Ketika mengevaluasi data dari VAERS, penting untuk dicatat bahwa untuk setiap peristiwa yang dilaporkan, tidak ada hubungan sebab-akibat yang telah dibentuk. VAERS mengumpulkan data pada setiap vaksinasi berikut kejadian yang menyertainya, baik itu kejadian yang kebetulan terjadi atau benar-benar disebabkan oleh vaksin. Laporan kejadian buruk kepada VAERS bukanlah merupakan dokumentasi bahwa vaksin menyebabkan kejadian tersebut.Data VAERS berisi baik kejadian ko-insiden saat/setelah vaksinasi, maupun kejadian yang benar-benar disebabkan oleh vaksinasi. Lebih dari 10 juta vaksin per tahun diberikan kepada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, biasanya antara usia 2 dan 6 bulan. Pada usia tersebut, bayi memang berisiko/rentan mengalami kejadian/kondisi medis tertentu, diantaranya demam tinggi, kejang, dan sindrom kematian bayi mendadak (SIDS). Beberapa bayi mengalami kejadian medis tersebut tak lama setelah vaksinasi, secara kebetulan. Kejadian ko-insiden ini membuat sulit untuk mengetahui apakah efek samping tertentu merupakan akibat kondisi medis atau akibat dari vaksinasi. Oleh karena itu, penyedia layanan vaksinasi dianjurkan untuk melaporkan semua kejadian buruk setelah vaksinasi, baik mereka percaya vaksinasi adalah penyebabnya ataupun tidak.
FDA juga mengeluarkan statement ini untuk menentang penyalahgunaan data VAERS oleh komunitas anti-imunisasi. Apakah semua kejadian dilaporkan kepada VAERS disebabkan oleh vaksinasi? Tidak. Karena VAERS menerima semua laporan kejadian penyerta setelah vaksinasi, tidak semua kejadian yang dilaporkan kepada VAERS disebabkan oleh vaksin. Beberapa kejadian mungkin terjadi secara kebetulan setelah pemberian vaksin, sementara yang lain mungkin memang disebabkan oleh vaksin. Penelitianlah yang membantu menentukan hubungan antara imunisasi dan kejadian penyerta tersebut. Sebuah kejadian yang buruk setelah pemberian vaksin bukanlah bukti yang meyakinkan bahwa peristiwa itu disebabkan oleh vaksin. Berbagai faktor (misalnya, riwayat medis penerima vaksin, obat-obat lain yang diberikan berdekatan waktu vaksinasi) harus diperiksa untuk menentukan apakah mereka bisa menyebabkan kejadian penyerta. Banyak kejadian penyerta yang dilaporkan kepada VAERS tidak disebabkan oleh vaksin. (dapat anda baca sendiri di http://www.fda.gov/BiologicsBloodVaccines/SafetyAvailability/ReportaProblem/VaccineAdverseEvents/QuestionsabouttheVaccineAdverseEventReportingSystemVAERS/default.htm)
3. Bordetella Pertussis - "Whooping Cough"
"Pada 1986 ada 1300 kasus pertusis di Kansas dan 90% penderita adalah anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi ini sebelumnya. Kegagalan sejenis juga terjadi di Nova Scotia di mana pertusis telah muncul sekalipun telah dilakukan vaksinasi universal"
Pertusis di Kansas
Paragraf di atas tidak memuat rujukan referensi yang sahih darimana laporan tersebut berasal. Tapi tetap saja harus kita telusuri. Mari kita runut sejarahnya, saya mengambil rujukan dari surveilans CDC untuk kasus pertusis dari tahun 1986-1988 di Amerika Serikat, yang dapat anda baca di Current Trends Pertussis Surveillance -- United States, 1986-1988. MMWR. February 02, 1990 / 39(4);57-58,63-66 (http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00001550.htm). Sepanjang tahun 1986 hingga 1988 di Amerika terjadi kejadian pertusis yang cukup banyak, 5 negara bagian dengan angka kesakitan terbesar terjadi di Idaho (17.1 kasus per 100,000 penduduk), Kansas (17.0 per 100,000), Delaware (12.5 per 100,000), Hawaii (10.7 per 100,000), dan New Hampshire (6.6 per 100,000). Wabah yang terjadi di Kansas tahun 1986 memang menyumbang jumlah kasus terbanyak, sebanyak1030 (bukan 1300) kasus pertusis dilaporkan selama tahun tersebut. Selama tahun 1986 hingga 1988 tersebut kejadian pertusis di Amerika Serikat tercatat sebanyak 10,468 kasus (4195 pada tahun 1986, 2823 pada tahun 1987, dan 3450 pada tahun 1988). Berlawanan dengan klaim data pegiat anti-vaksin di atas, berdasarkan data yang dkumpulkan CDC, sebanyak 3793 pasien anak berusia 3 bulan sampai 4 tahun, 63% tidak mendapat imunisasi serial pertusis yang cukup, dan 34% bahkan belum diimunisasi sama sekali. Sudah jelas bukan berapa persen anak yang mana yang kena pertusis, 90% itu data karangan siapa? Laporan kejadian wabah tersebut justru mendukung Amerika Serikat makin giat dengan program imunisasi pertussis di kemudian hari.
Pertussis di Nova Scotia
saya yakin kebanyakan (atau malah semua?) pencopy paste di blog anti-vaksin sebelum membaca ini tidak tahu dari mana pernyataan "kegagalan" imunisasi di Nova Scotia berasal. Ketahuilah, pegiat anti imunisasi pertama yang memiliki ide mengemukakan hal tersebut mencuplik sebagian kalimat dari penelitian ini untuk menipu pembaca:
Halperin SA, Bortolussi R, MacLean D, Chisholm N. Persistence of pertussis in an immunized population: results of the Nova Scotia Enhanced Pertussis Surveillance Program. J Pediatr. 1989 Nov;115(5 Pt 1):686-93.
Penelitian Scott Halperin tersebut sebenarnya merupakan hasil dari metode program surveilans (pelacakan dan pengawasan) yang diperbarui terhadap kasus pertusis di Nova Scotia, dengan metode kombinasi klinis dan laboratoris tersebut dr. Halperin berhasil menemukan kasus pertusis secara lebih banyak dan detil, termasuk kasus pertussis yang terjadi pada individu yang telah menjalani vaksinasi. Sayangnya, kalimat terakhir di abstrak publikasinya yang mana tercantum kalimat "...We conclude that pertussis remains a significant health problem in Nova Scotia, despite nearly universal vaccination" kemudian dijadikan bahan pembodohan publik oleh pegiat anti-imunisasi.
Namun mereka tidak pernah mengungkapkan fakta penelitian dr. Halperin selanjutnya yang telah diajarkan kepada seluruh mahasiswa kedokteran di dunia (yang memang mau mempelajari ilmu kedokteran beneran, bukan yang bayar mahal masuk FK cuma buat cari gelar dokter). Dalam penelitian berjudul :
Bortolussi R, Miller B, Ledwith M, Halperin S. Clinical course of pertussis in immunized children. Pediatr Infect Dis J. 1995 Oct;14(10):870-4.
tersebutlah bahwasanya: "Despite adequate immunization some children develop pertussis. The clinical course in these patients is milder than in unimmunized subjects". Meskipun sudah diimunisasi, seorang anak dapat terkena pertussis, namun dengan gejala yang jauh lebih ringan daripada anak yang tidak diimunisasi. Tahukah anda seperti apa pertussis yang berat & parah? coba baca sendiri Bordetella Pertussis di wiki, atau http://www.cdc.gov/pertussis/clinical/complications.html. Dua penelitian di Nova Scotia oleh Prof. Scott Halperin tersebut justru menjadi landasan penting rekomendasi imunisasi pertusis pada anak.