Jadi kita bisa tarik kesimpulan bahwa memang gerakan perempuan yang kita kenal yang ditawarkan Kartini ini disebutkan sangat inklusif dalam catatan sejarah, Cut Nyak Dien yang terkadang juga diklaim oleh mereka bahwa ia adalah perempuan yang feminis karena ia perempuan yang berani berjuang dan mendobrak ketidakadilan pada masanya. Ternyata nilai-nilai yang mereka junjung dan basis dari perjuangan mereka berbeda sekali dengan perjuangan yg berbasia feminis. Jadi untuk mengetahui bahwa salah satu pokok perjuangan ini bukan feminis, kita melihat feminis jangan dari kata feminin.Â
Feminin itu kan perempuan tapi lihat dari bagaiman terminologi feminis itu muncul dari sejarah yang panjang, pengalaman kultur bangsa barat yang berbeda dengan Indonesia. Sehingga lahirlah sebuah pergerakan perempuan yang melawan dominasi laki-laki, tapi kalau kita nggak kayak gitu, namun perjuangan-perjuangan yang ditawarkan oleh perempuan di Indonesia yaitu melawan kezholiman atau penjajah, bukan untuk eksistensi.
Sesi Tanya Jawab
1. Sarikah (LD Al-Mizan)
Bagaimana sistem pendidikan di zaman Belanda? Apakah larangan bagi perempuan untuk berpendidikan adalah aturat adat Jawa atau dari Belanda?
Pada masa Hindia Belanda, seluruh sistem pendidikan itu buatan Belanda, kurikulumnya juga sangat Barat, jadi otomatis output pelajar yang dihasilkan dari sekolah-sekolah Belanda ini, framework yang kemudian terbentuk dari murid-muridnya ini pasti dengan framework Barat. Kenapa kayak gitu? Ya namanya juga pendidikan yang dikasih itu gimana caranya generasi itu punya framework yang sama dengan penjajahnya, sehingga bisa disetir. Untuk pendirian sekolah sekolah Belanda ini juga ada tujuan ekonominya. Ketika masa politik etis, kenapa dibentuk sekolah sekolah Belanda,Â
Nah itu kurikulumnya diisi oleh Belanda. Kalau misalkan murid-muridnya sudah terbentuk sama Belanda, maka mereka bisa dipekerjakan untuk jadi guru-guru Belanda yang bernilai murah. Jadi memang sistem pendidikan disana itu dikelola oleh kolonial. Tapi sekolah-sekolah yang didirikan oleh masyarakat itu juga hampir banyak di berbagai daerah. Termasuk Rahma El Yunisiah yang mendirikan Sekolah Diniyah itu tanpa pengetahuan Belanda, sehingga murni dari administrasi sendiri. Karena keluarganya seirang ulama, jadi mendirikan sekolah dengan kurikulum yang dibangun sendiri.Â
Kemudian pernah ditawari juga oleh Belanda untuk didaftarkan menjadi sekolah negeri, sekolah yang administrasinya diurus oleh kolonial, tapi Rahma menolak. Karena dia menilai bahwa dia udah tahu kalau misalkan segala macam administrasinya di serahkan kepada kolonial itu pasti kurikulumnya berubah. Kemudian sistem pengajaran berubah dan sebagainya . Itu sudah dibaca oleh Rahma bahwa kalau itu terjadi maka output atau peserta didik yang kemudian ada disana itu pasti akan memiliki framework yang sama. Jika frameworknya udah sama, mereka tidak bisa melawan.Â
Makanya Rahma menolak untuk kerja sama dan pada saat itu Belanda juga memberlakukan operasi ekolah liar, jadi sekolah yang tidak terdaftar dalam administrasi kolonial itu dibubarkan. Namun sekolah yang dibangun Rahma tidak termasuk karena ada jalur2 diplomasi yang dibentuk. Untuk perempuan itu sendiri, karena Indonesia ini dulunya penganut Kerajaan Kediri, yang mana disitu ada Hindu Buddha, sebelum sebelum Islam lahir, kerajaan-kerajaan banyak terjadi sistem kelas. Banyak kelas-kelas yang terjadi di masyarakat misalnya kelas masyarakat paling bawah. Pada saat itu harusnya kita bisa membaca bahwa kondisi Indonesia waktu itu adalah Islamisasi belum selesai.
Dakwah itu dilakukan terus menerus. Namun, ketika penjajahan datang kemudian membatasi segala macam gerak perempuan, sebenarnya pada saat itu proses dakwah belum selesai. Ada yang bilang bahwa adat Jawa itu katanya mensubordinasi perempuan dan lain-lain, maka bisa jadi iya. Karena warisan warisan dari kerajaan dulu yang menerapkan sistem kelas. Adapun adat budaya yang belum hilang karena proses Islamisasi belum selesai.
 Kalau kita akan membaca buku sejarah pada masa Kartini Kartini, juga ini dikatakan bahwa perempuan itu harusnya nurut2 aja. Nggak boleh sekolah maka nggk boleh sekolah. Padahal Islam tidak mengajarkan seperti itu. Pada saat itu bisa jadi Proses Islamisasi di daerah tersebut belum selesai, keburu ada penjajahan, kalau udah ada penjajakan maka lebih susah lagi. Yang tadinya hanya mensubordinasi perempuan, dengan adanya penjajah maka itu lebih terbatas lagi. Lebih nggak boleh sekolah karena kalau sekolah dia akan melawan Belanda dan sebagainya.
6. Bagaimana cara meningkatkan percaya diri bagi muslimah yang terkadang takut untuk mencoba hal-hal baru.
Kita tidak tahu kapasitas ilmu kita sampai dimana, belum bisa menilai sesuatu itu buruk atau baik, karena di zaman sekarang sesuatu yang baik dan buruk kadang bercampur. Kemudian kita ingin mencoba hal-hal yang baru Maka harus hati-hati dan punya guru yang bisa membimbing. Misalnya ingin belajar tentang feminisme yang awalnya benar-benar tidak tahu. Karena sekarang ini ilmu pengetahuan itu kacang dan kita benar-benar dibingungkan oleh dua sumber yang kabur. Apakah ini benar-benar membelah Islam berdasarkan syariat atau tidak atau melihat Islam dengan kacamata feminis.Â