Mohon tunggu...
julio purba kencana
julio purba kencana Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya orang di persimpangan kiri jalan

Mahasiswa filsafat, aktif menulis sastra dan telah menerbitkan beberapa buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Namanya Natalia

27 Desember 2024   22:31 Diperbarui: 29 Desember 2024   16:11 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:  Perempuan kuat. (Sumber gambar: KOMPAS/HERYUNANTO)

Sejak saat itu, kami sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Natalia adalah satu-satunya orang yang membuatku merasa dimengerti. Namun, beberapa bulan terakhir, aku melihatnya sering murung. Aku bertanya apakah ada yang bisa kubantu.

"Ini soal ibuku. Beliau masuk rumah sakit dan memerlukan biaya besar untuk operasi, tapi aku nggak punya uang," jawabnya sambil mulai menangis.

Melihat itu, aku tanpa berpikir panjang berkata, "Berapa yang dibutuhkan, Nat?" Aku menggenggam tangannya yang lembut.

"Mungkin sekitar 30 juta lebih," katanya sambil menjelaskan. Aku kembali menggenggam tangannya, menatap matanya, dan berkata bahwa aku akan membantu biaya pengobatan ibunya. Natalia menangis tersedu-sedu, mengucapkan terima kasih karena telah mau menolongnya.

Setelah pulang, aku mentransfer semua tabunganku, lebih dari 35 juta, ke rekening yang Natalia berikan. Aku mengabari Natalia bahwa biayanya sudah aku tanggung, agar ia tidak bersedih lagi. 

Namun, pesanku tidak dibalas. Teleponku juga tidak diangkat. Setelah mencoba berkali-kali, aku bertanya pada temanku tentang nomor Natalia. Ternyata, nomorku telah diblokir.

Beberapa hari kemudian, aku baru mengetahui bahwa Natalia adalah seorang buronan polisi. Ia seorang penipu.

***

Aku tidak menyesali uangku yang hilang. Aku juga tidak menyesali cintaku yang tulus kepada Natalia. Yang aku sadari adalah aku memang sendirian di dunia ini. 

Tidak ada yang benar-benar mencintaiku, tidak ada yang benar-benar mengerti aku. Aku hanyalah manusia yang bahkan gagal menjadi manusia.

Pada akhirnya, jembatan merah itu tetap menungguku. Tiang-tiangnya yang kokoh bagai saksi bisu dari keraguan dan keputusanku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun