Mohon tunggu...
julio purba kencana
julio purba kencana Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya orang di persimpangan kiri jalan

Mahasiswa filsafat, aktif menulis sastra dan telah menerbitkan beberapa buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bu, Nuh, dan Aku

19 Desember 2024   23:09 Diperbarui: 19 Desember 2024   23:09 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dir, gimana ini? Nuh masih belum ketemu, nomor HP-nya juga nggak aktif. Aku takut, Dir, kalau-kalau dia dibu..." Bu terisak.

"Hus, jangan ngomong sembarangan, kamu. Aku yakin Nuh nggak apa-apa," jawabku, berusaha tetap tenang meskipun dalam hati cemas.

"Dir, gimana kalau kita lapor polisi aja?" kata Bu sambil menatapku dalam-dalam, berharap aku menyetujuinya. Aku hanya diam, berurusan dengan aparat bagi aku sama saja seperti berurusan dengan teka-teki yang sulit diselesaikan.

"Dir, gimana? Aku khawatir sama Nuh."

Aku menarik napas dalam-dalam, menyalakan rokok yang sejak tadi aku pegang. "Lo bisa diam nggak sih, Bu? Gue juga masih mikir, tuh anak kemana," jawabku mulai kasar. Sebenarnya, aku sangat khawatir tentang di mana Nuh berada, tapi aku mencoba tetap tenang, karena selain masalah Nuh, kami juga punya permasalahan lain yang harus diurusi. Tuntutan kami kepada pemerintah dan perusahaan untuk membebaskan tiga petani yang dituduh mencuri belum dikabulkan. Dan sekarang, muncul masalah baru: Nuh, yang menjadi pimpinan aksi massa ini, menghilang.

"Dir, kita lapor polisi aja, ya?" kata Bu, memecahkan lamunanku.

"Yaudah, Bu. Kayaknya memang nggak ada jalan lain selain lapor polisi."

Kami memutuskan untuk pergi ke kantor polisi terdekat untuk melaporkan hilangnya Nuh. Dalam perjalanan ke kantor polisi dengan kecepatan tinggi, aku dan Bu tidak sengaja menabrak sebuah karung pasir yang membuat kami terjatuh dan terpental cukup jauh. Dengan sedikit kesakitan, aku bangkit untuk menolong Bu. Dari kejauhan, aku melihat Bu sedang menangis sejadi-jadinya sambil menunjuk-nunjuk ke arah karung yang kami tabrak tadi.

Aku mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Bu, namun masih belum jelas yang aku dengar selain tangisannya yang semakin menjadi-jadi. Setelah cukup dekat, aku akhirnya bisa melihat apa yang terjadi. Tanpa kuasa menahan perutku yang mendadak mual, aku melihat kepala Nuh sedikit menonjol keluar dari karung yang kami tabrak tadi.

"Diri, Nuh sudah mati sekarang," kata Bu dengan suara terisak.

"Aku juga nggak tahu, Bu," jawabku lemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun