Biarlah Dewan Pers melakukan fungsinya sebagaimana diatur pada Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Fungsi dimaksud adalah melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, serta memberikan pertimbangan atau mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Jika dari hasil kajian Dewan Pers itu menilai bahwa konten-konten di media online tersebut terbukti melanggar UU Nomor 40 tahun 1999, maka biarlah lembaga yang dibentuk dan didanai oleh negara ini yang mengambil sikap.
Andai saya Dewan Pers, maka sikap saya meminta pengelola situs-situs tersebut mencabut atau menghapus konten-konten yang dimasalahkan. Bukan meminta Kementerian Kominfo memblokir medianya.
Karena setelah membuka konten-konten yang ada di situs-situs yang diblokir itu, sangat banyak berisi informasi yang bermanfaat. Kendati saya juga melihat ada beberapa konten yang isinya menyebarkan kebencian atau tidak menghormati kebhinekaan.
Hak tahu
Bagi saya, langkah Kementerian Kominfo itu bertentangan dengan semangat UUD 1945 yang mengakui dan menjamin kemerdekaan berekspresi dan berpendapat. Pemblokiran itu juga tak sejalan dengan spirit Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya pada Pasal 4 dan Pasal 6.
Pasal 4 point 1 menyebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Lalu poin kedua menegaskan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Sementara poin tiga tertulis, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Sementara Pasal 6 menyebutkan bahwa pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut:
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, HAM dan menghormati kebhinekaan.