Mohon tunggu...
Julianto Simanjuntak
Julianto Simanjuntak Mohon Tunggu... profesional -

.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kebisuan Para Ayah

30 November 2015   10:07 Diperbarui: 30 November 2015   10:53 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Dr. Julianto Simanjuntak  

Belakangan ini banyak penelitian yang membuktikan bahwa kehadiran ayah dalam kehidupan anak, khususnya anak laki-laki, sangat mempengaruhi pembentukan harga diri dan identitasnya. Anak laki-laki tanpa figur ayah cenderung tumbuh menjadi anak yang sulit. Dia bisa kehilangan pegangan, memberontak, melawan hukum dan berbagai perilaku negatif lainnya.

Setidaknya itu yang kami perhatikan bersama tim di ruang konseling Pelikan Indonesia. Masalah anak umumnya bersumber dari para ayah dan atau Ibu mereka. Keluarga adalah sebuah sistem dimana Orangtua menjadi poros utama sistem tersebut. Kehadiran dan peran aktif Ayah dan Ibu sangat penting bagi pertumbuhan anak. 

Absent Fathers, Lost Sons adalah judul buku yang ditulis oleh Guy Corneau. Dalam Bahasa Indonesia buku ini diterbitkan dengan judul “Ayah yang Tidak Dirasakan Kehadirannya, Putra yang Kehilangan Arah”.

Dalam buku ini Corneau menuliskan perasaannya sebagai remaja putra berkaitan dengan relasinya dengan ayahnya. Ketika dia kecil, hubungan dengan ayahnya sangat baik. “Saya ingat permainan yang dulu suka kami mainkan,” tulisnya, “saya juga ingat cerita-cerita ayah tentang masa kecilnya… Lalu tiba-tiba saja, ketika saya memasuki pubertas, ketika saya paling membutuhkan ayah saya, ia tidak lagi hadir. Ia telah hilang, lenyap.”

 

Ketidakhadiran ayahnya membuat Guy selalu  mempersalahkan dirinya. “Mungkin saya tidak lagi menarik minatnya”. Guy begitu ingin mendapatkan perhatian ayahnya kembali, ingin berbicara kepada ayahnya; tetapi dia bingung bagaimana meruntuhkan tembok yang terbentang di antara mereka.

Dalam praktek, kuliah, dan penelitiannya di kemudian hari Corneau mendapatkan kenyataan bahwa kepedihannya waktu itu dialami juga oleh banyak remaja pria. Ini sudah diwariskan dari generasi ke generasi, yaitu kebisuan yang menyangkal kebutuhan setiap anak remaja untuk diakui oleh ayahnya.

 

KEBISUAN PARA AYAH

Budaya kita juga mendukung “kebisuan” kaum pria. Misalnya, kalau pria banyak berbicara disebut “cerewet seperti perempuan”. Lelaki yang berwibawa adalah mereka yang penampilannya tenang, bicara seperlunya, dan tidak menunjukkan perasaannya. Ini sudah diwariskan dari generasi ke generasi.

Diperlukan kesadaran baru untuk para ayah bahwa walaupun putranya sudah remaja, kehadirannya  tetap sangat diharapkan. Anak-anak rindu punya hubungan yang akrab dengan ayah mereka.

Josh McDowell memaparkan hasil penelitian mengenai pentingnya hubungan yang berarti antara ayah dan putra-putrinya dalam bukunya, “The Father Connection”.

Penelitian itu – memberi indikasi kuat bahwa hubungan dengan ayah merupakan faktor penting dalam kesehatan, perkembangan dan kebahagiaan seorang anak. Ini tidak berarti bahwa para ibu tidak penting. 

Faktanya dalam kebanyakan peristiwa dalam hidup seorang anak atau remaja, ibu ada di sana, melakukan tugasnya, mengurus anak-anak, berbicara dengan anak-anak, dan meluangkan waktu dengan anak-anak. Akibatnya, anak-anak tahu bahwa ibu dapat terjangkau, mengasihi, omunikatif dan menerima.

Tetapi dengan ayah, berbeda. Nampaknya, para ayah kurang dapat menerima hubungan yang akrab, kurang terlibat atau kurang komunikatif dengan anak-anaknya. Sama seperti kita semua, anak-anak kita merindukan apa yang tidak mereka miliki. Dalam hal ini, anak-anak rindu punya hubungan yang akrab dengan ayah mereka.

 

KEHADIRAN AYAH

Kehadiran ayah sangat dibutuhkan oleh remaja pria karena dalam kenyataannya banyak remaja pria bingung menghadapi pesan-pesan yang muncul dalam masyarakat soal bagaimana menjadi pria sejati. Remaja sekarang tumbuh dalam masyarakat yang mengagungkan kekerasan dan tanpa batas. Banyak emosi yang muncul yang tidak mereka mengerti dan mereka bingung harus melakukan apa.

Anak-anak pra remaja yang tidak akrab dengan ayah akan sulit membangun pertemanan (peer group) yang sehat. Dia akan merasa kesepian karena kehilangan hubungan yang berarti dengan ayahnya. Akibatnya adalah dia mau berteman dengan siapa saja yang mau menjadi temannya. Dia akan mudah terseret dalam pergaulan yang buruk. Dia tidak mampu membuat keputusan yang benar.

Sama seperti para korban gangguan stress pasca trauma(post traumatic stress disorder), maka anak yang pernah dianiaya atau ditelantarkan orang tuanya di masa kecil akan memendam campuran kemarahan, rasa malu, rasa tidak percaya dan kecemasan yang sifatnya sangat mudah meledak.  Begitu anak ini menjadi dewasa, apa yang dulu dipendamnya akan mulai naik dan meledak ke permukaan.

Betapa besarnya harga yang harus dibayar.  Anak-anak yang diremehkan, dan secara emosi ditelantarkan oleh keluarganya menderita depresi kronis, harga diri menciut, dan tidak mampu mengambil keputusan.  Mereka cenderung terus mencari pengakuan akan nilai dirinya, tetapi terlalu takut menghadapi penolakan sehingga mereka juga tidak berani membela diri.  Mereka terombang-ambing di antara dua ekstrem: dari “perilaku penyendiri” ke “mau mendapatkan keintiman instan”, dari kecurigaan ke pengkhianatan; dan dari mengidolakan ke menguasai orang lain.

 

MEMPERBAIKI RELASI

Kalau relasi orangtua, khususnya ayah, dengan anak telanjur rusak, bagaimana memperbaikinya? Ada  beberapa hal yang bisa dipertimbangkan.

Pertama adalah meminta maaf. Mengakui pada anak-anak bahwa kita sudah mengabaikan mereka saat mereka kecil.  Kita bersikap tidak adil dan membeda-bedakan. Ini tentu sulit bagi sebagian besar ayah, tetapi sekali Anda tulus minta maaf pada anak maka  pintu pemulihan terbuka lebar.

Kedua, kita memperkaya relasi dengan anak-anak dengan cara memberikan waktu dan perhatian lebih banyak.  Jika tidak, maka anak-anak akan sulit mempercayai bahwa ayahnya benar-benar menyesal.  Berilah waktu kepada si anak paling tidak seminggu sekali untuk berdua dan sharing secara pribadi, misalnya sambil makan bersama. Rencanakan juga waktu berlibur dan rekreasi bersama mereka setidaknya dua kali setahun.

Ketiga, tunjukkan kualitas hubungan Anda sebagai ayah kepada ibu mereka. Jika Anda mencintai ibu mereka dan  hubungan anda dengan ibu anak-anak baik, mereka akan merasa aman dan  nyaman. Mereka akan senang ada di rumah.  Home sweet home.

Keempat, cintailah anak-anak dan berilah mereka selalu ada  kesempatan kedua. Izinkan mereka gagal, dan selalu mendapat kasih dan pengampunan dari Anda sebagai ayah. Terutama saat anak remaja, mereka tanpa sadar cenderung melawan kita sebagai ayah mereka. Jika anak mendapatkan cinta tanpa syarat dari ayahnya,  mereka akan mudah mengenal Allah itu Baik.

 

Bahan diskusi

1. Berapa waktu yang sdr sediakan bercakap cakap dengan anak di rumah

2. Apakah ada waktu khusus yang sdr sediakan bicara dari hati ke hati dengan masing-masing anak (hanya berdua)

3.  Apa yang sdr rencanakan agar punya waktu lebih baik dan berkualitas bersama anak?

JULIANTO SIMANJUNTAK

Dari Buku Kebisuan Para Ayah

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun