Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agus Hamdani, Pencetak Juara Menggambar dan Mewarnai

31 Agustus 2016   11:23 Diperbarui: 31 Agustus 2016   11:34 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kelas 5 SD juga Agus baru mengenal yang namanya uang jajan di sekolah. Ibunya akan memberinya uang jajan kalau beliau mau mengantar barang dagangannya ke warung-warung yang ada di sekitar kampungnya. Biasanya tugas ini dilakukannya pagi hari sebelum anak bungsu ini berangkat ke sekolah.

Siang hari sepulang sekolah, Agus mengambil barang dagangan yang tadi pagi dititipkannya di warung. Kemudian mengisi air di gentong untuk mandi dan membuang sampah kulit pisang bekas bahan dagangan ibunya. Setelah semua tugasnya selesai, baru beliau diperkenankan makan oleh ibunya.

Masih ada tugas lain menanti Suami dari Lena Khodijah ini, yaitu mengupas ubi kayu di sore hari. Itu merupakan bahan dagangan ibunya. Ketika malam hari tiba, tugas mengiris kol menantinya, juga sebagai bahan untuk ibunya membuat makanan bakwan. Begitulah cara Sang Ibu mendidik beliau ketika masih kecil.

Saat itu sempat terpikir dalam diri Agus, mengapa Tuhan memberikan kehidupan sulit bagi keluarganya. Beliau merasa kehidupan keluarganya tidak seperti tetangganya yang jauh lebih enak. Namun hasil tempaan ibunya inilah yang membuat beliau maju. Hasil didikan ibunya membuat beliau menjadi pribadi yang berdispilin tinggi, pandai memanfaatkan waktu, mandiri, dan selalu belajar bersyukur atas apa yang sudah diberikan Allah padanya.

Kemiskinan adalah sahabat hidupnya

Masa-masa sulit dalam hidupnya ketika itu, membuat Agus dan kakak-kakaknya sering bertengkar rebutan garam dapur yang akan dipakai sebagai teman makan nasi, agar tidak terasa hambar. Biasanya garam tersebut dicampur air sedikit dan petsin sebagai penyedapnya. Saat itu makan teras nikmat, meskpun dengan gizi ala kadarnya. Sungguh sebuah pengalaman masa lalu yang memilukan dan tidak terlupakan sepanjang hidupnya.

Saking susahnya, pernah Agus memakai seragam SMP kakaknya, padahal ketika itu beliau masih kelas 4 SD. Hal itu terpaksa dilakukan karena celana seragam SD-nya sudah bolong. Akhirnya ibunya membuatkannya seragam sekolah dari bekas karung goni.

Pernah ketika kelas 5 SD, Agus mendapat juara 2 dikelasnya. Saat akan menerima hadiah di panggung, kedua tangan beliau menutupi celana bagian depan, sambil agak membungkuk. Guru dan teman-temannya mengira beliau sakit perut. Ternyata beliau tidak sakit perut, melainkan sedang menutupi resliting celananya yang terbuka karena sudah rusak.

Senang Bergaul Dengan Orang Yang Lebih Dewasa    

Ketika SMP, Agus kerap kali bergaul dengan orang-orang yang usianya jauh lebih dewasa. Beliau sering bergaul dengan kalangan mahasiswa. Tentu hal ini merupakan sesuatu yang kurang lazim bagi anak-anak seusianya. Bahkan beliau juga suka membantu mengetik tugas-tugas kuliah kakaknya yang saat itu kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

Guru gambar yang hebat ini juga suka membaca buku-buku orang dewasa. Anehnya, beliau justru kurang suka membaca buku-buku pelajaran sekolahnya. Kebiasaan ini sekarang turun ke anak sulungnya, Harun. Akibatnya Sang Ibu khawatir nilai anaknya buruk ketika akan ikut ujian kelulusan SD dan sempat mengancam akan menyekolahkan beliau ke pesantren jika nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni) SD-nya buruk. Namun alhamduillah hasil ujiannya baik, sehingga beliau berhasil masuk ke sekolah negeri, tepatnya di SMP Negeri Pasir Kaliki, Cimahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun