Pentingnya Pendidikan PolitikÂ
Hampir memasuki dua dekake bangsa Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat. Usia ini kalau dalam fase perkembangan dan pertumbuhan manusia telah memasuki usia yang cukup dewasa. Namun dalam rentangan waktu tersebut potret demokrasi masih saja diwarnai dengan berbagai persoalan yang cukup rumit.
Berkaca pada pilkada 27 Juni 2018 lalu, tidak ada perubahan yang cukup signifikan dari demokrasi prosedural ke demokrasi yang subtansial.
Indonesian Coruption Watch (ICW)  mencatat sepuluh kasus yang terjadi pada pergelaran pilkada pada tahun 2018 lalu, kasus tersebut  sangat bervariasi. Pertama  jual beli pencalonan (Candidacy buying) antara kandidat dan partai politik.
Kedua, munculnya nama-nama calon bermasalah (mantan Narapidana atau tersangka korupsi). Ketiga, munculnya calon tunggal. KPU pada 10 Januari 2018 mengumumkan terdapat 19 daerah dengan calon tunggal.
Tiga dari empat kabupaten atau kota yang akan menggelar Pilkada di Banten bahkan mempunyai calon tunggal. Keempat, kampanye berbiaya tinggi akibat dinaikannya batasan sumbangan dana kampanye dan diizinkannya calon memberikan barang seharga maksimal Rp 25 ribu kepada pemilih.
Kelima, pengumpulan model ilegal (jual beli izin usaha, jual beli jabatan, suap proyek) dan politisasi program pemerintah (dana hibah, bantuan sosial, dana desa dan anggaran rawan lainnya) untuk kampanye. Keenam, politisasi birokrasi dan pejabat negara, mulai dari birokrat, guru hingga institusi TNI dan Polri.
Ketujuh, politik uang (jual beli suara pemilih). Kedelapan, manipulasi laporan dana kampanye. Kesembilan, suap kepada penyelenggara pemilu dan kesepuluh, korupsi untuk pengumpulan modal, jual beli perizinan, jual beli jabatan, hingga korupsi anggaran.
Kasus-kasus tersebut di atas telah mencederai asas pemilu yang sejatinya harus mengedepankan roh dan nilai luhur pemilu itu sendiri yaitu Langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER) serta jujur dan adil (JURDIL).
Rekam jejak buruk yang terjadi di pilkada 2018 lalu diharapkan tak  akan terulang lagi pada pemilihan umum kepala daerah pada tahun ini dan di masa mendatang. Selain itu pemuda sebagai agen of changes dan agent of control  mampu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Kerena jika kaum muda tidak peduli (apatis) maka demokrasi bangsa ini akan terus dilacuri oleh orang-orang yang memiliki kepentingan, baik kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok dan golongan tertentu; juga tidak akan muncul calon pemimpin yang bersih jika proses dan pelaksanaan pemilu tidak sesuai dengan asas pemilu itu sendiri.