Generasi Z, generasi yang lahir di era digital, membawa angin segar sekaligus tantangan baru dalam dunia kerja. Dikenal sebagai generasi yang sangat individualis, menghargai keseimbangan hidup, dan memiliki kesadaran yang tinggi terhadap isu-isu sosial, Gen Z memiliki cara pandang yang unik terhadap karir.
Fenomena Quiet Quitting
Fenomena quiet quitting yang marak di kalangan generasi Z ini menjadi cerminan dari perubahan paradigma dalam dunia kerja. Jika generasi sebelumnya lebih mengutamakan loyalitas dan dedikasi tanpa batas terhadap perusahaan, generasi Z lebih mengedepankan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.Â
Mereka mencari makna dalam pekerjaan dan tidak segan untuk meninggalkan perusahaan yang tidak memenuhi ekspektasi mereka. Hal ini memunculkan tantangan baru bagi para pemimpin perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih fleksibel, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan karyawan.
Lalu, fenomena ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Dengan semakin mudahnya akses ke informasi dan peluang kerja baru, generasi Z merasa memiliki lebih banyak pilihan. Mereka tidak lagi terikat pada satu perusahaan dalam jangka waktu yang lama.Â
Mereka lebih terbuka untuk mencoba berbagai hal baru dan mengejar minat serta passion mereka. Konsekuensinya, perusahaan harus terus berinovasi dan menawarkan benefit yang menarik untuk mempertahankan talenta-talenta muda.
Fenomena quiet quitting bukanlah fenomena yang sepenuhnya negatif. Sebaliknya, ini bisa menjadi sinyal bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan. Dengan memahami akar penyebab dari fenomena ini, perusahaan dapat mengambil langkah-langkah untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.Â
Misalnya, dengan memberikan otonomi yang lebih besar kepada karyawan, mengakui kontribusi mereka, dan menawarkan peluang pengembangan karir yang jelas.
Overachieving: Ambisi Tanpa Batas
Overachieving, atau berprestasi melebihi ekspektasi, adalah sisi lain dari koin dalam dinamika kerja Gen Z. Jika "quiet quitting" mencerminkan keinginan untuk menyeimbangkan hidup dan kerja, maka "overachieving" merefleksikan ambisi tak terbatas untuk mencapai kesuksesan.Â
Gen Z yang termasuk dalam kategori ini seringkali didorong oleh hasrat untuk membuktikan diri, mencapai tujuan yang tinggi, dan meninggalkan jejak yang berarti. Mereka seringkali mengambil inisiatif lebih, bekerja lebih lama, dan memiliki standar yang sangat tinggi bagi diri mereka sendiri.Â
Namun, penting untuk diingat bahwa ambisi yang berlebihan juga dapat membawa konsekuensi negatif, seperti burnout, stres, dan mengorbankan aspek penting lainnya dalam hidup.
Di satu sisi, "overachieving" dapat menjadi aset berharga bagi perusahaan. Gen Z yang ambisius seringkali menjadi inovator, pemecah masalah, dan pemimpin masa depan. Mereka membawa energi positif dan semangat juang yang tinggi ke dalam tim.Â
Tapi, di sisi lain, perusahaan juga perlu memperhatikan kesejahteraan karyawan mereka yang "overachieving". Terlalu fokus pada prestasi dapat mengarah pada penurunan kualitas hidup dan produktivitas jangka panjang.
Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung keseimbangan antara ambisi dan kesejahteraan.Â
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan fleksibilitas, mengakui dan menghargai prestasi, serta menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan profesional.Â
Kemudian, perusahaan juga perlu mendorong budaya kerja yang sehat, di mana karyawan merasa didukung dan dihargai, serta memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.Â
Dengan demikian, Gen Z yang "overachieving" dapat menyalurkan ambisinya secara positif dan berkontribusi pada kesuksesan perusahaan tanpa mengorbankan kesehatan mereka.
Di Antara Dua Ekstrem
Generasi Z, dengan segala kompleksitasnya, menghadirkan tantangan dan peluang baru bagi dunia kerja. Di satu sisi, "quiet quitting" menjadi refleksi dari keinginan mereka untuk memiliki keseimbangan hidup yang lebih baik.Â
Di sisi lain, "overachieving" menunjukkan ambisi dan semangat mereka untuk berprestasi. Namun, di balik kedua ekstrem ini, terdapat nuansa yang lebih kompleks.Â
Banyak anggota Gen Z yang mencari jalan tengah, di mana mereka dapat bekerja dengan produktif namun tetap menjaga kesejahteraan mental dan fisik.Â
Mereka menginginkan pekerjaan yang bermakna, kesempatan untuk tumbuh, dan lingkungan kerja yang mendukung. Perusahaan yang mampu memahami dan memenuhi kebutuhan generasi ini akan memiliki keunggulan kompetitif dalam menarik dan mempertahankan talenta terbaik.
Pergeseran paradigma kerja yang digaungkan oleh Gen Z ini tidak boleh dianggap remeh. Mereka menantang norma-norma lama dan menuntut perubahan dalam cara kita bekerja. Perusahaan perlu beradaptasi dengan cepat untuk memenuhi ekspektasi generasi ini.Â
Hal ini mencakup penciptaan budaya kerja yang lebih fleksibel, pemberian otonomi yang lebih besar kepada karyawan, serta investasi dalam pengembangan karyawan.Â
Di samping itu, perusahaan juga perlu memperhatikan kesejahteraan mental karyawan. Program-program wellness, seperti yoga, meditasi, atau konseling, dapat membantu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan produktivitas.
Dalam jangka panjang, interaksi antara Gen Z dan dunia kerja akan terus berevolusi. Generasi ini akan terus membentuk lanskap pekerjaan dengan ide-ide baru dan perspektif yang segar.Â
Perusahaan yang berhasil beradaptasi dengan perubahan ini akan menjadi pemenang. Mereka akan mampu menarik talenta terbaik, meningkatkan inovasi, dan mencapai kesuksesan yang berkelanjutan.Â
Namun, bagi Gen Z sendiri, perjalanan mereka di dunia kerja juga akan penuh tantangan. Mereka perlu menemukan keseimbangan antara ambisi pribadi dan kebutuhan perusahaan, serta terus mengembangkan keterampilan yang relevan dengan tuntutan pasar yang terus berubah.
Implikasi bagi Dunia Kerja
Implikasi bagi Dunia Kerja dari fenomena ini sangatlah luas dan kompleks. Di satu sisi, "quiet quitting" menjadi semacam sinyal bagi perusahaan bahwa ada masalah yang perlu diatasi, seperti kurangnya kepuasan kerja, kurangnya penghargaan, atau lingkungan kerja yang tidak sehat.Â
Perusahaan perlu merespons dengan serius, menciptakan budaya kerja yang lebih positif dan memberikan insentif yang lebih menarik bagi karyawan. Di sisi lain, "overachieving" juga membawa tantangan tersendiri, seperti risiko burnout dan ketidakseimbangan hidup.Â
Perusahaan perlu memastikan bahwa karyawan yang ambisius memiliki dukungan yang cukup untuk mencapai kesuksesan tanpa mengorbankan kesehatan mereka.
Dalam jangka panjang, fenomena ini berpotensi mengubah lanskap dunia kerja secara signifikan. Perusahaan perlu beradaptasi dengan ekspektasi generasi Z yang lebih menekankan pada keseimbangan kerja-hidup, fleksibilitas, dan makna dalam pekerjaan.Â
Model kerja tradisional yang kaku dan berorientasi pada tugas mungkin perlu diubah untuk mengakomodasi preferensi generasi muda.Â
Di samping itu, perusahaan juga perlu lebih memperhatikan kesehatan mental karyawan, menyediakan program-program yang mendukung kesejahteraan karyawan, dan menciptakan budaya kerja yang lebih inklusif dan beragam.
Secara keseluruhan, fenomena Gen Z yang berada di antara "quiet quitting" dan "overachieving" merupakan tantangan sekaligus peluang bagi dunia kerja.Â
Dengan memahami kebutuhan dan aspirasi generasi muda, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif, inovatif, dan menarik bagi talenta-talenta terbaik.
Kesimpulan
Generasi Z, dengan karakteristik uniknya yang menggabungkan ambisi dan keinginan akan keseimbangan hidup, telah membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja. Fenomena "quiet quitting" dan "overachieving" menjadi cerminan dari kompleksitas generasi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H