Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Saatnya Ortu Tinggalkan Gaya Otoriter pada Anak, Beralih ke Otoritatif, Mengapa?

19 Oktober 2024   08:57 Diperbarui: 19 Oktober 2024   08:59 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Saatnya tinggalkan gaya otoriter anda pada anak, beralih ke otoritatif. | Thinkstockphotos via KOMPAS.com

Dalam dunia pengasuhan, gaya otoriter sering kali menjadi pilihan yang pertama kali terlintas di benak orang tua. Konsep disiplin yang keras, aturan yang kaku, dan sedikit ruang untuk negosiasi seolah menjadi jaminan untuk mendidik anak yang patuh.

Namun, benarkah demikian? Penelitian dan pengalaman telah menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif, yang menyeimbangkan antara disiplin dan kehangatan, jauh lebih efektif dalam membentuk karakter anak yang kuat, mandiri, dan bahagia.

Mengapa Gaya Otoriter Kurang Efektif?

Gaya pengasuhan otoriter, meskipun tampak tegas, justru dapat menimbulkan sejumlah dampak negatif pada perkembangan anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang terlalu otoriter cenderung:

Pertama, kurang percaya diri. Karena selalu diperintah dan tidak diberi kesempatan untuk mengeksplorasi, anak menjadi ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan kurang percaya pada kemampuan diri sendiri.

Bayangkan seperti tanaman yang selalu berada di bawah naungan, tidak pernah merasakan sinar matahari langsung. Tanaman itu akan tumbuh kurus dan lemah, tidak mampu bertahan hidup di alam bebas.

Begitu pula dengan anak yang tumbuh dalam lingkungan yang terlalu otoriter. Mereka akan kesulitan untuk menghadapi tantangan hidup dan meraih potensi maksimalnya.

Selain itu, pola asuh otoriter juga dapat memicu rasa takut pada anak. Ketakutan untuk melakukan kesalahan, ketakutan akan hukuman, dan ketakutan untuk mengekspresikan diri secara bebas.

Rasa takut ini akan menghambat pertumbuhan emosi dan sosial anak, sehingga mereka kesulitan untuk menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain.

Anak-anak perlu merasa aman untuk mencoba hal-hal baru dan membuat kesalahan. Melalui pengalaman inilah mereka belajar dan tumbuh.

Kedua, kurang kreatif. Lingkungan yang terlalu kaku membatasi ruang bagi anak untuk berpikir kritis dan mengembangkan kreativitas.

Bayangkan seorang pelukis yang selalu dipaksa untuk melukis dengan satu warna dan satu gaya saja. Kreativitasnya akan terkekang dan ia tidak akan pernah bisa menciptakan karya seni yang unik dan orisinal.

Begitu pula dengan anak yang tumbuh dalam lingkungan yang terlalu otoriter. Mereka akan kesulitan untuk berpikir di luar kotak dan menemukan solusi yang inovatif untuk masalah.

Pola asuh otoriter juga dapat membuat anak takut untuk membuat kesalahan. Ketika anak takut membuat kesalahan, mereka akan cenderung menghindari aktivitas yang menantang dan memilih untuk melakukan hal-hal yang sudah pasti aman.

Padahal, kesalahan adalah bagian penting dari proses belajar. Melalui kesalahan, anak-anak dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menjadi lebih tangguh.

Selain itu, pola asuh otoriter juga dapat menghambat perkembangan imajinasi anak. Anak-anak yang selalu diberikan jawaban yang siap pakai akan kesulitan untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka. Mereka akan cenderung pasif dan tidak aktif mencari tahu hal-hal baru.

Dalam jangka panjang, kurangnya kreativitas dapat membatasi peluang anak untuk sukses. Di dunia yang semakin kompetitif, kreativitas adalah salah satu kunci keberhasilan. Orang-orang yang kreatif lebih mudah beradaptasi dengan perubahan, menemukan solusi inovatif untuk masalah, dan menciptakan peluang baru.

Ketiga, memiliki masalah emosional. Anak yang selalu ditekan dan dihukum cenderung mengalami masalah emosional seperti kecemasan, depresi, atau kemarahan.

Bayangkan hidup dalam sebuah penjara kecil di mana setiap gerakan Anda diawasi dan dibatasi. Rasa takut dan ketidakpastian akan terus menghantui Anda. Begitu pula dengan anak yang tumbuh dalam lingkungan yang terlalu otoriter. Mereka akan merasa terjebak dan tidak memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri.

Pola asuh otoriter juga dapat menyebabkan anak kesulitan dalam mengatur emosi. Ketika anak tidak diizinkan untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik itu kesedihan, kemarahan, atau kekecewaan, emosi-emosi tersebut akan terpendam dan dapat meledak kapan saja. Emosi yang terpendam dapat memicu berbagai masalah psikologis di kemudian hari.

Selain itu, pola asuh otoriter juga dapat merusak harga diri anak. Ketika anak terus-menerus dikritik dan dihukum, mereka akan merasa tidak berharga dan tidak mampu. Rasa rendah diri ini dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional anak.

Dalam jangka panjang, masalah emosional yang dialami anak dapat berdampak pada kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Mereka mungkin kesulitan untuk menjalin hubungan yang sehat, mencapai kesuksesan dalam karier, dan merasakan kebahagiaan.

Keempat, kurang mandiri. Karena terlalu bergantung pada orang tua, anak kesulitan untuk menjadi mandiri dan bertanggung jawab atas tindakannya.

Bayangkan seekor burung yang sayapnya selalu diikat. Burung itu tidak akan pernah bisa terbang tinggi dan menjelajahi langit yang luas. Begitu pula dengan anak yang selalu dilayani dan dilindungi oleh orang tua. Mereka akan kesulitan untuk menghadapi tantangan hidup dan menjadi mandiri.

Pola asuh otoriter juga dapat membuat anak merasa tidak kompeten. Ketika anak selalu diberitahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, mereka akan meragukan kemampuan diri sendiri. Mereka akan kesulitan untuk mengambil inisiatif dan menyelesaikan masalah secara mandiri.

Selain itu, pola asuh otoriter juga dapat menghambat perkembangan keterampilan sosial anak. Anak yang terlalu bergantung pada orang tua akan kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan membangun hubungan yang sehat. Mereka mungkin terlihat canggung dan tidak percaya diri dalam situasi sosial.

Dalam jangka panjang, kurangnya kemandirian dapat menghambat kesuksesan anak. Di dunia yang semakin kompetitif, kemampuan untuk mandiri dan bertanggung jawab adalah kunci untuk meraih kesuksesan. Anak yang tidak mandiri akan kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan dan mengambil keputusan yang tepat.

Keunggulan Pola Asuh Otoritatif

Berbeda dengan gaya otoriter, pola asuh otoritatif menawarkan pendekatan yang lebih holistik dalam mendidik anak. Orang tua yang menerapkan gaya ini:

Pertama, menjadi teman sekaligus panutan. Orang tua membangun hubungan yang hangat dan terbuka dengan anak, sehingga anak merasa aman untuk berbagi perasaan dan pikiran.

Bayangkan sebuah pohon yang akarnya tertanam kuat di dalam tanah. Pohon itu akan tumbuh subur dan kokoh karena mendapatkan nutrisi yang cukup dari tanah. Begitu pula dengan anak yang memiliki hubungan yang kuat dengan orang tuanya. Mereka akan merasa lebih aman, bahagia, dan percaya diri.

Pola asuh otoritatif menciptakan ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak. Ketika anak merasa didengarkan dan dihargai pendapatnya, mereka akan lebih terbuka untuk berkomunikasi dan berbagi perasaan. Hubungan yang saling percaya ini akan menjadi fondasi yang kuat bagi perkembangan anak.

Selain itu, orang tua yang menjadi teman bagi anak juga dapat menjadi panutan yang baik. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tuanya. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menunjukkan perilaku yang positif dan menjadi contoh yang baik bagi anak. Dengan demikian, anak akan belajar nilai-nilai yang penting seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati.

Kedua, mengajarkan disiplin dengan cinta. Disiplin diberikan dengan penjelasan yang jelas dan konsisten, sehingga anak memahami alasan di balik aturan.

Bayangkan seorang tukang kebun yang merawat tanamannya dengan penuh kasih sayang. Tukang kebun itu tidak hanya menyiram tanaman, tetapi juga memberikan penjelasan mengapa tanaman tersebut perlu disiram, dipupuk, dan dipotong. Begitu pula dengan orang tua yang mengajarkan disiplin kepada anak. Disiplin yang diberikan dengan cinta akan membuat anak merasa dihargai dan dipahami.

Pola asuh otoritatif menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan jujur. Orang tua tidak hanya memberikan perintah, tetapi juga menjelaskan alasan di balik setiap aturan. Dengan memahami alasan di balik aturan, anak akan lebih mudah menerima dan mematuhinya.

Selain itu, disiplin yang diberikan dengan cinta juga akan membantu anak untuk mengembangkan rasa tanggung jawab. Ketika anak memahami bahwa tindakan mereka memiliki konsekuensi, mereka akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Mereka akan belajar untuk bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan mereka.

Ketiga, mendorong kemandirian. Anak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.

Bayangkan seorang pilot yang baru belajar menerbangkan pesawat. Ia tidak akan pernah bisa menjadi pilot yang handal jika selalu bergantung pada instruktur. Ia perlu diberi kesempatan untuk terbang sendiri dan belajar dari pengalamannya. Begitu pula dengan anak, mereka perlu diberi kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri dan belajar dari konsekuensinya.

Pola asuh otoritatif mendorong anak untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Ketika anak dihadapkan pada masalah, mereka diajarkan untuk mencari solusi sendiri. Dengan demikian, anak akan lebih percaya diri dan mampu menghadapi tantangan hidup.

Selain itu, memberikan tanggung jawab kepada anak juga akan meningkatkan rasa percaya diri mereka. Ketika anak berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan, mereka akan merasa bangga pada diri sendiri dan percaya bahwa mereka mampu melakukan hal-hal yang lebih besar. Rasa percaya diri yang tinggi akan menjadi modal penting bagi kesuksesan mereka di masa depan.

Keempat, memupuk rasa percaya diri. Pujian dan dukungan positif diberikan kepada anak untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.

Bayangkan sebuah tanaman yang disiram dan diberi pupuk secara teratur. Tanaman itu akan tumbuh subur dan berbuah lebat. Begitu pula dengan anak, pujian dan dukungan positif akan membantu mereka tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan berprestasi.

Pola asuh otoritatif menekankan pentingnya memberikan pengakuan atas usaha dan pencapaian anak. Ketika anak merasa dihargai dan diakui, mereka akan termotivasi untuk terus berusaha dan mencapai tujuannya. Pujian yang tulus akan membuat anak merasa mampu dan berharga.

Selain itu, dukungan positif juga akan membantu anak untuk mengatasi kegagalan. Ketika anak gagal, orang tua dapat memberikan dukungan dan membantu mereka untuk belajar dari kesalahan. Dengan demikian, anak akan lebih berani untuk mencoba hal-hal baru dan tidak takut gagal.

Kelima, membangun hubungan yang kuat. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak menjadi fondasi yang kuat bagi perkembangan emosional anak.

Bayangkan sebuah pohon besar yang akarnya kuat mencengkeram tanah. Pohon tersebut akan tumbuh subur dan kokoh karena akarnya yang kuat. Begitu pula dengan anak, hubungan yang kuat dengan orang tua akan menjadi fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Pola asuh otoritatif menciptakan ikatan emosional yang mendalam antara orang tua dan anak. Ketika anak merasa dicintai, dihargai, dan aman bersama orang tuanya, mereka akan merasa lebih percaya diri untuk mengeksplorasi dunia di sekitar mereka. Ikatan emosional yang kuat ini akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak.

Bayangkan sebuah pohon besar yang akarnya kuat mencengkeram tanah. Pohon tersebut akan tumbuh subur dan kokoh karena akarnya yang kuat. Begitu pula dengan anak, hubungan yang kuat dengan orang tua akan menjadi fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Pola asuh otoritatif menciptakan ikatan emosional yang mendalam antara orang tua dan anak. Ketika anak merasa dicintai, dihargai, dan aman bersama orang tuanya, mereka akan merasa lebih percaya diri untuk mengeksplorasi dunia di sekitar mereka. Ikatan emosional yang kuat ini akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak.

Dalam jangka panjang, hubungan yang kuat dengan orang tua akan membantu anak untuk menjadi individu yang bahagia dan sukses. Anak yang merasa dicintai dan didukung oleh orang tuanya akan memiliki harga diri yang tinggi dan lebih siap menghadapi tantangan hidup. Mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki empati terhadap orang lain.

Bagaimana Menerapkan Pola Asuh Otoritatif?

Pertama, komunikasi terbuka. Ajak anak untuk berdiskusi dan mendengarkan pendapatnya dengan serius. Komunikasi terbuka adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat dan sehat antara orang tua dan anak. Ini bukan hanya sekadar berbicara, tetapi lebih dari itu, yaitu menciptakan ruang di mana anak merasa aman, didengar, dan dihargai pendapatnya.

Komunikasi terbuka adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat besar bagi anak. Dengan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung komunikasi, orang tua dapat membangun hubungan yang kuat dan membantu anak tumbuh menjadi individu yang seimbang dan bahagia.

Kedua, tetapkan batasan yang jelas. Berikan batasan yang konsisten dan jelaskan alasannya. Menetapkan batasan bagi anak adalah seperti memberikan rambu-rambu di jalan. Batasan ini membantu anak memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan mandiri.

Menetapkan batasan adalah bagian penting dari pengasuhan anak. Dengan memberikan batasan yang jelas dan konsisten, orang tua dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan sukses.

Ketiga, berikan contoh yang baik. Jadilah role model bagi anak dengan menunjukkan perilaku yang ingin Anda lihat pada mereka. Sebagai orang tua atau pengasuh, kita adalah pahlawan super pertama bagi anak-anak. Setiap tindakan, kata-kata, dan sikap kita menjadi cerminan yang mereka tiru. Dengan menjadi role model yang baik, kita tidak hanya mengajarkan nilai-nilai positif, tetapi juga menginspirasi mereka untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.

Menjadi role model adalah tugas yang mulia. Dengan menjadi contoh yang baik, kita dapat memberikan pengaruh positif yang akan bertahan seumur hidup anak kita. Ingatlah, anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang kita lakukan daripada apa yang kita katakan.

Keempat, dorong kemandirian. Berikan kesempatan kepada anak untuk mencoba hal-hal baru dan belajar dari pengalamannya. Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk bertindak dan mengambil keputusan sendiri tanpa selalu bergantung pada orang lain. Ini adalah keterampilan hidup yang sangat penting bagi anak-anak untuk dimiliki agar mereka dapat menghadapi tantangan di masa depan dengan percaya diri.

Mendorong kemandirian pada anak adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan manfaat besar bagi mereka di masa depan. Dengan memberikan kesempatan untuk mencoba hal-hal baru dan belajar dari pengalaman, kita membantu anak tumbuh menjadi individu yang percaya diri, mandiri, dan siap menghadapi tantangan hidup.

Kelima, berikan dukungan emosional. Tunjukkan kasih sayang dan perhatian kepada anak, sehingga mereka merasa aman dan terlindungi. Dukungan emosional adalah fondasi penting dalam perkembangan anak. Ini lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan fisik mereka, tetapi juga memberikan rasa aman, kasih sayang, dan pemahaman yang mendalam.

Dukungan emosional adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan dampak positif pada kehidupan anak. Dengan memberikan kasih sayang, perhatian, dan pemahaman, kita membantu anak tumbuh menjadi individu yang sehat, bahagia, dan sukses.

Kesimpulan

Pola asuh otoritatif adalah investasi jangka panjang untuk masa depan anak. Dengan memberikan kasih sayang, disiplin, dan kebebasan yang tepat, kita dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan bahagia. Saatnya kita meninggalkan paradigma lama dan membuka diri pada pendekatan pengasuhan yang lebih modern dan efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun