Tentu saja saat itu Pak Prie merasa tersinggung dan belum bisa menerima kritikan yang begitu tajam dari Dubes Belgia itu. maklum dirinya masih muda dan belum begitu banyak pengalaman.Â
Namun, dalam perjalanan selanjutnya akhirnya Pak Prie menyadari kalau kritik Dubes Belgia itu benar. Beliau pun mulai melukis dengan lebih serius, tidak asal melukis dan penuh dengan penjiwaan.
"Jadi melukis itu harus secara lahir dan batin. Keduanya harus menyatu. Dia harus main warna, sehingga terjadi dimensi. Jangan puas hanya dengan tiga dimensi, coba lagi enam dimensi. Usahakan lagi sampai sembilan dimensi. Bahkan, kalau bisa sampai dua belas dimensi," jelas Pak Prie dengan mimik serius dan penuh semangat.
Melukis dengan tiga dimensi artinya harus mampu membedakan jarak pandang dekat, sedang, dan jauh. Kalau mau dikembangkan lagi dimensinya, maka objek yang dekat dibagi lagi menjadi tiga bagian, jarak pandang dekat, sedang dan jauh.Â
Begitulah seterusnya, sehingga dimensinya terus bertambah. Kalau tidak menggunakan dimensi, maka lukisan akan terlihat flat. Demikian penjelasan Pak Prie kepada penulis.
Ada juga orang lain yang memberikan kritik pedas kepada Pak Prie ketika beliau berpameran lukisan,"Lukisan Anda bagus, sayang frame-nya hancur-hancuran."
Wajar saja kalau ada orang yang memberikan pendapat seperti itu. Semua lukisan yang dipamerkan Pak Priyadi saat itu frame-nya menggunakan kayu profil untuk bahan bangunan. Maklum saja dirinya tidak memiliki banyak uang. Harusnya lukisan yang baik memakai bingkai atau frame yang baik juga.Â
Kalau sebuah karya sudah bagus, tetapi tidak diimbangi dengan bingkai yang bagus pula, maka akan terjadi ketidakseimbangan. Oleh sebab itu perlu dipikirkan oleh seniman agar lukisannya semakin dihargai oleh para penikmat seni yang juga merupakan calon kolektornya.
Seorang pelukis harus terus mengembangkan dirinya. Pelukis harus mau belajar dan belajar, kalau perlu sepanjang hayat. Lantas belajar ke siapa? Apakah kepada pelukis otodidak? Atau kepada pelukis akademisi? Keduanya masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya.
"Ya belajarlah kepada Allah. Allah itu gudangnya ilmu. Sumber segala ilmu pengetahuan. Wala Ya uduhu hifzuhuma wahuwal'aliyul 'azim," sambung Pak Prie lagi sambil kembali mengisap rokok kesayangannya.Â
Menurut Pak Prie, pelukis itu terdiri dari tiga macam. Pertama pelukis otodidak yang diperolehnya dengan cara belajar sendiri, single fighter. Kedua, ada pelukis yang belajar secara formal melalui pendidikan seni di sekolah seni dan ketiga, ada pelukis yang muja atau melakukan pesugihan.
"Pelukis itu punya tiga karakter. Satu karakter, dia senang kepada yang menyentuh perasaan. Contohnya Sudoyono Abdullah. Kalau melukis pasar tradisional, kelihatannya sekali suasana pasar yang menyentuh perasaan. Kemudian ada karakter yang senang kepada yang sifatnya glamor. Siapa itu contohnya? Basuki Abdullah.Â