Aku bertekad menyembuhkannya. Aku mengambil uang dari tempat para pecandu untuk membiayai pengobatannya di luar negeri. Tapi saat aku sampai di sana, polisi sudah mengepung tempat itu.
"Jangan bergerak, atau kami tembak!" teriak salah satu polisi.
Aku tidak peduli. Aku terus berlari, meski peluru menghujam kakiku. Dalam pikiranku hanya ada Rani. Namun langkahku terhenti ketika peluru terakhir menembus dadaku. Aku tersungkur.
Di tengah kesakitan, bayangan Rani perlahan memudar. Namun, hingga akhir hayatku, aku tidak menyesali cinta yang pernah aku miliki untuknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H