Soni, salah seorang pekerja seni di Kota Cimahi yang sering memproduksi karya seni berupa patung, aneka suvenir, maket, dan piala ini mengatakan bahwa dirinya juga mengalami kesulitan ketika terkena dampak pandemi corona. Pria yang lebih suka menyebut dirinya sebagai pekerja industri kreatif ini mengalami banyak kerugian materi.
"Terakhir, ada beberapa pekerjaan yang sudah beres dan biaya yang sudah saya keluarkan cukup besar, setidaknya menurut ukuran saya. Setelah corona ini datang, saya betul-betul merasa terpukul karena tagihan saya jadi macet. Tapi saya berpikir kembali, walaupun saya terpukul, kalau harus berlarut-larut dalam kesedihan tentu tidak bijak. Saya harus berpikir untuk mencari solusinya daripada terjebak terus dengan kekecewaan," tutur Soni berusaha tegar atas apa yang dialaminya.
Para seniman yang bekerja dibidang teater dan film juga ikut merasakan dampak pandemi corona. Dede Syarif, Ketua Lembaga Kesenian Kota Cimahi (Lekci) mengatakan bahwa terjadinya pandemi corona dan adanya kebijakan PSBB yang membatasi semua aspek hubungan sosial antar masyarakat telah membuat aktivitas berkesenian itu lumpuh.
"Seni budaya termasuk di dalamnya seni teater dan film yang melibatkan banyak orang kreatif di dalamnya jelas sangat terdampak sekali. Banyak event seni pertunjukan seperti teater di cancel. Pelatihan-pelatihan acting di cancel. Demikian juga rencana shooting film di cancel. Sementara ini banyak seniman teater dan film yang mengandalkan kehidupannya dari sektor itu. Seni pertunjukan adalah mata pencarian kami. Oleh sebab itu wajar saja kalau kini menjerit," ujar Dede yang juga sebagai Pimpinan Visi Sinema Pro dengan nada sedih.
Senada dengan Dede Syarif, pendapat lainnya datang dari Rina Sarinah yang bekerja di salah satu Production House (PH) di Jakarta. Menurut Rina, dia dan rekan-rekannya sesama pekerja PH sudah dua minggu tidak keluar rumah.Â
"Industri hiburan sedang sepi job. Kondisi ini pasti akan semakin sulit kalau enggak cepat diatasi wabah virusnya. Banyak temen-temen yang menghubungi saya. Mereka mengeluh dan kesulitan ekonomi kalau enggak ada PH yang berproduksi. Bisa mati kelaparan, bukan mati karena kena virus," ujarnya Rina sambil sedikit bercanda.Â
Rina menambahkan, para pemain dan pekerja film hanya dapat uang kalau ada kontrak produksi. Kalau mereka sekarang tidak bekerja dan hanya diam di rumah saja, lantas penghasilannya dari mana?Â
Banyak crew yang selama ini bekerja part time. Mereka dapat honor hanya kalau sedang ada shooting, padahal shooting juga tidak setiap hari. Kini mereka jadi pengangguran.Â
"Di rumah juga harus makan. Belum lagi kebutuhan anak sekolah, kebutuhan cicilan seperti kendaraan dan sewa kontrakan bagi yang ngontrak. Juga bayar cicilan rumah bagi yang sedang kredit rumah dan lain-lain. Pokoknya rasanya berat banget menanggung beban hidup saat ini.Â
Satu sisi kami juga mau di rumah saja, tapi di sisi lain perut enggak bisa diam. Telat makan saja sudah keroncongan, apa lagi kalau seharian sampai nahan lapar, pasti bagi yang tidak kuat imannya bisa berbuat nekat," jelas Rina panjang lebar.
Informasi di atas bisa menggambarkan situasi dan kondisi yang di alami para seniman Indoenesia.Â