Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kartu Nikah, Barang Koleksi Terbaru?

7 November 2024   10:38 Diperbarui: 8 November 2024   13:28 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa kartu nikah, yang seharusnya menjadi simbol komitmen sepasang kekasih, justru terasa seperti barang koleksi yang jarang dipamerkan? Jawabannya kompleks, melibatkan pergeseran nilai-nilai sosial, tekanan ekonomi, serta perubahan peran gender.

Generasi milenial dan generasi Z, yang tumbuh dalam era individualisme dan kebebasan memilih, cenderung menunda pernikahan untuk mengejar tujuan pribadi terlebih dahulu. 

Karir yang mapan, finansial yang stabil, dan pengalaman hidup yang lebih luas menjadi prioritas utama. Dalam konteks ini, pernikahan dianggap sebagai sebuah pencapaian akhir, bukan titik awal seperti yang diyakini oleh generasi sebelumnya.

Selain itu, tekanan ekonomi juga menjadi faktor signifikan. Biaya hidup yang semakin tinggi, tuntutan untuk memiliki rumah dan mobil sendiri, serta utang pendidikan membuat banyak pasangan muda merasa belum siap secara finansial untuk menikah. Mereka khawatir tidak dapat memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga kecilnya.

Perubahan peran gender juga turut mempengaruhi keputusan untuk menikah. Perempuan semakin mandiri dan memiliki karier yang sukses. 

Mereka tidak lagi bergantung pada pria untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini membuat perempuan lebih selektif dalam memilih pasangan hidup dan tidak terburu-buru untuk menikah.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah ketakutan akan kegagalan. Tingginya angka perceraian membuat banyak orang merasa khawatir untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan pernikahan. Mereka takut akan mengalami hal yang sama dan tidak ingin mengambil risiko.

Fenomena kartu nikah yang seakan menjadi barang koleksi adalah cerminan dari perubahan zaman. Nilai-nilai tradisional tentang pernikahan mulai terkikis, dan generasi muda memiliki pandangan yang berbeda tentang cinta, komitmen, dan keluarga.

Meskipun demikian, pernikahan tetap menjadi institusi yang penting bagi banyak orang. Tantangannya adalah bagaimana kita dapat menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi pasangan muda untuk menikah dan membangun keluarga yang bahagia.

Apa yang Menyebabkan Fenomena Ini?

Perubahan signifikan dalam lanskap sosial, ekonomi, dan budaya telah secara drastis mengubah persepsi masyarakat terhadap pernikahan. Dulu, pernikahan dianggap sebagai tujuan akhir dari sebuah hubungan, namun kini pandangan tersebut semakin terkikis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun