# 1
Frekuensi
Hidup Yuri nyaris sempurna, pekerjaan yang menjanjikan, juga seorang lelaki yang sangat menyayanginya. Hertz, tunangan sekaligus direktur dari perusahaan tempat Yuri bekerja. Jika banyak gadis yang merasa iri dengan kehidupan Yuri, sebaliknya Yuri juga sempat beberapa kali iri dengan hidup gadis-gadis lain di sekelilingnya.
Di dunia ini tidak ada yang benar-benar sempurna. Yuri juga beranggapan demikian. Bagi Yuri, kehidupan sempurna hanya cerita pengantar tidur, dongeng, tapi kehidupannya bukan dongeng. Yang setiap lembarnya bisa dibolak-balik dengan rasa malas, karena sudah bisa ditebak semua tokoh utama akan hidup bahagia selamanya dengan pangerannya.
Sementara pangeran Yuri, kini sudah tergeser perubahan. Bukan lagi menunggang kuda dan membawa pedang. Siap menerjang duri-duri mawar demi membangunkan sang puteri dari tidur panjang.
Pangeran Yuri adalah Hertz, duduk di belakang kemudi dengan setiap anak rambut tersisir rapi. Saat makan, saat main golf, saat jalan-jalan di taman, Hertz juga tetap terlihat rapi. Mungkin memang Tuhan sengaja menciptakan Hertz serapi mungkin.
Sangat berbeda, bahkan berbalik dengan Yuri. Ia tidur dengan seprei motif beruang, tetapi lebih memilih selimut minion , bantal berbentuk kepala kucing, guling berbentuk jerapah. Di kamarnya juga ada boneka kucing, anjing, bebek, hingga singa dengan berbagai bentuk dan ukuran. Di meja riasnya ada mainan sepasang lumba-lumba sedang berebut bola dengan air yang dibuat gemericik di bawahnya, pemberian Hertz saat ia ke Singapura. Kamar yuri terlihat mirip kebun binatang yang ditata menarik, tetapi juga sangat acak dan terbalik jika dibandingkan dengan Hertz.
Terkadang Yuri berpikir, apa Hertz akan memperbolehkan ia memindahkan kebun binatang itu ke kamar mereka nanti? Tentu saja boleh, bukankah sebagian besar penghuni kebun binatang itu adalah pembelian Hertz, pikir Yuri.
“Sayang, kamu kenapa senyum-senyum sendiri?” Hertz melirik Yuri sebentar, lalu kembali pandangannya lurus menatap jalanan.
“Tidak ada apa-apa, aku membayangkan kalau boneka di kamarku bisa bergerak dan saling bercerita saat aku berangkat kerja. Lalu, mereka mendadak berhenti bercerita dan kembali ke tempatnya masing-masing saat mendengar langkahku menaiki tangga.”
“Hmmm... di mana lucunya? Itu malah terdengar menyeramkan.” Hertz mengernyitkan dahinya.
Wajah Jermannya terlihat jelas saat Hertz memasang mimik serius maupun sok serius seperti itu. Hertz memiliki darah Jerman dari kakeknya, bahkan sebagian besar keluarga ayah Hertz juga tinggal di Jerman. Sementara ayah Hertz bertemu dengan jodohnya di Bandung, membeli rumah di Surabaya dan Jakarta. Dan masih sering bolak-balik Jakarta-Surabaya.
Hertz pernah bercerita, bagaimana kedua orangtuanya bertemu. Sebuah ketidak sengajaan yang sangat unik. Ibunya adalah orang Surabaya, entah karena suatu hal ibunya minggat dari rumah. Dengan alasan bingung atau kalut, dia naik kereta sampai Bandung. Lalu dengan kebingungan yang semakin menumpuk, dia tersesat di Dago.