Hari itu, seperti biasa, aku mencoba mencari waktu yang tepat untuk mengakhiri hidupku. Aku berdiri di atas jembatan, memandang kosong ke bawah, seolah-olah pelukan sungai di bawah sana memanggilku.Â
Namun, saat aku hampir melompat, tiba-tiba terdengar teriakan, "Aaahhh! Tolong!" Suara tajam itu membuatku tersadar dan segera berlari menuju sumber suara.
Di sana, aku melihat seorang wanita dikepung dua pria berbadan gempal. "Jangan mendekat!" teriaknya sambil mengayunkan tas ke arah mereka.Â
"Udah, Mbak. Kita tahu juga Mbak pasti mau, kan?" ejek salah satu pria sambil mencoba menangkapnya. "Jangan dekat-dekat! Tolong!" serunya lagi.
Awalnya, aku hanya ingin melihat dari kejauhan, tapi entah bagaimana aku sudah berlari dan menendang salah satu pria hingga tersungkur. Melihat itu, temannya mencoba memukulku, tapi aku berhasil menghindar dan membuat mereka kabur.
"Mbak nggak apa-apa?" tanyaku sambil memberikan tasnya yang terjatuh.
"Oh, nggak apa-apa. Terima kasih ya, Mas," jawabnya sambil tersenyum.
"Iya, Mbak. Sama-sama."
Kami pun berjalan bersama menuju halte bus terdekat. Dalam perbincangan itu, aku mengetahui namanya Natalia, seorang gadis manis dari Maluku yang merantau ke kota ini demi mengadu nasib. Sayangnya, bukannya membaik, ia malah ditipu oleh temannya sendiri hingga terjebak menjadi seorang gadis malam di tempat karaoke.
"Yah, begitulah dunia ini. Nggak ada baik-baiknya buat pemeran pendukung seperti kita," kataku mencoba menguatkan hatinya. Natalia mengangguk sambil tersenyum.
***