Friedman mengungkapkan bahwa dalam masyarakat bebas terdapat satu dan hanya satu tanggung jawab sosial perusahaan, yakni memanfaatkan sumber dayanya yang ada dan melibatkan seoptimal mungkin dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungan, selama hal tersebut sejalan dengan aturan-aturan yang ada.
Dalam pengertian perusahaan harus melibatkan dirinya dalam kompetisi yang bersifat terbuka dan bebas tanpa penipuan dan kecurangan dalam upaya meningkatkan keuntungan perusahaan.
Yang perlu dikritisi dari argumentasi yang dikemukakan oleh Friedman's tersebut yaitu berkaitan dengan penekanan tujuan dari perusahaan yang hanya mementingkan kepentingan pemegang saham (shareholders) dengan menghambakan diri pada doktrin “agama akumulasi laba”. Doktrin inilah yang lebih dikenal dengan “shareholders theory” sebagai wujud penolakannya terhadap konsep CSR.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa shareholder theory memandang bahwa fokus CSR adalah pada manajer yang menjalankan tanggung jawab pokok perusahaan dan tanggung jawab sebagai pihak fidusier untuk menghemat dan meningkatkan kekayaan yang dipercayakan shareholders kepadanya tanpa kecurangan. Sedangkan tanggung jawab lain yang dipikulkan kepadanya harus berapa dibawah tanggung jawab tersebut.
Persoalan selanjutnya adalah indikator apa yang digunakan untuk menyatakan etis tidaknya suatu tindakan CSR yang diambil oleh manajer perusahaan. Berdasarkan teori ini, indikator yang digunakan untutuk menentukan suatu tindakan manajer perusahaan dikatakan etis apabila mampu menciptakan kekayaan dan atau keuntungan bagi shareholder dalam melakukan kegiatan usahanya.
Jika indikator ini tidak terpenuhi berarti manajer telah melakukan tindakan tidak etis, yang dalam bahasa Friedmen’s disebut sebagai amoral.
Kritik atas teori ini oleh para pakar menyatakan bahwa, shareholders theory tidak mempresantasikan satu-satunya metode yang dapat digunakan untuk menentukan etika CSR dengan berbagai alasan diantaranya berkaitan dengan tidak komprehensif secara intelektual, memberikan ruang untuk korupsi, menyebabkan manajemen bertindak tidak jujur, menciptakan rawan etika, melahirkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab dan cenderung menghasilkan caos absolute atau kriminalitas dan dengan merusak dasar kapitalisme yang praktis dan etis.
Lebih lanjut Frederick menjelaskan bahwa shareholders theori telah memberikan legalitas dalam hubungan antara manajer dan direktur dengan shareholders. Mereka tidak hanya terikat secara legalitas hukum negara, tetapi juga terikat atas dasar kontrak agensi.
Atas dasar hubungan ini tanggung jawab hukum disamakan dengan tanggung jawab moral dan sosial. Sedangkan tanggung jawab minimalis muncul mengikuti tanggung jawab minimum moral yang tertera dalam hukum.
Sehingga Friedman’s menegaskan bahwa dengan mengikuti dan mentaati hukum berarti telah melaksanakan tanggung jawab sosial. Adapun argumentasi yang digunakan adalah hanya satu kewajiban sosial yaitu menggunakan resources dan terlibat dalam aktifitas yang direncanakan untuk meningkatkan profit sepanjang sejalan dengan aturan yang ada.
Bersambung...