Mohon tunggu...
Julaila Haris
Julaila Haris Mohon Tunggu... Guru - SMK Negeri Kokar, Kabupaten Alor-NTT

Menulis, Membaca, dan Berbicara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Takut Menjadi Perawan Tua Part 4

3 Maret 2024   01:14 Diperbarui: 28 Mei 2024   18:49 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Part 4

"Mati aku, hari ini aku bakalan dimarahin habis-habisan oleh manager kantor" 

Begitu penasarannya aku dengan Haikal membuat hari ini aku terlambat tiba di kantor. Paling lama perjalananku biasanya 1 jam, karena jarak rumahku dengan kantor lumayan jauh. Kali ini aku sampai terlambat 2 jam. Astaga..... Hari ini aku akan melihat wajah serigala dalam amarah butanya managerku. Dia tak akan peduli alasan mengapa kamu terlambat. Bila amarah sudah menguasainya dia tak kan peduli siapa dirimu.

Benakku benar, 08.00 kedatanganku sudah dinantikan oleh teman-temanku. Meraka ingin melihat ekspresi wajahku yang cengeng ini ketika dimarahi menager. Memang itu sudan menjadi tradisi kami. Siapa saja teman-teman kami yang datang terlambat akan kami bully habis-habisan setelah mendapatkan ceramah hangat dari manager. Dia sudah menunggu sejam yang lalu pas tepat di depan pintu ruangan kerjaku. Wajahnya terlihat berubah seketika seperti seekor serigala. 

"Selamat pagi, Pak. Maaf saya terlambat." Aku menyapanya dengan suara manis seperti biasanya.

"Kamu tahu tidak peraturan kantor ini? Selain menyelesaikan tugas tepat waktu, disiplin adalah prioritas utama dalam pengembangkan mutu perusahaan kita!" Dengan nada membentak dan semakin meninggi dia memarahiku seperti seorang anak kecil yang terlambat pulang ke rumah karena keasyikan bermain. Memang begitulah perangai manager kami. Dia tak pernah menganggap kami ini adalah manusia dewasa. Dia memperlakukan kami seperti anak-anak SMA yang sering lalai dalam tugas mereka sebagai pelajar. Huff..... Kadang kami semuanya bosan dan jenuh. Ingin rasanya kami membalas setiap cemoohannya, tapi kami masih sangat menghargai dia sebagai atasan kami, karena bagaimanapun juga dia tetap pimpinan kami.

"Kalau di kantor saya ada 5 atau 6 saja karyawan seperti kamu, sudah tentu kinerja perusahaan saya bisa menurun." Lanjut manager terus memarahiku.

"Maafkan saya pak, saya berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi." 

Padahal....... Selama ini aku selalu hadir tepat waktu. Tidak pernah sama sekali aku terlambat seeprti hari ini. Tidak seeprti temanku Sella. Karena dia sudah menikah, sehingga tuntutan mengurus keluarganya Sella anggap lebih penting dibandingkan dengan pekerjaannya. Hampir setiap hari Sella dimarahi oleh manager. Tapi mau bagaimana, itulah pilihan setiap orang, disatu sisi keluarga adalah segalanya, disisi yang lain pekerjaan juga sangat penting karena menunjang kehidupan. Kepemimpinan itu tidak selamanya tentang seberapa hebatnya Anda menguasai management leadership, tapi bagaimana ketika menjadi pimpinan Anda mampu memanage management menggunakan akal sehat dan memanusiakan manusia atau karyawan-karyawanmu menggunakan hati. Sesimple itu sebenarnya. Namun mungkin karena kedudukan, golongan, ras, ataukah pangkat sehingga nilai integritas hati sudah tidak ada lagi dalam memanusiakan manusia dengan baik.

"Lain kali bila kamu terlambat lagi seperti ini, kamu akan saya pecat." 

Ancaman manager sudah tak asing lagi ditelingaku, karena kalimat-kalimat ini sudah sering kudengar bila ada karyawan yang melakukan kesalahan kerja ataukah terlambat masuk kantor seperti aku hari ini. 

Hari ini sungguh naas bagiku, memang ini adalah kesalahanku, aku tak berniat membela diri karena memang aku yang salah. Semuanya terjadi karena pria sawo matang yang bernama Haikal.

Kubersandar di kursi kerjaku, angan-anganku mulai bermain bersama khayalanku.

"Seandainya tadi aku berjumpa dengan Haikal, aku tentunya akan semangat meskipun dimarahin habis-habisan oleh manager. Haikal orangnya tampan,,, matanya,,, dagunya,,, bahkan senyumnya sanggul menjatuhkan bola mataku bila kupandangi wajahnya dari dekat."

Khayalanku mulai mempermainkana otakku.

"Sepertinya hari ini tugasku tidak begitu menumpuk. Hmmm,, aku kerjakan saja tugas-tugas yang sudah menantiku sedari tadi." kataku dengan nada berbisik ketika menekan tombol power komputer yang ada di mejaku.

Kunyalakan komputer di depanku, menanti untuk segera mengoperasikannya, tapi tiba-tiba yang muncul pada layar utama adalah bayangan Haikal. Kukedipkan mataku sekuat-kuatnya, sambil membuka kelopak mataku secara perlahan,,,, itu hanyalah imajinasiku saja.

"Gila.. segitunya aku mikirin Haikal? Pertanyaan konyol yang kusodorkan sendiri untuk diriku.

Aku berusaha untuk lebih teliti lagi kali ini dalam bekerja, sehingga aku dapat pulang tepat waktu dan siapa tahu Tuhan benar-benar menakdirkan untuk aku dapat bertemu dengan Haikal sore ini.

Jarum jam dinding terus berputar, tak.. tak.. tak.. tapi yang kurasakan adalah waktunya berputar sangat lama, sepertinya dia ingin mengajakku bermain dalam buaian mesra angan-angan kasmaran  seperti yang sedang mempermainkanku saat ini.

Tak terasa pekerjaanku selesai, aku berhasil menyelesaikannya dengan pikiran dan hati yang tenang.

Saat jam kerja berakhir, aku bergegas keluar dari ruanganku tanpa peduli lagi dengan mejaku yang masih berantakan dengan tumpukan sampah kertas-kertas yang masih berserakan. Kuhampiri Fino, dan dia masih setia menungguku hingga jam kerja berakhir. Tak tanggung-tanggung lagi, langsung kukemudikan yamaha yang setia menemaniku selama aku bekerja di perusahaan ini. Aku tau karena dedikasiku yang terbilang sangat memuaskan di perusahaan ini sehingga aku dapat mempersunting Fino dengan hasil keringatku. Jadi untuk mengecewakan perusahaan sangatlah tidak mungkin kulakukan, karena dari pekerjaanku ini aku dapat menikmati hasilnya sampai saat ini.

Kumelaju dengan kecepatan standar, tanpa terburur-buru, karena aku masih trauma kala kunaikan kecepatan Fino membuat aku hampir saja mengalami kecelakaan brutal seperti saat kumenabrak motor Haikal. Tapi aku harus tetap bersyukur, dari kejadian itu aku bertemu dengan Haikal secara langsung. 

Aku tiba di tempat di mana aku pernah melihat Haikal, kembali kupandangi sekeliling, tak terlihat juga bayangan Haikal. Sedangkan hari sudah sangat sore, aku harus segera melaju sampai rumah untuk bersih-bersih diri menanti waktu maghrib. 

Dalam pencarianku, aku melihat sosok laki-laki yang pernah mengantarkanku pulang bersama Haikal saat kecelakaan itu. Aku nyaris tak mengenalinya, kupaksakaan otak kananku untuk mengingat aura laki-laki itu. 

"Ya,, ya,, dialah teman Haikal yang waktu itu membantu mengendarai motorku." Ingatanku pulih seketika.

Kuhampiri lelaki itu, "Hallo kak, masih ingat sy? Sy yang waktu itu kk bantu membawakan motor saya bersama kak Haikal pulang ke rumah, masih ingat?"

"Oh,, iya. Sy masih ingat kok. Kejadiannya kan blm lama ini, baru juga kemaren. Bagaimana ya?" Sambil mengerutkan keningnya laki-laki itu seolah menunjukkan rasa penasarannya karena aku menghampirinya.

"Kak Haikal ke mana ya? Kok hari ini saya tidak melihatnya? Apakah kak Haikalnya lagi sibuk?

" Haikal siang tadi sudah ke Surabaya, biasa la.. panggilan pekerjaan. Kebetulan Haikal kerja di Surabaya, dia ke sini juga karena ada sedikit urusan keluarga."

"Kakak punya nomor handphonenya?"

"Oh iya, ada"

"Boleh minta kak, nomor handphonenya?

" Boleh.. 081337568658."

"Ok, makasih ya kak, kalau boleh tau dengan kakak siapa yah?" Ibu jariku sambil ku arahkan ke dirinya.

"Saya Mansyur"

"Baiklah kak Mansyur, karena bentar lagi maghrib saya pamit lebih dulu ya kak. Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati ya.." Balasan salam kak Mansyur mengantarkanku bersama Fino berlalu.

Sore ini aku sampai di rumah dengan hati yang penuh riang gembira. Kudapati ashoka, kamboja, bugenvil seakan tersenyum menawan menyambutku begitu aku dan Fino masuk dalam pekarangan mereka. Tak biasanya kuhampiri mereka ketika pulang kerja, tapi kali ini aku memdekati mereka seakan aku ingin bercerita tentang rahasia hatiku yang sedang memanas akibat api kasmaran. Ku petik setangkai mahkota ashoka, kutarik dalam-dalam nafasku seakan aku sedang berbagi bahagia bersama mereka. Kumemari-nari menginjakkan telapak kaki ku pada hijaunya rerumputan jepang tanpa peduli seberapa sakitnya tubuh mereka karena ulahku.

"Endah,, Endah,," 

Aku terjatuh terkilir karena mendengar namaku disebut.

"Awwww,,, kakiku,,, " Ternyata Ibu yang memanggilku.

"Ibu.. kirain siapa, ngagetin saja Bu, kaki Endah terkilir nih."

"Kamu sih, menari-nari kayak orang kesurupan. Ada apa sih, kok bahagia banget sore ini. Naik gaji ya.. atau dapat upah tambahan dari kantor?"

"Ah Ibu,, enggak kok Bu, Endah cuman lagi pengen menyegarkan otakku, Bu. Hari ini Endah dapat ceramah hangat dari manager. Habis itu, pekerjaan Endah juga banyak banget, Bu. Jadi,, Endah cuman pengen senang-senang dikit. Emang ga boleh ya Bu?" Sambil memegang tangkai ashoka wajahku agak sedikit cemberut manja terhadap Ibu.

Ibu hanya tersenyum tipis, sambil menyuruhku segera mandi karena sebentar lagi waktu maghrib.

"Mandi sana, ayukk.. Dikit lagi waktu maghrib lho Ndah.."

"Iya,, iya Bu...." Sambil berjalan ke arah ibu yang masih berdiri di teras depan, tapi masih tetap dengan wajah cemberut manja ketika aku menghampiri ibu.

"Endah mandi dulu Bu.. Ada air panas ga Bu? Pegal nih badan Endah.." Sambil sedikit menyenggol lengan ibu dan sedikit memainkan alis mataku ke arah ibu. 

Ibu hanya tersenyum melihat sifat kenak-kanakanku, "ada... Baru juga ibu matikan komfornya, sepertinya masih panas. Cepat sana ganti pakaian, keburu ntar airnya dingin lagi." Desak ibuku agar aku segera memgikuti arahannya.

Memang karena aku adalah anak perempuan satu-satunya sehingga aku sering diperlakukan seperti anak kecil. Meskipun begitu aku tidak terlalu begitu menunjukkan sifat manjaku kepada mereka. Aku juga malu karena umurku sudah dewasa. Tapi kadang-kadang keceplosan juga. Misalnya pas bangun tidur,  aku akan langsung menuju dapur, dengan sedikit bermanja-manja aku akan menanyakan "Bu...... masak apa Bu.." Atau yang seperti tadi itu, saat diluar nalarku, aku menanyakan "ada air panas ga Bu?" 

Malahan ibu sangat senang bila aku bermanja-manja denganya. Tapi aku agak sedikit risih bila teman-teman bermain ke rumah. Ibu kadang tak terkontrol lagi memperlakukanku seperti anak kecil, takut bila teman-teman melihatnya. Aku bisa dibully habis-habisan. 

Aku yakin semua ibu di dunia ini sama perlakuannya ke anak-anaknya sama seperti ibuku.

Kasih Ibu sepanjang masa, cinta kasihnya tak terbalas emas dan permata.

****

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun