Hari-hari berlalu, kujalani aktifitas seperti biasa. Jalan-jalan bersama teman-teman, karierku, semuanya berjalan normal seperti sedia kala.Â
"Sudahlah, biarlah kujalani hidupku sesuai dengan kehendak Allah. Aku hanyalah seorang anak yang harus terus berbakti kepada orang tuaku. Jangan sampai mereka terluka karena aku terlalu memaksakan kehendakku." Gumamku dalam hati.
Aku teringat dengan pesan seorang sahabat yang berteman denganku lewat sosial media, Ranee namanya. Kami sering chating-chatingan. Pernah dalam sebuah chatingannya Ranee berpesan "Bila Endah ingin hajatnya disegerakan oleh Allah, maka berikan dulu sesuatu untuk Allah. Bukankah untuk mendapatkan upah, kita harus belerja dulu...."
Ketika analisaku bermain, ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Ranee. Kuperbanyak ibadahku, tiap malam tak pernah luput dari istiqharah, puasa sunnah selalu menjadi teman menemani siangku, bahkan sedekah subuh tak pernah kulupakan.Â
Niatku tulus, kulakukan semuanya ikhlas hanya untuk ibadah dan kukhususkan hanya untuk menyembah Sang Khalik semata. Meski tak tahu kapan keindahan fatamorgana akan berpihak padaku lewat do'a-do'a yang tak pernah putus kupanjatkan.
Hingga suatu malam dalam lelapnya tidurku, aku bermimpi, aku dilamar seorang pria yang aku sendiri tidak mengenalnya sama sekali. Bersama keluarganya mereka datang dengan membawa seserahan untuk melamarku. Orang tuaku menerima lamaran mereka, dan aku pun mau. Bukan karena suatu keterpaksaan karena  sudah direstui oleh kedua orang tuaku, tapi karena memang aku juga menyukai pria itu, meski baru pertama kali aku melihatnya.Â
Aku terbangun ketika mendengar suara gong-gongan Anjing di depan rumah."Oh.. Aku bermimpi rupanya" Kucoba mengingat kembali paras pria dalam mimpiku tapi tetap saja ingatanku berbisik bahwa Ia pun tak mengenal pria itu. "Lalu, siapakah gerangan pria itu?"Â Kupandangi jam dinding di kamarku, jarum jamnya menunjuk ke angka 12.45. Segera kuberjalan ke tempat wudhu, karena batinku berkata sepertinya mimpi tadi adalah jawaban atas permohonan yang selalu kupanjatkan.
Kembali kulakukan ibadah rutinku di sepertiga malam ini, dalam sujud terakhirku aku memohon "Jika mimpi itu adalah petunjuk dari Allah bahwa dialah jodohku, maka dekatkanlah. Namun pabila semuanya hanyalah bunga tidur saja, maka aku ikhlas akan takdir baik yang sudah Allah siapkan untukku"Â
Aku tidak begitu gelisah karena aku percaya segala ketetapan baik atau buruknya sudah Allah tetapkan untuk setiap hamba-hambaNYA yang beriman.
Esoknya, aku tidak begitu mengingat akan mimpiku yang semalam. Kujalani aktifitasku sebagaimana hari-hari sebelumnya.Â
Ada yang lebih menggugah perasaan ini ketika malamnya kembali aku bermimpi pria yang sama datang dalam mimpiku. Seolah-olah seperti sebuah cerita berepisode. Pria itu mengajakku pergi ke rumahnya, "Dek, ke rumah Abang yukk,, rumah Abang di desa, mau nggak?" sambil memandangi wajahku pria itu mengajakku ke rumahnya. "Ntar aku minta ijin sama Ayah dan Ibu dulu."