[caption id="attachment_134231" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar dipinjam dari 4.bp.blogspot.com"][/caption]
Dalam membangun suatu usaha, diperlukan etos kerja yang tinggi, jiwa optimis dan pantang menyerah. Kesuksesan tidak serta merta diraih jika tanpa perjuangan. Berikut akan dijabarkan beberapa peribahasa yang cocok untuk gambaran yang terjadi saat membangun suatu usaha.
Â
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian
Â
Exactly. Untuk bisa menggapai mimpi setinggi langit menjadi pengusaha sukses, siapapun harus mau bersusah payah dahulu baru bersenang-senang kemudian. Lha iya, contoh kisah hidup sukses ala bangsa Tionghoa yang pandai mengatur keuangan sedikit demi sedikit. Mereka rela makan bubur tiap hari dan berpakaian seadanya sehingga kelebihan uang yang ada diputarkan seluruhnya saat usaha masih kecil. Mereka mampu menekan hawa nafsunya demi mencapai tujuan akhir yang diidamkan. Seringkali kita punya paham yang salah dalam mengelola keuangan. Saat ada uang, kita dengan mudah membelanjakannya tanpa perencanaan yang tepat demi memuaskan keinginan kita akan makan yang enak, pakaian bagus, gadget ini itu dan lain-lainnya. Akibatnya, uang yang bisa kita investasikan sangat minim dan terbatas. Bahkan, seringkali harus gigit jari saat mengalami kenyataan besar pasak daripada tiang.
Â
Terlanjur basah, ya sudah mandi sekalian
Â
Yup. Kita sudah terlanjur buka usaha sendiri. Rela meninggalkan pekerjaan tetap terdahulu sebagai karyawan. Rela meninggalkan zona nyaman menuju zona antah berantah. Ya, membangun suatu usaha baru ibaratnya nyemplung ke suatu dunia yang kita belum tahu bagaimana nasib kita nanti. Hanya ada dua kemungkinan, berhasil dan gagal. Lalu bagaimana kalau nanti gagal dan gagal lagi ? Terlanjur basah ya sudah mandi sekalian. Artinya, kita harus punya pemikiran ini dunia baru kita yang penuh tantangan, yang layak diperjuangkan dengan sempurna. Tak ada pilihan lain lagi. Bangun niat dan kekuatan bahwa apapun yang akan terjadi, itu resiko yang harus kita ambil. Semakin besar tantangan, akan semakin besar pula resiko kegagalan dan kesuksesannya. Tergantung kita mau memilih yang mana, lalu sinkronkan dengan cara kita menyikapinya. Kalau gagal, ya bangkit, coba lagi..pelajari dimana letak kesalahannya, evaluasi kemudian perbaiki. Cari cara yang baru sampai mencapai tujuan akhir.
Â
Nek wani ojo wedi-wedi, nek wedi ojo wani-wani
Â
Pernah mendengar istilah Jawa ini ? Artine opo yo ? Translate dalam bahasa Indonesianya adalah kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani. Piye kuwi ? If you're brave don't be afraid and if you're scare don't be brave. Kira-kira begitu bahasa Inggrisnya, betul begitu pak Gustaaf Kusno ? Mohon diralat jika salah hehe..Well, dalam membangun suatu usaha, kita tidak boleh setengah-setengah melakukannya. Tetapkan tujuan di awal, pakai intuisi kita, apakah kita yakin ? Jika iya, lakukan ! Jika ragu-ragu mending jangan dilakukan dulu. Tunggu sampai hati kita mantap untuk melakukannya. Karena tekad yang kuat, berani dan fokus terencana akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan dengan tekad yang lemah, takut dan tidak fokus. Begitu kan kira-kira ? Karena itu kalau berani ya berani 100 persen jangan takut-takut dan jika takut ya jangan berani coba-coba. Just wasting time nanti..
Â
Say no to besar pasak daripada tiang
Â
Kok bisa ? Logikanya kan pasak itu lebih kecil daripada tiang. Kalau sampai pasak yang lebih besar dari tiang pastinya pasak itu pasak raksasa ya ? Luar biasa hehe..Itulah, mestinya kita introspeksi diri jika pengeluaran kita lebih besar daripada pemasukan kita. Lah iya, kalau sampai pengeluaran lebih besar dari pemasukan pasti kita sering tekor. Mestinya kan hidup sesuai dengan penghasilan yang didapat bahkan kalau bisa pengeluaran seminim mungkin sehingga sisa penghasilan dapat ditabung atau diinvestasikan sehingga bisa berkembang lebih besar. Bukannya menumpuk hutang sampai kerepotan untuk membayar. Jadi, hidup sesuai dengan kebutuhan bukan sesuai keinginan. Kalau sesuai keinginan, tak akan ada habisnya. Maunya ingin ini, ingin itu..waa..habis deh uangnya kalau tidak direm keinginannya. So, low profile aja deh..pola hidup sederhana rasanya lebih pas kalau mau hidup ayem tentrem, aman, sentousa, dan sejahtera. Dalam berbisnis juga seperti itu. Prinsipnya, dengan modal serendah-rendahnya, menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya. Nah..cocok dengan prinsip ekonomi kan ?
Â
Bersahabat dengan ketidakpastian
Â
Yeah..kalau mau yang pasti-pasti aja, mending jadi karyawan tetap. Gaji tiap bulan sudah pasti diterima, bisa merencanakan mau ditabung berapa, mau dibelanjakan berapa, mau buat traktir teman berapa, pokoknya bisa ada gambaran karena kondisi keuangan sudah bisa diprediksi. Kalau jadi pengusaha ? Belum tentu..hari ini beda banget dengan hari kemarin atau besok. Selalu berbeda. Hari ini ramai, besok nggak tahu deh..Karena itu, yang namanya ketidakpastian harus bisa menjadi sahabat terbaik. Bagaimana caranya si tidak pasti ini bisa menjadi pasti perlu diupayakan. Caranya ? Pasang target ! Ya, targetlah hari ini, bulan ini, tahun ini mau mencapai omset berapa. Kemudian cari cara bagaimana target itu bisa tercapai. Promosi dimana-mana, program bonus, potongan harga, kepuasan konsumen, layanan terbaik, hubungan personal yang baik dengan pelanggan, pokoknya segala kebutuhan konsumen diupayakan dengan semaksimal mungkin. Dengan restu Tuhan, semua itu bisa !
Â
Sambil Menyelam, minum air
Â
Sekali jalan, dua – tiga tujuan tercapai. Efektif dan efisien. Tiru cara perusahaan franchise fast food menawarkan barang dagangannya. Sudah beli ayam goreng, ditawari produk lain seperti mau supnya pak ? Kentangnya, masih panas lho pak ? Dan cara ini memang cukup ampuh setelah saya praktekkan di toko ban dan onderdil saya. Tadinya ada seorang Bapak cuma mau beli baut saja, lalu saya lihat ban mobilnya sudah mau gundul, saya tawari harga ban terbaik. Eh, tak lama kemudian si bapak datang lagi untuk ganti ban yang saya tawarkan tempo hari. Sudah ada uangnya katanya. Saat ganti ban, saya tawari lagi, olinya pak, onderdilnya. Ya..si bapak tertarik untuk membeli. Sambil menyelam minum air kan ? Jadi, perbanyak transaksi lebih efektif untuk menaikkan omset. Plus, pelanggan puas karena merasa kebutuhannya diperhatikan.
Â
Anjing menggonggong, kafilah berlalu
Â
Tunggu dulu, ini bukan berarti sebagai pengusaha harus cuek bebek tapi harus punya kepekaan yang tajam. Baru-baru ini saya mendapat semacam intervensi dari pihak kompetitor yang merasa usahanya terancam dengan keberadaan usaha baru saya. Si kompetitor dengan terus terang menyatakan keberatannya jika pelanggannya beralih ke tempat saya dan dia mendikte saya masalah harga jangan murah-murah karena bisa merusak pasaran. Pasaran siapa ? Sekarang begini saja, lokasi usaha saya cukup jauh jaraknya dengan kompetitor. Dalam berbisnis, saya menerapkan sikap profesioanlisme dan management yang cukup terencana. Tentunya saya punya banyak strategi untuk menjaring pelanggan. Kalau pelanggan suka belanja di tempat saya, mestinya kompetitor kan introspeksi diri kenapa bisa begitu ? Apakah ada yang kurang dari pelayanannya selama ini ? Toh, saya tidak merebut dengan paksa, pelanggannya sendiri yang mau mencoba dan ternyata cocok. Bersaing itu biasa kan, toh saya bersaing secara sehat, tidak menjelek-jelekkan usaha kompetitor lain. Hak saya mau pakai strategi apa, pelanggan bisa memilih sendiri. Begitu kalau pola pikir saya. Jadi, intervensi itu saya anggap masukan yang positif saja untuk bisa lebih maju dan berkembang lagi, bukan sebagai suatu ancaman yang harus ditanggapi dengan emosi. Buang energi saja.
Â
Jangan tong kosong berbunyi nyaring
Â
Dalam berbisnis seringkali konsumen mudah terjerat dengan banyak iklan yang menyesatkan. Iklannya heboh, dengan iming-iming yang wow, begitu uang sudah melayang, pembeli kecewa karena produk yang dibeli ternyata tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Nah, sebisa mungkin hal-hal seperti ini dihindari karena kekecewaan pembeli bisa berakibat pada kelangsungan usaha. Maunya usaha kan untuk jangka panjang, masa depan, bukan hanya heboh sebentar kemudian hilang gemanya dan berakhir dengan sepi pembeli. Jadi, usahakan iklan yang benar-benar menolong konsumen dari kebutuhannya. Kalau perlu konsumen diberi pemahaman yang jelas tentang product knowledge yang akan dibeli, disesuaikan dengan budget yang ada dan dipilihkan yang paling sesuai dan cocok dengan kebutuhannya. Kalau sudah begitu, pasti pelanggan akan puas dan datang lagi..lagi..dan lagi..hehe..
Â
Tuna sathak bathi sanak
Â
Bah, peribahasa macam mana pula ini ? Tenang bro, ini peribahasa Jawa maning yang artinya rugi sedikit yang penting untung saudara. Ya, dalam berbisnis pun tidak melulu keuntungan yang dikejar. Menjual hendaknya tidak hanya sekedar menjual saja. Hendaknya diupayakan ada hubungan yang baik laksana keluarga sendiri dengan pelanggan sehingga bisa memberikan aura positif. Sebagai awal untuk menjaring pelanggan supaya loyal, tak apalah kita berkorban dulu untuk mau merugi sedikit yang penting kita bisa tambah persaudaraan. Kalau sudah begitu, satu pelanggan itu punya keluarga, saudara, teman-teman yang bukan tidak mungkin jika merasa diuntungkan dengan usaha kita, akan dengan mudah bahkan tanpa perlu diminta merekomendasikan usaha kita kepada relasi-relasinya yang luas. Bukankah cara ini cukup efektif tanpa perlu membayar iklan yang cukup mahal ? Akan muncul pelanggan-pelanggan baru yang merasa tertarik dengan rekomendasi dari langganan lama kita. Jadi, pelihara langganan lama dengan baik, dan sambut pelanggan baru dengan suka cita serta pelayanan yang maksimal. Begitu..
Â
Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit
Â
Coba bandingkan, mau toko laris dengan untung yang tidak terlalu besar, atau untung banyak tapi pembeli jarang-jarang ? Yang paling utama dalam berbisnis sebenarnya adalah omset yang selalu meningkat sehingga perputaran barang maupun uangnya cepat. Dengan begitu, usaha bisa cepat berkembang dan mudah untuk melebarkan sayap. Lebih baik untung seribu rupiah tapi barang yang keluar 50 item misalnya, daripada untung dua ribu tapi barang yang keluar cuma lima item. Kecenderungan pembeli adalah mendapatkan harga yang cukup murah bila dibandingkan dengan toko lain meskipun selisihnya tidak terlalu banyak. Apalagi jika barang itu termasuk barang yang paling dicari, yang cepat laku, jangan buru-buru mematok harga yang tinggi.
Â
Pembeli adalah Raja
Â
Raja apa nih ? Raja dangdut, raja hutan atau raja kaya ? Hehe..apapun itu, siapapun itu dalam berbisnis tidak mengenal diskriminasi. Semua pelanggan adalah raja yang pantas dilayani dengan sebaik-baiknya. Tak peduli apakah pembeli kita penampilannya sangat sederhana. Semua mempunyai hak yang sama. Pelanggan mempunyai kebutuhan, maka sudah tugas kita untuk memberikan pelayanan yang terbaik atas kebutuhannya. Fokus dan jangan membuat kekecewaan. Kepuasan pelanggan adalah yang utama. Segala masukan positif dari pelanggan layak kita pertimbangkan demi kemajuan usaha. Bahkan sangat penting untuk melayani pelanggan dengan hati, seperti melayani diri kita sendiri. Anggap pelanggan sebagai raja, bos yang sesungguhnya. Karena merekalah ujung tombak dari usaha kita.
Â
Hm..kira-kira peribahasa apalagi ya..masih banyak sepertinya. Lain kali aja ya disambung lagi, ada barang datang nih, mau stock opname dulu hehe.. Salam sukses !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H