidak ada kesempatan untuk di Islamisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun