Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bincang-bincang tentang Seni bersama Priyadi, Sang Pelukis Naga

22 September 2019   10:30 Diperbarui: 28 September 2019   19:27 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan kuda karya Priyadi (Sumber: J. Haryadi)

Tentu saja saat itu Pak Prie merasa tersinggung dan belum bisa menerima kritikan yang begitu tajam dari Dubes Belgia itu. maklum dirinya masih muda dan belum begitu banyak pengalaman. 

Namun, dalam perjalanan selanjutnya akhirnya Pak Prie menyadari kalau kritik Dubes Belgia itu benar. Beliau pun mulai melukis dengan lebih serius, tidak asal melukis dan penuh dengan penjiwaan.

"Jadi melukis itu harus secara lahir dan batin. Keduanya harus menyatu. Dia harus main warna, sehingga terjadi dimensi. Jangan puas hanya dengan tiga dimensi, coba lagi enam dimensi. Usahakan lagi sampai sembilan dimensi. Bahkan, kalau bisa sampai dua belas dimensi," jelas Pak Prie dengan mimik serius dan penuh semangat.

Melukis dengan tiga dimensi artinya harus mampu membedakan jarak pandang dekat, sedang, dan jauh. Kalau mau dikembangkan lagi dimensinya, maka objek yang dekat dibagi lagi menjadi tiga bagian, jarak pandang dekat, sedang dan jauh. 

Begitulah seterusnya, sehingga dimensinya terus bertambah. Kalau tidak menggunakan dimensi, maka lukisan akan terlihat flat. Demikian penjelasan Pak Prie kepada penulis.

Lukisan harimau karya Priyadi (Sumber: J Haryadi)
Lukisan harimau karya Priyadi (Sumber: J Haryadi)
Ada juga orang lain yang memberikan kritik pedas kepada Pak Prie ketika beliau berpameran lukisan,"Lukisan Anda bagus, sayang frame-nya hancur-hancuran."

Wajar saja kalau ada orang yang memberikan pendapat seperti itu. Semua lukisan yang dipamerkan Pak Priyadi saat itu frame-nya menggunakan kayu profil untuk bahan bangunan. Maklum saja dirinya tidak memiliki banyak uang. Harusnya lukisan yang baik memakai bingkai atau frame yang baik juga. 

Kalau sebuah karya sudah bagus, tetapi tidak diimbangi dengan bingkai yang bagus pula, maka akan terjadi ketidakseimbangan. Oleh sebab itu perlu dipikirkan oleh seniman agar lukisannya semakin dihargai oleh para penikmat seni yang juga merupakan calon kolektornya.

Seorang pelukis harus terus mengembangkan dirinya. Pelukis harus mau belajar dan belajar, kalau perlu sepanjang hayat. Lantas belajar ke siapa? Apakah kepada pelukis otodidak? Atau kepada pelukis akademisi? Keduanya masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya.

"Ya belajarlah kepada Allah. Allah itu gudangnya ilmu. Sumber segala ilmu pengetahuan. Wala Ya uduhu hifzuhuma wahuwal'aliyul 'azim," sambung Pak Prie lagi sambil kembali mengisap rokok kesayangannya. 


Penulis dan Pak Prie Bersama lukisan Prabu Siliwangi (Sumber: Eyo Sunaryo)
Penulis dan Pak Prie Bersama lukisan Prabu Siliwangi (Sumber: Eyo Sunaryo)
Menurut Pak Prie, pelukis itu terdiri dari tiga macam. Pertama pelukis otodidak yang diperolehnya dengan cara belajar sendiri, single fighter. Kedua, ada pelukis yang belajar secara formal melalui pendidikan seni di sekolah seni dan ketiga, ada pelukis yang muja atau melakukan pesugihan.

"Pelukis itu punya tiga karakter. Satu karakter, dia senang kepada yang menyentuh perasaan. Contohnya Sudoyono Abdullah. Kalau melukis pasar tradisional, kelihatannya sekali suasana pasar yang menyentuh perasaan. Kemudian ada karakter yang senang kepada yang sifatnya glamor. Siapa itu contohnya? Basuki Abdullah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun