Teori Manajemen Peter Drucker
Peter Drucker lahir di Wina, Austria, pada tahun 1909. Ia kuliah dan lulus sekolah di Jerman pada awal tahun 1930-an, di mana ia menyaksikan – dan secara vokal menentang – naiknya Nazi ke tampuk kekuasaan. Drucker melarikan diri ke Inggris pada tahun 1933 dan kemudian ke Amerika Serikat pada tahun 1937. Selama periode ini, ia bekerja sebagai jurnalis keuangan dan analis investasi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan buku pertamanya, The End of Economic Man: The Origins of Totalitarianism , yang mencatat kebangkitan fasisme (Hidayah, 2021).
Drucker percaya bahwa satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya fasisme adalah dengan menciptakan “masyarakat yang berfungsi”, yang landasannya, katanya, adalah institusi yang kuat – termasuk perusahaan, yang ia yakini memiliki kewajiban untuk menjadi berbudi luhur sekaligus menghasilkan keuntungan. .“Manajemen, jika dipraktikkan dengan baik, merupakan benteng Drucker melawan kejahatan,” menurut Drucker Institute, sebuah perusahaan sosial yang didirikan oleh Drucker untuk memajukan gagasan dan cita-citanya. Drucker memaparkan teorinya – bahwa korporasi adalah entitas sosial dan juga entitas ekonomi – dalam buku keduanya, The Future of Industrial Man , yang menarik perhatian General Motors. Pada tahun 1943, perusahaan mengundang Drucker untuk mempelajari operasi internalnya, yang menghasilkan buku ketiga Drucker, Concept of the Corporation , di mana ia memperkenalkan banyak teori manajemennya yang paling berpengaruh. Maka dimulailah karir Drucker yang produktif sebagai konsultan manajemen, guru dan penulis, yang berlangsung lebih dari 60 tahun hingga kematiannya tahun 2005 (Watson, 2017) .
Seperti yang diungkapkan oleh Peter Drucker, penggunaan yang bijaksana dari kekuatan ini adalah kunci untuk mencapai tujuan. Kekuatan yang dipahami dengan baik dapat menjadi fondasi untuk inovasi, diferensiasi, dan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Ini adalah fondasi yang memungkinkan pemimpin untuk merencanakan strategi yang tepat untuk mengoptimalkan sumber daya dan energi organisasi (Aini & Apriyanti, 2024).
Dalam dunia kesehatan terutama keperawatan manajemen kepemimpinan sangat memegang peranan penting dalam sebuah bentuk pelayanan kesehatan yang mengacu pada mutu pelayanan dan kepuasan pasien sebagai konsumen produk jasa pelayanan yang tidak dapat dihindari oleh penyedia pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis. Tingkat pengetahuan dari seorang manajer keperawatan sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk menggambil keputusan.
Menurut Peter F. Drucker dalam The New Realities, pengetahuan adalah informasi yang dapat merubah seseorang atau sesuatu, dimana pengetahuan itu menjadi dasar dalam bertindak, atau pengetahuan itu menjadikan seorang individu atau suatu institusi memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan yang benar. Itu sebabnya, perawat harus selalu mempunyai motivasi dalam diri masing-masing untuk meningkatkan pengetahuan dimilikinya. Perawat harus terlibat dan menggunakan riset dalam bidang keperawatan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan. Beberapa temuan penelitian akan membantu mengurangi tindakan-tindakan keperawatan yang tidak mencapai tujuan. Hal ini juga akan membantu perawat mengidentifikasi tindakan-tindakan yang meningkatkan pelayanan kesehatan dan juga peningkatan sistem pembiayaan yang baik (Tamara, 2020).
Watson 2017, Merujuk pada pemikiran menejemen modern Peter Drucker, diantaranya adalah sebagai berikut:
Desentralisasi: Rosenstein mengatakan Drucker fokus pada desentralisasi – atau demokratisasi – manajemen tempat kerja. Dia ingin perusahaan memberdayakan stafnya sehingga semua karyawan akan merasa dihargai dan mengetahui bahwa kontribusi dan suara mereka penting. Dia percaya dalam memberikan tugas yang menginspirasi pekerja, memberi penghargaan kepada pekerja garis depan dengan tanggung jawab dan akuntabilitas, dan menyatukan supervisor dan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi bersama.
Pekerjaan pengetahuan: Pekerja pengetahuan, seperti insinyur dan analis, adalah karyawan kerah putih yang pekerjaannya memerlukan penanganan atau penggunaan informasi. Drucker – yang meramalkan ekonomi berbasis pengetahuan bertahun-tahun sebelum munculnya komputasi dan internet – sangat menghargai pekerja yang memecahkan masalah dan berpikir kreatif, menurut Rosenstein. Ia ingin menumbuhkan budaya pegawai yang mampu memberikan wawasan dan ide serta tenaga kerja.
Pengembangan tenaga kerja: Drucker sangat yakin bahwa para manajer harus meningkatkan dan mengembangkan diri mereka sendiri dan anggota tim mereka, menurut Rosenstein. Berinvestasi dalam pelatihan karyawan merupakan bagian integral dari filosofi Drucker. Misalnya, ia percaya bahwa pembangunan eksternal – melalui partisipasi dalam kelompok perdagangan industri dan konferensi – sangatlah berharga.
Tanggung jawab sosial perusahaan: Rosenstein mengatakan Drucker adalah seorang pemikir holistik. Alih-alih memandang bisnis sebagai entitas yang terpisah, ia melihat bisnis sebagai komponen sistem sosial yang lebih besar. Dalam konteks tersebut, ia berpendapat bahwa dunia usaha harus melihat dirinya sebagai bagian dari sebuah komunitas dan mengambil keputusan mengenai hal tersebut – dengan menghormati dampak eksternal dan internal yang ditimbulkannya. Drucker bahkan memandang keuntungan melalui kacamata sosial: Sebuah perusahaan bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan, menurutnya, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan kekayaan bagi masyarakat.