Mohon tunggu...
Julianda Boangmanalu
Julianda Boangmanalu Mohon Tunggu... Lainnya - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Suka pada dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Epistemologi Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Part 2)

4 Juli 2022   19:57 Diperbarui: 4 Juli 2022   20:16 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilsutrasi (bangazul.com)

Definisi dan Teori-Teori Dominan Terbentuknya Konsep CSR 

Secara terminologis CSR  belum memiliki pengertian tunggal yang dapat di generalisir, masih terdapatnya perbedaan pendapat tentang pengertian maupun konsepsinya oleh para ahli. Chambers (2003) mendefinisikan CSR sebagai upaya perusahaan dalam melakukan tindakan sosial termasuk lingkungan hidup lebih dari batas batas yang dituntut oleh peraturan perundang-undangan. 

World Business Council for Sustainable Development (WBSD) mengartikan CSR sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berprilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan.

Definisi CSR oleh Bank Dunia adalah komitmen bisnis yang memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan dan perwakilan mereka, baik masyarakat setempat maupun umum, untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara-cara yang bermanfaat baik bagi bisnis itu sendiri maupun pembangunan.

Dengan nada yang sama Departemen Sosial RI, memberikan batasan pengertian CSR sebagai komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk memberikan kepedulian, melaksanakan kewajiban sosial, membangun kebersamaan, melakukan program/kegiatan kesejahteraan sosial, pembangunan sosial kesejahteraan masyarakat sebagai wujud kesetiakawanan sosial dan menjaga keseimbangan ekosistim di sekililingnya.

 Definisi yang lebih spesifik menurut Dougherty (2003), tanggung jawab sosial itu merupakan perkembangan proses untuk mengevaluasi stakeholders dan tuntutan lingkungan serta implementasi program-program untuk menangani isu-isu sosial. Tanggung jawab sosial itu berkaitan dengan kode-kode etik, sumbangan perusahaan program-program community relations dan tindakan mematuhi hukum.

Perusahaan akan selalu mengalami perubahan yang mengacu ke arah kebersamaan sebagai suatu sistem yang saling berfungsi. Hal ini berkaitan dengan semakin mengglobalnya kepentingan perusahaan, sehingga masing-masing perusahaan akan berkompetisi untuk dapat eksis dalam usahanya. 

Untuk itu strategi yang diterapkan adalah menggalang keikut sertaan sebagai pihak dalam mata rantai usaha yang dijalankannya. Dalam rangka berkompetisi dengan perusahaan lain, maka perusahaan mau tidak mau harus menguatkan pondasi eksisnya perusahaan itu sendiri. Usaha yang paling mendasar adalah melakukan kerja sama dengan stakeholders  yang berada di komunitas lokal

Dalam diskursus hukum perusahaan (corporate law) teori dominan yang berperan dalam terbentuknya konsep CSR ini yaitu, Other Constitusi Theory. Epistimologi konsep CSR ditujukan pada perlindungan terhadap other constituencies. Argumentasi yang dibangun dalam teori ini, bahwa Perusahaan sebagai institusi sosial yang tidak hanya mengakomudir kepentingan pemiliknya (shareholders), akan tetapi terhadap multi konstituen (stakeholders). Pandangan yang dikemukakan E. Merrick Dodd Jr. tersebut menjadi landasan filosofis terhadap konsep CSR.

Teori yang kedua yaitu Shareholder Primacy Theori, yang merupakan simpangan mendasar atas OCT. yaitu shareholders  primacy theory (SPT). Dalam teori ini penekanan utama perusahaan adalah kepentingan dan pelayanan terhadap  pemilik modal, yang teraplikasi dalam struktur maupun operasional perusahaan.  

Kuatnya penetrasi teori ini dalam pemikiran para ahli hukum menjadikannya semacam idiologi dogmatik utamanya pada negara-negara yang menganut Common Law System. SPT  memiliki lima karakter utama sebagai berikut. Pertama, kontrol utama perusahaan harus diberikan pada pemodal.

Kedua, menejemen perusahaan harus dibebani dengan kewajiban untuk mengatur kepentingan pemodal. Ketiga, kepentingan pihak-pihak lainnya dilindungi melalui mekanisme kontraktual dan regulasi yang berada diluar wilayah Corporate Governance. Keempat, pemegang saham minoritas  juga harus mendapatkan perlindungan dari eksploitasi pemodal besar. Kelima, nilai jual saham di pasar saham merupakan satu-satunya tolak ukur kepentingan pemilik modal pada perusahaan publik.

Pandangan Shareholders Teori Terhadap CSR

Sejak digulirkan konsep CSR langsung mendapat berbagai tanggapan dari berbagai pakar, terutama pakar ekonomi. Salah satu tokoh yang kontroversial dalam menanggapi konsep CSR ini adalah ekonom besar amerika serikat Milton Friedman's. 

Beliau adalah tokoh utama dari lahirnya neo-liberalisme yang mengedepankan konsep pasar bebas yang didasarkan pada doktrin ekonomi klasik Adam Smith yang terkenal dengan konsep "maximization profit" pada tahun 1976. dalam perkembangan konsep ini justru mengarah pada doktrin "agama akumulasi laba".

Milton friedman's berusaha mengeksplorasi pemikirannya sedemikian rupa oleh kritikannya terhadap CSR dalam bukunya "Capitalism and Freedom". Kritikannya yang tajam tentang CSR yang dimuat dalam New York Time Megazine, tanggal 13 September tahun 1970 yang berjudul "the Social Responsibility is Business in Crease its Profits". 

Artikel tersebut menekankan bahwa satu-satunya tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan. Tanggung jawab itu diletakkan pada bagian manajer yang sesuai dengan aturan main yang berlaku dalam masyarakat, hukum maupun kebiasaan etis. 

Tetapi manajer tidak mempunyai tujuan lain dan pasti tidak terikat dengan tujuan-tujuan sosial yang asing terhadap tugasnya untuk menghasilkan keuntungan sebesar mungkin untuk perusahaan.

Lebih lanjut Friedman's menyatakan jika manajer melaksanakan CSR atas nama perusahaan yang dituangkan dalam berbagai bentuk, berarti manajer telah memungut pajak dari perusahaan dan sekaligus menentukan bagaimana pajak itu digunakan. Memungut dan menggunakan uang pajak bukanlah tugas manajer perusahaan tetapi adalah tugas pemerintah. 

Apabila manajer mengimplementasikan CSR dalam aktivitas usahanya berarti manajer telah menyalah gunakan posisinya. Dengan kata lain manajer telah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, tetapi tugas itu dilakukan tanpa adanya kontrol demokrasi yang selayaknya mengiringi setiap langkah tugas pemerintahan.

Selain itu Milton Friedman's menegaskan bahwa doktrin CSR telah merusak sistem ekonomi pasar bebas. CSR akan mengakibatkan sistem ekonomi menuju kearah ekonomi berencana, seperti negara-negara sosialis, dan doktrin ini juga bersifat subversif terhadap masyarakat yang bebas dan demokrasi. 

Friedman mengungkapkan bahwa dalam masyarakat bebas terdapat satu dan hanya satu tanggung jawab sosial perusahaan, yakni memanfaatkan sumber dayanya yang ada dan melibatkan seoptimal mungkin dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungan, selama hal tersebut sejalan dengan aturan-aturan yang ada. 

Dalam pengertian perusahaan harus melibatkan dirinya dalam kompetisi yang bersifat terbuka dan bebas  tanpa penipuan dan kecurangan dalam upaya meningkatkan keuntungan perusahaan.

Yang perlu dikritisi dari argumentasi yang dikemukakan oleh Friedman's tersebut yaitu berkaitan dengan penekanan tujuan dari perusahaan yang hanya mementingkan kepentingan pemegang saham (shareholders) dengan menghambakan diri pada doktrin “agama akumulasi laba”. Doktrin inilah yang lebih dikenal dengan “shareholders theory” sebagai wujud penolakannya terhadap konsep CSR.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa shareholder theory memandang bahwa fokus CSR adalah pada manajer yang menjalankan tanggung jawab pokok perusahaan dan tanggung jawab sebagai pihak fidusier untuk menghemat dan meningkatkan kekayaan yang dipercayakan shareholders kepadanya tanpa kecurangan. Sedangkan tanggung jawab lain yang dipikulkan kepadanya harus berapa dibawah tanggung jawab tersebut.

Persoalan selanjutnya adalah indikator apa yang digunakan untuk menyatakan etis tidaknya suatu tindakan CSR yang diambil oleh manajer perusahaan. Berdasarkan teori ini, indikator yang digunakan untutuk menentukan suatu tindakan manajer perusahaan dikatakan etis apabila mampu menciptakan kekayaan dan atau keuntungan bagi shareholder dalam melakukan kegiatan usahanya. 

Jika indikator ini tidak terpenuhi berarti manajer telah melakukan tindakan tidak etis, yang dalam bahasa Friedmen’s disebut sebagai amoral.

Kritik atas teori ini oleh para pakar menyatakan bahwa, shareholders theory tidak mempresantasikan satu-satunya metode yang dapat digunakan untuk menentukan etika CSR dengan berbagai alasan diantaranya berkaitan dengan tidak komprehensif secara intelektual, memberikan ruang untuk korupsi, menyebabkan manajemen bertindak tidak jujur, menciptakan rawan etika, melahirkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab dan cenderung menghasilkan caos absolute atau kriminalitas dan dengan merusak dasar kapitalisme yang praktis dan etis.

Lebih lanjut Frederick menjelaskan bahwa shareholders theori telah memberikan legalitas dalam hubungan antara manajer dan direktur dengan shareholders. Mereka tidak hanya terikat secara legalitas hukum negara, tetapi juga terikat atas dasar kontrak agensi. 

Atas dasar hubungan ini tanggung jawab hukum disamakan dengan tanggung jawab moral dan sosial. Sedangkan tanggung jawab minimalis muncul mengikuti tanggung jawab minimum moral yang tertera dalam hukum. 

Sehingga Friedman’s menegaskan bahwa dengan mengikuti dan mentaati hukum berarti telah melaksanakan tanggung jawab sosial. Adapun argumentasi yang digunakan adalah hanya satu kewajiban sosial yaitu menggunakan resources dan terlibat dalam aktifitas yang direncanakan untuk meningkatkan profit sepanjang sejalan dengan aturan yang ada.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun