Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Kado Terindah] Betina

12 Oktober 2019   12:27 Diperbarui: 12 Oktober 2019   12:42 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.idntimes.com

Kita sedang berperang kekasih

 

Aku dengan hatiku

dan kau dengan pikiranmu

 

Dan jika suatu waktu kita harus kembali

Segalanya tidak akan sama lagi

 

Sebab kita selalu tahu

Perang tidak pernah mengembalikan segalanya utuh, sepenuh

* * *

Aku menemukanmu dalam kebingungan, tuan. Dengan sorot mata redup, hampir padam. Aku menemukanmu dalam kehampaan, saat aku berpikir hidupku yang paling menyedihkan.

"Kemarilah, Tuan. Aku tidak menjanjikanmu bahagia, tapi aku dididik untuk patuh, katakan padaku sekalimat, aku akan menjaganya seperti nyawaku."

"Anjing kecilku." ratapmu lemah

"Tuanku, aku milikmu."

Barangkali kalimat itu sederhana sekali, sekalimat yang mengikatku seperti tali. Aku milikmu, detik itu, mulai detik itu, aku mematuhi semua ucapanmu.

Aku hanya berpikir menyelamatkan hatimu yg sekarat, sebab, aku telah mematikan hatiku, lama sekali. Aku pikir hatiku yang kubunuh sedemikian rupa benar-benar mati, aku salah...

Sentuhan-sentuhan kasarmu yang begitu nikmat, hangat, kuikuti dengan khidmat.

"Aku milikmu..."

***

Entah orang bijak macam apa yang pernah mengatakan bahwa hal paling indah adalah jatuh cinta. Cinta adalah anugerah, hadiah dari Tuhan untuk masing-masing hati, atau untuk masing-masing yang masih memiliki hati barangkali.

"Aku tidak ingin menikah. Aku tidak ingin jatuh cinta."

"Kenapa?"

"Pernikahan bukan hanya sebuah legalitas atas hubungan seksual. Pelayananku kepadamu itu saja sudah cukup. Janjiiku untuk selalu patuh sudah cukup, jangan mengikatku dalam hubungan yang memuakkan."

"Baiklah, kita mulai permainan ini, anjing manis."

* * *

"Tuanku..." ratapku pedih

"Aku bukan lagi tuanmu."

"Tuanku... Tolong"

"Pergilah, kau bebas sekarang."

"Tuanku, aku mohon. Maafkan aku, aku jatuh hati padamu."

"Itulah kesalahanmu, permainan kita selesai, kau tidak berguna sama sekali. Pergilah! Anjing bodoh!"

"Ini di luar kendaliku, aku hanya berusaha jujur denganmu dan dengan diriku sendiri."

Dia, yang berusaha aku selamatkan, meninggalkanku sendirian....

Dan aku selalu mengira, dia hanya milikku, seperti aku mengabdikan hidup matiku untuknya.

* * *

"Bangunlah, aku tidak peduli apa kau sebenarnya, kau singa hari ini. Serigala, atau apa saja. Bangunlah, setelah ini kita selesai."

"Bagaimana bisa? Aku hanya anjing..."

"Bodoh, hapus ingatan bodohmu. Bertarunglah tanpa memakai akal dan hatimu."

Aku anjing, kucing, singa, atau serigala barangkali. Kau melatihku menjadi apa saja. Aku ada dalam kepatuhan yang sama, asal aku tetap bisa di sampingmu.

Aku adalah apa yang ia ucapkan dan ia inginkan.

***

Aku terbangun sebagai serigala, yang ia biarkan kelaparan beberapa hari. Ia janjikan daging segar dengan tetesan darah setelah aku selesaikan permainan kali ini. Tidak ada tangisan, tidak ada ratapan, aku siap, aku disiapkan untuk sebuah pertarungan.

Aku bukan lagi gadis dua puluh tahun yang beberapa bulan lalu duduk setengah mabuk setelah kehilangan cinta pertamanya. Bukan gadis dua puluh tahun yang beberapa waktu lalu menggadaikan hidup pada lelaki dengan uban di hampir setengah rambutnya.

Di hari berikutnya aku disiapkan sebagai singa. Yang akan menyeret mangsa-mangsa dengan taringku. Menukarnya dengan lembaran-lembaran uang untuknya, untuk kita minum bersama-sama. Berpesta, merayakan hidup yang menyedihkan ini. Bukankah dunia sudah cukup menyedihkan dengan ratapan-ratapan banyak orang?

Kau melatihku dengan cepat, aku tidak bodoh kan?!

* * *

"Aku telah selesai, Tuan. Setiap perintahmu sudah kulaksanakan."

"Kau memang yang paling manis."

"Aku menginginkan hadiahku."

"Apa yang kau minta?"

"Jantungmu. Tidak ada yang lebih kuinginkan selain jantungmu yang masih berdenyut. Aku hanya ingin merasa hidup."

"Anjing kecilku... Aku mulai jatuh hati denganmu." Ratapmu pilu, ratapan itu, yang sama persis di waktu pertama kita bertemu.

"Kau salah. Aku tidak datang sebagai anjing hari ini, Tuan. Aku sudah mengasah cakar dan taringku, coba tebak, kau melihatku sebagai apa kali ini? Aku ingin menikmati rasanya menancapkan cakar-cakarku di dadamu, menggenggam jantungmu yang berdenyut-denyut itu."

Aku mendapati diriku sudah menancapkan cakar-cakarku tepat di dadanya, terus menusuk dan merengut jantungnya, dingin, tidak ada denyut, aku salah, lelaki ini benar-benar bukan manusia.

"Betinaku, apa yang kau rasakan? Apa kau merasa lebih hidup sekarang? Bukankah kita sudah sama-sama mati sejak pertama kita bertemu? Kau sudah mendapatkan hadiah atas kepatuhanmu, ambillah." Dia tersenyum, puas.

***

Perang tidak pernah usai

Tidak dalam dirimu

Juga dalam diriku

 

Kita saling tikam

Saling hantam

Apa yang kita dapatkan?

Kita sama-sama kehilangan bukan?!

 

Tidak ada kemenangan

Tidak ada kepuasan

Tidak ada batasan


Kita hilang...

Hilang...

Hilang...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun