Menurut pengamat pendidikan, Darmaningtyas, sebagaimana dilansir KOMPAS.com, bahwa diantara penyebab terjadinya kasus suap oleh sang rektor karena tiga hal, yakni:
Pertama, adanya jalur mandiri penerimaan mahasiswa baru. Dalam UU Pendidikan dibuka celah bagi seluruh perguruan tinggi yang memenuhi syarat untuk menerima mahasiswa baru melalui jalur mandiri. Ini yang dianggap sebagai celah untuk melakukan suap dalam penerimaan mahasiswa terebut.
Kedua, mekanisme pemilihan rektor tak ubahnya dengan pemilihan pejabat negara. Calon rektor yang dipilih tak hanya berdasarkan pertimbangan akademik semata, tapi lebih didominasi karena faktor politik.Â
Oleh karenanya, dalam melakukan lobi-lobi tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Saat sudah terpilih, ia tentu berusaha untuk mengembalikan modal yang telah ia keluarkan saat pemilihan.
Ketiga, jabatan rektor adalah jabatan politis dan prestisius. Hal ini menyebabkan konsekuensi ekonomi dan sosial tinggi. Dimana dalam melakukan pergaulan sehari-hari atau relasi sosial lainnya, rektor akan menjaga gengsi.Â
Terutama dalam kegiatan-kegiatan yang membutuhkan biaya, biasanya rektor akan rela mememberikan sumbangan dengan nilai yang tinggi di atas rata-rata dosen atau relasi lainnya.Â
Padahal, penghasilan rektor sangat terbatas. Namun, demi menjaga relasi tetap terjaga dengan baik, maka ia rela untuk memberikan di atas kemampuan penghasilannya.
Dengan demikian, maka mekanisme penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri tersebut perlu kajian lebih lanjut. Khususnya terkait mekanisme dan urgensinya. Agar ke depan, tidak menjadi celah bagi civitas akademika dalam melakukan perbuatan korup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H