Terkait dengan pembatasan kekuasan presiden dan wakil presiden di dalam konstitusi kita diatur dalam Pasal 7 UUD 1945, berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih  kembali  dalam jabatan  yang sama, hanya untuk  satu kali masa jabatan".Â
Dikutip dari Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Buku 4 Jilid 1 diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi, bahwa semangat perubahan Pasal 7 UUD 1945 tersebut adalah pembatasan kekuasan presiden. Seluruh fraksi saat sidang pada Rapat Sidang Umum BP MPR 1999 Ke-2 menyatakan setuju terhadap pembatasan tersebut.
Isi Pasal 7 tersebut merupakan turunan dari isi TAP MPR No. XIII/ MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik. Ketetapan tersebut hanya berisikan satu pasal yang berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."
Norma pembatasan kekuasaan presiden sebagaimana dituangkan dalam TAP MPR dan Pasal 7 UUD 1945 tersebut selanjutnya diakomodir dalam Pasal 169 khususnya huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017.Â
Norma tersebut dituangkan sebagai salah satu persyaratan calon presiden dan wakil presiden. Dimana, calon presiden dan calon wakil presiden belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Dengan pertimbangan pembatasan kekuasan presiden sesuai TAP MPR No. XIII/ MPR/1998 Â dan Pasal 7 UUD 1945, maka dalam hal presiden yang telah menjabat dua kali menjabat dalam jabatan yang sama, berdasarkan norma tersebut, tidak dibenarkan untuk kembali menjadi calon wakil presiden.Â
Karena bila diperkenankan untuk dicalonkan kembali dan menang, maka dengan alasan Pasal 8 UUD 1945 ada kemungkinan seorang Wakil Presiden akan menjabat sebagai presiden untuk yang ketiga kalinya. Tentunya hal ini juga akan bertentangan dengan TAP MPR No. XIII/ MPR/1998 Â dan Pasal 7 UUD 1945.
Dengan demikian, berdasarkan interpretasi gramatikal dan historis maka dapat disimpulkan bahwa Presiden Jokowi tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Wakil Presiden karena bertentangan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 dan tidak sejalan dengan TAP MPR No. XIII/ MPR/1998 Â dan Pasal 7 UUD 1945, serta tidak elok dari sisi etika politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H