Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serpihan Tujuh Ribu

24 Mei 2016   23:37 Diperbarui: 24 Mei 2016   23:43 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
awan hati infounik.org

“Kalau ada rencana putus sama cowokmu, nggak usah lah nyari tempat yang jauh cuma buat bilang putus.”

“Nggak ada yang direncanain, Er. Lagian aku sama Tyo itu belum putus, cuma ada masalah aja.”

“Iya, kamu sama cowokmu yang ada masalah, akhirnya aku juga yang ketiban getah.”

“Kamu niat apa nggak sih antar aku pulang?”

Lama-lama aku mulai kesal dengan Erel, aku tahu dia hanya bercanda seperti biasa. Tetapi bercanda saat aku sedang kesal dengan Tyo itu bukan ide yang baik.

“Kalau nggak niat, ngapain aku jemput kamu di sini. Ayo, cepet naik!”

Aku memandang Erel sebentar, memonyongkan bibir, lalu naik ke motornya. Erel menyalakan mesin motornya, tetapi beberapa saat kemudian ia matikan lagi.

“Mana jaketmu?” tanpa menunggu jawabanku, dia membuka jaketnya, lalu melemparkan ke belakang tanpa menoleh, jaketnya tepat mengenai mukaku. “Kebiasan banget, keluar malam kok nggak bawa jaket,” lanjutnya lagi.

Aku hari ini tidak membawa jaket memang, karena Tyo menjemputku dengan mobil. Tetapi karena suatu hal, aku bertengkar dengan dia, acara nonton kami gagal, dan aku meminta turun di tepi jalan. Setelah Tyo benar-benar menurunkanku, lima menit kemudian aku baru memikirkan bagaimana caraku pulang, maka seperti biasa aku akan menelepon Airlangga yang baik hati. Maka Airlangga yang baik hati ini akan menjemputku, mengantarku pulang, meski ia tahu besok dan besoknya lagi aku pasti akan mengulang kebodohan serupa.

“Kamu itu, kalau tengkar atau putus sama cowokmu, jangan selalu minta turun di jalan dong, nyusahin aku aja.”

“Namanya juga lagi marah, Rel.”

“Ya, coba lah kalau kamu marah. Jangan bilang ‘turunin aku di sini’, diganti gitu dengan ‘anterin aku pulang, sekarang!’. Kan lebih efisien, Lin.”

“Apa aku ngrepotin kamu banget, Rel?”

“Oh, bangeeeet.” Erel datar saja menjawabnya.

“Emang pas aku nelpon tadi, kamu ngapain?”

“Aku lagi tidur, lagi enak-enaknya.”

“Maaf, ya,Rel.” Aku menepuk punggungnya, terasa sedikit hangat. Lalu aku meraba tengkuknya. “Badanmu panas. Kamu sakit?” tanyaku mulai khawatir.

“Nggak juga, kamu yang kelamaan kena angin di pinggir jalan, jadinya dingin tanganmu.”

Mungkin Erel benar juga, aku tadi sangat kedinginan saat menunggu dia datang. Tetapi, bisa saja dia berbohong kalau dia sebenarnya sedang sakit. Dan dia saat ini justru meminjamkan jaketnya untukku.

“Rel, jaketnya kamu pakai aja deh, kamu demam kan!?”

“Udah, buat kamu aja, nggak usah bawel, kalau nggak mau aku turunin di sini.”

“Halah, kamu nggak bakal tega nurunin aku di jalan. Rel, kamu kenapa selalu baik banget sama aku?”

“Apa perlu dijawab? Perasaan tiap ketemu aku selalu nanya gitu.”

“Justru itu, karena kamu nggak mau jawab, jadi aku nanya terus.”

Erel memelankan laju motornya, aku kira dia mau memberi jawaban yang serius tentang pertanyaan yang selalu aku ulang. Pertanyaan yang selalu memenuhi kepalaku setiap dia ada di dekatku.

“Eh, Lin, nasi goreng yang barusan kelewat baunya sedap ya!? Kamu lapar ngga? Kita putar balik, yuk!”

Gubraak! Kelakuan dia yang seperti itu yang terkadang membuatku jengkel, tetapi selalu berhasil membuat rasa sedih di hatiku hilang, meski baru beberapa menit yang lalu aku bertengkar hebat dengan Tyo.

***

“Jadi, kenapa kamu selalu baik sama aku?” tanyaku lagi, sambil meniup-niup nasi goreng yang masih panas.

“Ssst... kalau lagi makan dilarang ngomong.” Erel menempelkan telunjuknya di bibir. Lalu mengikutiku meniup-niup nasi goreng di sendoknya.

Dia hanya memesan satu porsi nasi goreng untuk kita berdua, bukan karena tanggal tua, tetapi dia memang tidak begitu suka makan nasi. Saat dia sedang ingin makan pecel, maka dia akan memesan setengah porsi nasi saja, lauk dan sayurnya akan minta dobel. Saat dia makan di restoran ayam Amerika, maka dia akan memesan ayamnya saja, tanpa nasi.

“Sudah selesai makan, sekarang ayo jawab kenapa kamu selalu baik sama aku?” tanyaku lagi setelah memasukkan suapan terakhir ke dalam mulutku.

“Kamu itu kok lucu sih, dibantuin malah nanya ‘kenapa kamu baik sama aku?’, saat ada yang jahatin, nanya lagi ‘kenapa kamu jahat sama aku? Salahku apa?’. Pertanyaan-pertanyaan itu malah bikin kamu ribet sendiri, Evelin.” Erel mengacak-acak rambutku dan tersenyum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun