Bagi yang memang berasal dari kalangan atas, ini bukan masalah serius. Tapi bolehkah kita melihat dari sudut pandang kalangan menengah ke bawah, mungkin bagi mereka ini sebuah desakan yang meneror hari-hari mereka.
Pandemi dan Makna Lain dari Resepsi
Bukannya bermaksud bersyukur atas kehadiran covid-19 dan melecehkan perjuangan tenaga medis. Tapi kenyataannya terpaan pandemi juga membawa perubahan bermakna. Imbauan social distancing dan pelarangan kegiatan yang melibatkan orang banyak, seperti pernikahan mau tak mau membuat masyarakat menyederhanakan resepsi.
Karena menyangkut persoalan hidup dan mati, masyarakat patuh dan legowo melaksanakan pernikahan secara sederhana. Bukan tanpa perayaan sama sekali, namun pembatasan jumlah undangan, Wedding From Home (WFH) menyederhanakan gengsi.
Semua sepakat, tak perlu gedung megah, yang penting sah.
Tak perlu penyanyi papan atas, yang penting khidmat.
Tak perlu merogoh kocek ratusan juta, yang penting berbahagia.
Pemaknaan baru akan resepsi ini perlu kita rayakan bersama. Meskipun hingga saat ini kita semua masih berjibaku melawan pandemi dan dapat dikatakan belum bisa mengalahkannya. Paling tidak di tengah pandemi ini, kita sama-sama mengalahkan rasa egoisme dan hedonisme.
Doa saya dan semoga juga doa Kompasianer, semoga prinsip kesederhaan dalam hal merayakan pernikahan menjadi langgeng dan tahan lama.
Tak memudar meskipun nanti pandemi usai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H