Mohon tunggu...
Jumarni
Jumarni Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya Manusia Dhaif

Selesaikan Urusan Allah, Allah akan selesaikan segala urusanmu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Notulensi Diskusi Online Hari Kartini

12 Mei 2020   18:56 Diperbarui: 12 Mei 2020   18:56 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Karena ada beberapa situs web atau akun di Instagram yang memposting masalah-masalah tentang fiqih namun dilihat dari kacamata feminis. Jadi dia melihat Islam dengan kacamata feminis sehingga akhirnya kacau misalnya hadits-hadits yang Dhaif dijadikan referensi dan ulama-ulama tidak otoritatif dijadikan rujukan. Hal ini menyebabkan sesuatu menjadi blur atau tidak jelas sehingga dalam mencoba hal baru harus memiliki guru

Apakah bisa Islam dan feminis itu berjalan beriringan?
Sebelum kita bertanya seperti itu, kalau misalkan kita melihat feminis itu sebagai suatu cabang ilmu, kita harus mengklasifikasikan dia sebagai ilmu yang harus diapakan? statusnya apa? Di dalam orang Islam menghadapi suatu cabang ilmu harus bersikap, apakah ilmu itu harus ditolak, diadopsi dan diadapsi. Ditolak jika ilmu itu bertentangan dengan syariat, misalnya sihir itu kan nggak boleh, berarti itu tidak bisa dikatakan beriringan. 

Kemudian diadopsi jika ilmu itu tidak ada pertentangan di dalamnya misalnya ilmu Matematika itu tidak ada pertentangan di dalamnya maka tidak masalah untuk diterima. Yang ketiga adalah diadapsi yang merupakan persesuaian antara Islam maka itu bisa diadopsi melalui proses Islamisasi agar keduanya bisa berjalan beriringan. Tapi ketika kita ingin mengislamisasi suatu cabang ilmu, kita harus tahu apakah dia benar-benar beriringan atau bersesuaian dengan Islam atau tidak. 

Cara tahu apakah beriringan atau tidak, maka dilihat Apakah basis filsafatnya sama. Jadi pertama basis epistomologinya, jadi definisi-definisi yang dibahas oleh feminis ini sama nggak dengan definisi Islam? Misalnya Adil menurut feminis itu apa, apakah sama dengan Islam. Ternyata tidak. Adil menurut feminisme itu artinya setara sedangkan Islam tidak seperti itu. 

Tidak semua yang setara itu adil. Masalah seperti ini saja sudab beda, sehingga konsep kesetaraan gender yang mereka gaungkan itu ditentang oleh umat Islam karena definisi adilnya beda, kaum feminis menganggap bahwa kesetaraan gender itu harus memiliki peran antara laki-laki dan perempuan itu sama Tanpa mereka memikirkan atau mempertimbangkan fitrah manusia. Kemudian hal lain bisa dilihat dari RUU-PKS yang mereka tawarkan sebagai solusi kekerasan seksual. Definisi kekerasan saja, mereka sudah berbeda. 

Jadi apa sih yang disebut kekerasan? Ternyata kekerasan itu adalah melakukan sesuatu yang tidak disetujui oleh orang yang bersangkutan. Padahal di dalam Islam, termasuk kejahatan walaupun dia dilakukan atas dasar suka sama suka. Kemudian perempuan bagi feminisme itu seperti apa? Walaupun bukan perempuan kalau dia punya sifat perempuan, maka dia dianggap perempuan. Jadi tidak dilihat dari jenis kelamin namun dilihat dari sifat yang mereka miliki.

Batasan-batasan epistemologi ini penting banget untuk membangun kesimpulan apakah feminis sama dengan Islam, apakah dia beriringan dengan Islam. Kemudian aksiologi, apakah feminitas itu dibangun dengan konsep atau tujuan kegunaan ilmu untuk beribadah kepada Allah? Ternyata banyak sekali praktek-praktek sosial mereka yang bertentangan. 

Membuat perempuan lepas dari fitrahnya, mendukung lgbt dan sebagainya. Kemudian basis ontologinya, gimana feminisme ini melihat manusia sebagai sesuatu yang lahir dengan kebebasan penuh, jadi mereka ketika lahir bebas mau ngapain aja, asalkan menemukan jati dirinya.

Berbeda dengan pandangan Islam yang ketika manusia lahir sudah memiliki perjanjian "alastu birobbikum qolu bala syahidna". Jadi ketika dia lahir dia sudah tahu mau ngapain yaitu menjadi pemimpin dimuka bumi dengan cara menjalankan syariat-syariat nya dan segala yang dilarang maka dijauhi. Sedangkan feminis tidak seperti itu, dia memandang manusia sebagai etnisitas yang bebas sesuai dengan kehendaknya atau my body is mine . 

Artinya mereka sangat kental pada orientasi individu sehingga konsep kekerasan menurut mereka adalah jika dilakukan di luar kehendak individu. Dari hal ini bisa kita lihat bahwa jika epistomologi , aksiologi dan antropologi berbeda maka audah jelas bahwa ia bukan sesuatu yang beriringan dengan Islam, dan tidak ada kesempatan untuk di Islamisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun