Aku bertekad menyembuhkannya. Aku mengambil uang dari tempat para pecandu untuk membiayai pengobatannya di luar negeri. Tapi saat aku sampai di sana, polisi sudah mengepung tempat itu.
"Jangan bergerak, atau kami tembak!" teriak salah satu polisi.
Aku tidak peduli. Aku terus berlari, meski peluru menghujam kakiku. Dalam pikiranku hanya ada Rani. Namun langkahku terhenti ketika peluru terakhir menembus dadaku. Aku tersungkur.
Di tengah kesakitan, bayangan Rani perlahan memudar. Namun, hingga akhir hayatku, aku tidak menyesali cinta yang pernah aku miliki untuknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI