Mohon tunggu...
Julaila Haris
Julaila Haris Mohon Tunggu... Guru - SMK Negeri Kokar, Kabupaten Alor-NTT

Menulis, Membaca, dan Berbicara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Takut Menjadi Perawan Tua Part 3

29 Februari 2024   00:46 Diperbarui: 29 Februari 2024   06:42 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Part 3

Pagi kembali hadir dengan pancaran sinar membasuh pertiwi. Kuniatkan hati untuk tetap berserah hanya kepada Allah, Sang Khaliq. 'Bismillah' kulafadzkan sebagai awal ayunan raga menjelajahi harian penuh megapnya kehidupan. Bersama Yamaha Fino kulewati jalanan berdebu, menemani menelusuri hijauan pepohonan sepanjang perjalanan ke tempat kerja. 

Aku bekerja sebagai seorang karyawan bagian marketing di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang konsumen. Jarak tempuh yang sangat jauh dari rumah, mendesakku harus berangkat kerja sebelum mentari benar-benar utuh menyirami bumi dengan kehangatan teriknya. 

Kulambatkan langkah Yamaha Finoku agar sampai di tempat tujuan dengan selamat. Tanpa headset ataupun headphone, kunyanyikan beberapa genre pop dan balada sebagai penghibur perjalanan panjang yang masih menjulur di depan. 

Suara klakson di mana-mana, sungguh sangat tak membolehkan untuk mendengar musik menggunakan peralatan earphone tersebut. Aku berhasil lolos dari keramaian lalu lintas yang hampir menghimpitku dalam balutan butiran debu. Sampai tak menyadari bila jemariku sedang bergerak mengikuti lirikan lagu yang sementara kunyanyikan. Genre tetap kudendangkan, kugoyangkan kepalaku ke kanan dan ke kiri mengikuti alunan balada. 

Pandanganku seketika disenggol dengan sosok seorang pria yang kulihat tak asing lagi dalam ingatanku. Tidak begitu jauh dari lokasi di mana pria itu berdiri, kuhentikan langkah Fino, seraya mengingat kembali siapa gerangan pria tersebut. Sambil menopang dagu di atas kepala Fino dan meyisir halus sedikit demi sedikit ujung-ujung kukuku, aku berusaha untuk mengingat kembali siapa pria itu.

"Ah, sudahlah..... Mungkin aku terbawa dengan suasana bait-bait lagu yang kunyanyikan sampai berhalusinasi terhadap sosok penyanyi yang membawakan lagu-lagu ini.." bisikku dalam hati sambil melepaskan kepulan nafas yang mengembung di kedua pipi ini. 

"Huff.. Lanjut perjalanan lagi ah.." kedipan tajam mataku seolah menyuruhku untuk segera membunyikan Fino dan melanjutkan perjalanan.

Satu jam berlalu dan akhirnya si Fino dapat beristirahat di garasi kantor dengan santainya sambil menunggu tuannya berkelana dengan tumpukan-tumpukan berkas di ruangannya.

"Selamat pagi Pak" kusapa managerku dengan senyuman yang penuh dengan aroma semangat pagi karena hatiku sedang berbunga2 kala teringat dengan sosok pria tadi.

"Iya, pagi juga Endah..." senyuman tipis dari wajahnya menyambut salamku, pertanda pagi ini manager sedang good mood. 

Kulangkahkan kaki ke meja kerjaku, melanjutkan beberapa sisa tugas yang masih tertata rapi, meski ada juga beberapa sobekan-sobekan kertas yang membuatnya terlihat sedikit dekil. Kukerjakan tugas-tugas itu dengan penuh semangat, karena pagi ini aku termotivasi dengan dua hal. Pertama, manager menyambutku dengan senyuman, karena bagi kami ketika manager menyambut kami dengan senyuman,,, itu adalah hal yang luar biasa. Manager kami orang yang sangat keras dalam pengawasan pekerjaan setiap karyawannya. Mulai dari tingkat kedisiplinan, sampai pada penyelesaian tugas tepat waktu.Begitu juga dengan aturan-aturan kantor yang seolah itu adalah aturan baku yang benar-benar harus ditatati dan dipatuhi. Terkadang sangat menjengkelkan bila manager sedang bad mood. Namun, itulah pekerjaan dengan segala konsekuensi yang harus dijalani. Yang Kedua, aku termotivasi karena aku sempat melihat seorang pria yang begitu aku melihatnya sedikit menggetarkan jiwaku. Sepertinya pria itu mempunyai sebuah karismatik yang luar biasa, yang dapat membuatku terus memeras otak agar dapat memulihkan ingatanku tentangnya.

Kuselesaikan pekerjaanku dengan penuh konsentrasi dan penuh ketelitian, agar tidak ada kesalahan saat pemeriksaan nanti.

Jam dinding di ruanganku menunjukkan tepat pukul 11. 45, waktunya istirahat shalat dan makan siang. Selesai kujalankan kewajibanku sebagai seorang hamba, bersama seorang teman kami beranjak ke kantin untuk menikmati makan siang. 

Pikiranku mulai terbang ke mana-mana, berkompromi bersama batin, berusaha untuk mengingat sosok pria yang kudapati pagi tadi.

"Endah.. Endah.." lamunanku ditepis oleh Sella, temanku yang sedang duduk menatapku kebingungan.

"Heii,, apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Oh,, tidak,, tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja."

"Wajahmu menunjukkan bahwa kau sedang tidak baik-baik saja. Ada apa, Ndah? Ceritakan padaku, siapa tahu aku dapat membantumu. Apakah ada masalah kantor? Ataukah masalah di rumah? Sella terus saja menyodorkan sejuta pertanyaan.

" Ah Sella,, tidak ada apa-apa kok. Mungkin aku cuma kecapean saja karena pekerjaan kantor yang sangat banyak tadj." 

Kami melanjutkan makan siang, tetapi wajah Sella masih terlihat sedikit kebingungan karena melihat ekspresiku yang tidak menikmati makan siang kali ini. Kami kembali ke ruangan kerja setelah jam istirahat berakhir.

Kutatapi komputer yang ada di depanku, tapi raga dan pikiranku masih tetap pada pria itu.

"Astagfirullah..... Lelaki itu,, lelaki itu,, bukankah dia orang yang pernah kulihat dalam mimpiku. Aku yakin dialah orangnya." 

Kulentikkan jemariku pada kening yang sudah mulai lelah, karena seharian bekerja berhadapan dengan komputer. Tanpa berpikir panjang, aku rapikan meja kerjaku.

"Aku harus segera pulang, semoga pria itu masih berada di tempat di mana aku melihatnya pagi tadi."

Kuberlari menghampiri si Fino, kulajukan kecepatanya berharap dapat bertemu dengan orang yang yang pernah mememani dan memberikan warna-warni dalam mimpiku. 

"Bruuuk..." 

Aku dimakan lamunan sehingga Fino menabrak sebuah motor suzuki berwarna merah tepat di persimpangan bundaran km 3. Nasib baik masih berpihak padaku. Aku tak kenapa-napa. Kuangkat Finoku. Tiba-tiba terdengar ada suara yang begitu lembutnya berbisik ditelingaku. "Adek..... Tidak kenapa-napa? Apakah ada yang terluka? Sambil membantuku berdiri karena aku sempat terjatuh. 

Kusapu sweaterku yang menutup kedua lenganku dan juga celana Chino pada bagian lututku. 

Tak kusangka, begitu kuangkat wajahku perlahan, nampak jelas berdiri di depan bola mataku sosok pria yang seharian ini menjadi topik utama dalam pembicaraan nadi otakku.

"Iya kak, sy baik-baik saja." Rasanya jantung ini hampir terlepas dari peraduannya.

"Mari dek, kuantarkan adek pulang, biar motornya nanti aku hubungi seorang temanku dekat sini untuk membawanya."  Aku mengangguk pertanda akupun mau dia mengantarkanku pulang.

"Baik kak,, tapi aku takut merepotkan." 

"Oh,, tidak sama sekali, mari kubonceng, ayo.." Pintanya.

Dalam perjalanan aku terdiam membisu.

"Adek namanya siapa? Tinggal di mana? 

"Namaku Enda,, aku tinggal di kompleks Mapis, gang 4." Jantungku hampir copot ketika menyebutkan namaku.

"Nama kakak siapa? Aku beranikan mulutku untuk ikut menanyakan namanya. 

" Saya Haikal, lengkapnya Haikal Firmansyah. Adek lagi memikirkan apa? Kok bisa sampaj tidak konsentrasi berkendara seperti tadi?"

Jawaban apa yang harus keberikan.. Ya Tuhan..... Apakah aku harus to the point padanya?

"Belok kiri kak." Sengaja kualihkan pertanyaannya. 

"Rumah adek jauh juga ya.." Dia terus berbasa-basi.

"Nanti dipertigaan depan sana, belok kiri lagi ya..." Kuarahkan terus denah lokasi rumahku agar dia tak begitu terus menginterogasiku layaknya seorang tahanan dalam kasus-kasus kriminal.

"Baiklah..." Sambil tertawa geli dia iyakan saja panduku.

"Pagar kayu berwarna cokelat di depan sana, itu rumahku, kak." 

Perlahan Ia kurangi kecepatan  suzukinya. "Baiklah dek, sampai bertemu kembali, lain kali hati-hati bila berkendara ok."

Sambil menyodorkan tanganku padanya, kuucapkan pula kata terima kasih, dan dia menyambut telapak tanganku dengan balasan tuturan yang,,,,, gilaaaaaa........ aku hampir saja terbang melayang di depannya. Perasaanku sudah tak terkontrol lagi. Aku seperti bertemu dengan pangeran dari kerajaan langot ke tujuh yang hadir tiba-tiba di depanku. Pria itu sudah berlalu bersama temannya yang membantu mengendarai Finoku tadi. Buuussyyyeeeeettt..... Kutarik sedikit kulit lenganku sambil menepuk-nepuk keras pipiku, "Auh,,,,, sakit,,,,, ternyata ini nyata, bukan mimpi." 

Aku terus saja memandangi jalanan yang lagi ramai dengan bisingnya kendaraan yang lalu lalang tak kunjung henti. Hampir setengah jam aku berdiri terpaku sambil tersenyum di halaman rumahku. Kupukul keningku, "sssstttt..... Endah.... Mengapa kamu lupa meminta nomor handphone-nya. Apa yang sedang kamu pikirkan tadi." sambil terus memukul keningku, aku juga terus menyalahkan diriku sendiri. Masih di halaman rumahku, kurebahkan tubuhku di atas hijaunya rerumputan Jepang yang melata indah membalur sepanjang halaman rumahku. Kutatap langit biru yang sebentar lagi akan berubah warna menjadi merah kemerahan. Aku tak habis berpikir sampai beberapa nadiku hampir saja putus bercerai berai. 

Kusambut malam dengan hati penuh gelisah, sepertinya malam bagiku saat ini adalah sebuah ancaman kesabaran untukku menanti kehadiran mentari pagi. Kuterus pejamkan mata, tapi tak dapat terlelap. Aku berusaha menghapus bayangannya agar tak terus terbayangkan dalam ingatanku. Semakin aku berusaha menghapus bayangannya, semakin besar pula bayangan itu terus bersemayam.

Jam dinding sudah mengarah ke 12.00 am, belum juga ada hawa ngantuk yang menghampiri. "Ah biarkan saja, kapan matamu sudah capek, pasti akan terlelap dengan sendirinya.

Serasa baru saja aku pejamkan mata, sudah terdengar alunan kaset mengaji dibuka  di masjid beberapa meter dari rumahku. Mataku seakan tak mau diajak kompromi, tetap kupaksa membuka kedua mataku memenuhi panggilanNYA yang sebentar lagi akan dikumandangkan. 

Kembali kusambut pagi ini dengan wajah yang cerah, secerah sinarnya yang tulus menemaniku setiap harinya. Kujalankan aktifitas seperti biasa dipagi ini sebelum ku persiapkan diriku untuk berangkat ke kantor. 

Alhamdulillah, kecelakaan kecil kemarin tidak begitu melumpuhkan Finoku. Hari ini aku sungguh berhati-hati bersama Fino. Biasanya kunyanyikan beberapa lagu sebagai teman penghibur dalam perjalanan, namun kali ini tidak lagi, karena dalam hatiku hanya berharap semoga aku dapat bertemu kembali dengan Haikal, pria yang membuatku tak dapat pejamkan mata semalaman suntuk. Hingga sampai di tempat yang kemarin aku melihat Haikal, kini tak ada secuil bayanganpun yang menandakan keberadaannya di tempat itu. Kuhentikan si Fino, agar Ia dapat menemaniku menemukan bayangan itu. Tapi tak nampak sedikitpun. Aku kembali melaju, kali ini tetap dengan kecepatan dibawah rata-rata. Tapi masih saja Haikal tak kelihatan batang hidungnya.

"Apakah kemarin itu hanya kebetulan saja aku bertemu dengannya? Hmmmhhh.... Bisa saja, itu hanya kebetulan." Gumamku.

Aku semakin penasaran, niatku untuk ke kantor seketika hilang, hanya karena aku bersungguh ingin menunggunya di tempat ini. Hampir 1 jam aku menanti bayanganya, tapi sama sekali tak kudapati ciri-ciri orang seperti yang mengantarkanku pulang kemarin.

" Mati aku,, aku sudah terlambat ke kantor, siap-siap dapat ceramah panas pagi ini dari big boss."  

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun