Mohon tunggu...
Ardan
Ardan Mohon Tunggu... Freelancer - Sahaja

Hari kerja nulis buat brand di agensi, akhir pekan ngeblog.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

5 Pelajaran Penting Pengembangan Pariwisata di Likupang, Sulawesi Utara

23 Maret 2022   04:38 Diperbarui: 23 Maret 2022   09:38 3373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Tangkapan Layar Pribadi

"Tempat ini terkenal dengan burung-burungnya, selain juga babi rusa dan sapi utan. Saya berhasil menemukan beberapa kupu-kupu cantik dan burung yang luar biasa."

Begitu catatan Alfred Russel Wallace yang main ke Likupang pada 163 tahun lalu. Penjelajah sekaligus naturalis asal Inggris ini memang sempat menghabiskan waktunya dari Juni hingga September di Sulawesi Utara.

Kota yang pertama kali disinggahinya pada 10 Juni 1859 adalah Manado. Wallace menyebut bahwa Kota Manado yang kecil merupakan kota tercantik di bagian timur Nusantara.

Dari sini, ia bergerak ke pegunungan Minahasa lalu turun dan menemukan Likupang yang tidak hanya punya flora dan fauna yang bakal sulit ditemui di tempat lain, tapi juga punya keindahan alam yang memanjakan mata dan menentramkan hati.

Semua ini tercatat jelas dalam The Malay Archipelago (1869).

Sumber Foto: Tangkapan Layar Pribadi
Sumber Foto: Tangkapan Layar Pribadi

Melompat seabad lebih setelah Wallace pertama kali menginjakkan kakinya di Likupang, saya berkesempatan hadir secara virtual di International Conference Likupang - North Sulawesi: Discover The Hidden Paradise pada 8 Maret 2022.

Ada apa di Likupang?

Saya selalu percaya dengan adagium bahwa Indonesia diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum. Rasa-rasanya hampir semua tempat di negeri ini bisa dijadikan sudut untuk melepas penat dari rutinitas harian.

Makanya, saya selalu mengamini slogan Wonderful Indonesia 

Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (KEMENPAREKRAF/BAPAREKRAF) menetapkan Likupang sebagai Destinasi Super Prioritas (DSP). Secara spesifik, DSP adalah bagian dari program "10 Bali Baru" yang dicanangkan Pemerintah. 

Pasalnya, DSP Likupang - Sulawesi Utara menyimpan segudang potensi wisata alam seperti pantai, kehidupan bawah laut, perbukitan hijau, serta pulau-pulau eksotis. Tidak hanya itu, desa wisata juga menjadi salah satu program unggulan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang.

Nah, beberapa catatan penting yang bisa dipelajari untuk mengembangkan pariwisata dari International Conference Likupang - North Sulawesi yang berlangsung selama kurang lebih tujuh jam ini, yakni sebagai berikut:

Merangkai Kuliner Sebagai Daya Tarik

Adalah Ragil Imam Wibowo, Indonesian Chef & Gastronaut; yang bercerita bahwa kuliner khas sebuah daerah ternyata bisa dijadikan daya tarik pelancong untuk mendatangi sebuah daerah. 

Beberapa langkah yang perlu ditempuh terlebih dahulu, yakni:

  1. Menentukan makanannya ada di mana saja, setidaknya dalam waktu satu hari wisatawan bisa mencicipi 3-5 makanan

  2. Tersedia pemandu yang bisa membawa dan menjelaskan kepada wisatawan mengenai makanan apa saja yang mereka santap

  3. Lima makanan yang wajib dicoba di satu daerah

  4. Satu daerah wajib punya oleh-oleh yang baik dan tidak ditemukan di tempat lain

  5. Punya buku resep unggulan dari makanan-makanan asli satu daerah

Di Likupang sendiri ada beberapa makanan yang wajib dicoba saat kamu berkunjung ke sana, antara lain:

  • Lalampa; makanan dari ketan yang diisi ikan cakalang yang dibungkus daun pisang

  • Milu siram atau sup jagung yang terbuat dari udang atau daging ikan

Mengembangkan Pariwisata dengan Wisata Religi dan Budaya

Di konferensi internasional, Dr. Paul Richard Renwarin, Peneliti dan Budayawan Minahasa; menjelaskan bahwa kebanyakan wisatawan berasal dari masyarakat urban-metropolitan, industrialis, yang condong monokultur-terbiasa dengan satu corak hidup yang sibuk dan padat dengan kerja. 

Makanya, mereka butuh waktu libur, santai, tanpa dikejar-kejar jadwal, serta relaksasi menikmati keindahan, kenyamanan, dan keheningan estetis-artistik dari alam dan lingkungan sosial. Hadirnya wisata religi dan budaya ini akan mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

Sebagai contoh, di Sulawesi Utara ada wisata religi berupa Natal-Tahun Baru, Kuncikan-Tulude, Bersih Desa Dumang umbanua, serta Tapikong-Cap Go Meh.

Sementara wisata budaya bisa berupa tontonan pertunjukan seni musik, tari, serta nyanyian yang digelar pelbagai sanggar, misalnya di Tomohon International Flower Festival (TIFF) atau Festival Bunaken-Lembeh.

Demi mewujudkan hal ini, dibutuhkan integrasi dan koordinasi dari para pemangku kebijakan, mulai dari:

  1. Pemerintah sebagai fasilitator, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, sampai ke pemerintahan kelurahan atau desa

  2. Pengelola Tour and Travel

  3. Kelompok penggiat seni budaya, sanggar seni; sebagai pelaku pagelaran seni

  4. Kelompok pengrajin, UMKM, industri kecil

  5. Pemuka agama yang terbuka untuk menerima tamu

  6. Masyarakat setempat yang dikunjungi

Menawarkan Kekayaan Bawah Laut

Data yang dihimpun oleh Christian Fenie, pengamat pariwisata bahari sejak 1973, menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki terumbu karang paling luas di dunia dengan total 18% dan berpotensi menjadi destinasi pariwisata bawah laut nomor satu di dunia.

Kekayaan inilah yang bisa ditawarkan kepada para wisatawan untuk berkunjung melihat surga bawah laut Indonesia, yang tidak hanya terdiri dari terumbu karang, tapi juga biota laut.

Yang jadi catatan sebelum kita membuka diri, yaitu perlu pengelolaan sampah, limbah, polusi di setiap daerah yang jadi destinasi pariwisata. Lingkungan hidup dan kebersihan juga perlu jadi program khusus di semua sekolah dengan kurikulum bioekosistem dan lingkungan, mulai dari TK. 

Makanya, perlu dukungan semua pihak, termasuk pemerintah, organisasi atau LSM, tokoh agama atau tokoh adat untuk menginformasikan pentingnya menjaga kekayaan bawah laut kita.

Memanfaatkan Kata Sebagai Promosi Wisata

Sudah bukan rahasia lagi bahwa manusia adalah makhluk bertutur atau pencerita. Cerita yang dikemas dengan baik mampu mempengaruhi persepsi pendengar, pembaca, atau penonton.

Hal tersebut dikemukakan oleh Aris Prasetyo, Wartawan Ekspedisi Wallacea Kompas, yang mengutip dari Jurnal Komunikasi Indonesia terbitan Maret 2018.

Aris  sendiri menyatakan bahwa Storynomics Tourism merupakan suatu strategi pariwisata untuk menggaet wisatawan dengan memanfaatkan kisah-kisah atau cerita kearifan lokal yang ada di sebuah daerah.

Adapun caranya, yaitu:

  1. Gali kekuatan cerita atau kearifan lokal yang ada

  2. Kemas dengan narasi yang baik, lalu diperkuat oleh gambar, foto, grafis, dan video

  3. Promosikan di media massa, media sosial, dan media lainnya.

Mengemas Satu Kawasan Wisata Jadi Konten

Masih menyambung bahasan sebelumnya terkait pemanfaatan cerita, Paquita Widjaja Rustandi, Project Development Head PT MPRD, menegaskan bahwa konten adalah kunci.

Setiap kawasan wisata harus punya cerita untuk dijadikan sebagai daya tarik wisatawan untuk berkunjung Cerita ini bisa didapatkan dari mana saja, mulai dari alam, budaya, hingga masyarakatnya.

Pasalnya, pembangunan fisik saja tidak pernah cukup tanpa konten dan program yang kuat untuk menghidupkan suatu kawasan wisata.

Ambil contoh, Likupang. Kawasan wisata yang berjarak sekitar 48 km dari Manado ini punya cerita-cerita alam terkait konservasi dan edukasi. Seperti yang kita tahu, daerah ini dilalui oleh Garis Wallace yang merupakan pembatas wilayah geografi fauna Asia dengan Australia. Belum lagi mengenai cerita budaya dan cerita tentang suku dan sub suku Minahasa yang kaya.

Sumber Foto: Tangkapan Layar Pribadi
Sumber Foto: Tangkapan Layar Pribadi

Meminjam istilah Sandiaga Salahuddin Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Likupang merupakan paket komplit keindahan alam yang dipadukan dengan kearifan budaya lokal.

Hal ini merupakan sebuah anugerah yang besar yang di dalamnya tersimpan tanggung jawab untuk dikelola secara berkualitas, tetap lestari, dan mendatangkan kesejahteraan di masa kini dan masa mendatang.

Kesuksesan Likupang ini pun bisa dijadikan contoh untuk menciptakan lebih banyak kawasan wisata di berbagai daerah di Indonesia. Sebab, seperti yang disampaikan oleh Paquita, 2022 adalah waktu yang tepat untuk bangkit agar hasilnya dapat segera terlihat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun