Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menanti Badan Pangan Nasional

11 Juni 2017   22:41 Diperbarui: 8 Agustus 2017   22:19 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sama seperti bawang, daging sapi dan ayam potong masih meninggalkan persoalan. Momen-momen hari besar keagamaan selau menjadi ladang keuntungan bagi bisnis ini. Tahun 2016, harga daging sapi dibeberapa wilayah tanah air sempat menembus angka 130 ribu per kg. Sampai-sampai pedagang daging yang berada di wilayah Jakarta, Tangerang dan Jawa Barat melakukan mogok berjualan, akibat pembeli yang sepi.

Kabareskrim Polri memimpin langsung penggerebekan pada dua lokasi yang diduga menjadi tempat penimbunan sapi serta dagingnya di daerah tangerang. Hasilnya di temukan 4.000 ekor sapi di tempat penggemukan sapi (feedloter), dimana 500 ekor sapi seharusnya dipotong sebelum hari raya Idul Fitri 1437 H tetapi tidak segera dilaksanakan.

Namun kasus ini berhenti ditengah jalan, tidak sampai ke meja hijau. Hal ini terkendala dengan peraturan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang untuk menjamin stabilitas harga dan ketersediaan barang yang beredar di pasar. Disana disebutkan, kriteria bisa dikategorikan penimbunan jika menyimpan dalam jangka waktu tiga bulan, namun para feedloter belum melampaui batas itu. Kelemahan itulah yang diusulkan Polri agar direvisi, sehingga kriteria dikatakan penimbunan diubah jika dianggap dapat meresahkan masyarakat.

Untuk ayam potong, kasusnya hampir serupa dengan daging sapi. KPPU memutus 12 perusahaan yang terlibat dalam praktek kartel ayam. Mereka diputus bersalah karena terbukti bersepakat melakukan afkir dini induk ayam (parent stock) pada 14 September 2015. Bahkan, kesepakatan itu dicapai setelah serangkaian pertemuan yang diakukan beberapa bulan sebelumnya. Afkir dini induk ayam sengaja dilakukan, sehingga mengakibatkan peternak ayam skala kecil membeli bibit ayam dengan harga yang mahal. Hal ini secara tidak langsung akan menaikkan harga ayam di tingkat konsumen.

Fakta diatas, merupakan serangkaian peristiwa kenaikan harga bahan-bahan pangan pokok yang terjadi selama ini. Lantas, bagaimana dengan koordinasi antar Lembaga dan Kementerian apakah masih terdapat masalah.... ?

Lemahnya koordinasi antar kementerian ditunjukkan dengan polemik perlu tidaknya impor beras pada bulan oktober 2015, antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong. Disini jelas terlihat kemampuan koordinasi dan kerjasama antar kedua menteri yang sangat kurang. (m.tempo.co.id). Mentan Amran Sulaiman mengatakan selama setahun kepemimpinannya, Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Namun, Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan pemerintah masih melakukan negosiasi terkait rencana impor beras dari Vietnam dan Thailand. Dua hal yang saling bertentangan dan bertolak belakang.

Contoh kasus lainnya ketika Mentan mengatakan tidak akan impor bawang merah pada tahun 2016. Pernyataan tersebut didasarkan pada data yang ia pegang, dimana produksi bawang merah di Indonesia sebanyak 241 ribu ton sedangkan kebutuhan 175 ribu ton sehingga impor tidak diperlukan. Belakangan Mentan malah menjilat ludah sendiri dengan mewacanakan untuk mengimpor 2.500 ton bawang merah dengan alasan menstabilkan harga menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri (m.gresnews.com).

Selain itu juga, koordinasi yang lemah serta birokrasi yang berbelit-belit terjadi pada kasus impor daging sapi. Hal ini diakui oleh Menteri Perdagangan Thomas Lembong terhadap keterlambatan dalam eksekusi impor sapi untuk memenuhi kebutuhan puasa dan lebaran tahun 2016. Keterlambatan proses perizinan kuota tambahan berasal dari Kemendag yang terlalu lama dalam penerbitannya. Izin importasi untuk BULOG sebagai pengimpor baru turun beberapa minggu sebelum puasa. BULOG menilai hal ini begitu terlambat. Idealnya, izin sudah harus diturunkan paling lambat H-3 bulan sebelum puasa. Agar kenaikan harga daging sapi yang dikarenakan akibat kurangnya pasokan daging sapi dari dalam negeri dapat diredam (m.republika.co.id).

Keterlambatan izin impor tentu menyulitkan pada proses impor itu sendiri terutama soal operasional angkutan yang tidak maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyaknya kontainer yang menjemput daging beku dari pelabuhan Tanjung Periok, padahal jika impor daging dilakukan lebih awal distribusi daging ke luar akan lebih cepat.

Polemik Badan Pangan Nasonal

Pemerintah saat ini terus didorong agar meleburkan berbagai instansi untuk menjalankan kebijakan pangan. Watak pangan strategis yang multidimensi dan reorientasi tata pangan nasional yang berdaulat, sangat sulit dan tidak akan pernah bisa dilaksanakan oleh sebuah Kementerian teknis yang teramat sektoral. Selain itu, kasus kenaikan harga pangan yang silih berganti, koordinasi yang lemah antar lembaga serta maraknya praktek kartel pangan menjadi pendorong utama menguatkan segera pembentukan lembaga ini. Lembaga yang bernama Badan Pangan Nasional sangat diharapkan pemerintah selaku pembuat kebijakan tunggal terkait masalah pangan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun