Mohon tunggu...
Judi Judi
Judi Judi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Bidang Reproduksi Hewan

Peneliti Bidang Manajemen, Teknologi dan Gangguan Reproduksi Hewan Liar dan Ternak

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melestarikan Anoa, Satwa Liar Kebanggaan Indonesia

24 Januari 2023   15:10 Diperbarui: 25 Januari 2023   12:14 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenal Anoa

Anoa merupakan hewan asli pulau Sulawesi, dan merupakan salah satu satwa endemik kebanggan Indonesia.

Anoa dikelompokkan ke dalam Bovidae (pemamah biak berkuku belah) sekeluarga dengan banteng, kerbau, sapi, dll, dan anoa termasuk ke dalam genus Bubalus (bangsa kerbau).

Anoa memiliki ciri-ciri fisik mirip dengan kerbau dengan ukuran lebih kecil, sehingga sering disebut kerbau kerdil atau kerbau cebol.

Sebagai ruminansia (hewan pemamah biak), pakan utama anoa adalah hijauan termasuk rumput, pohon dan daun muda, pakis, berbagai jenis buah, dll.

Anoa terbagi ke dalam 2 jenis (spesies), yaitu anoa dataran rendah (Bubalus (Anoa) depressicornis) dan anoa pegunungan atau dataran tinggi (Bubalus (Anoa) quarlesi).

Anoa dataran rendah habitat aslinya adalah daerah dataran rendah hingga pantai, sementara anoa dataran tinggi menempati habitat dataran lebih tinggi hingga pegunungan.

Kedua jenis anoa dibedakan berdasarkan ciri morfologi tubuh dan analisis genetik (jumlah kromosom).

Berdasarkan ciri morfologi, anoa dataran rendah mempunyai ukuran dan bobot tubuh lebih besar, tanduk lebih besar kokoh dan potongan melintangnya berbentuk segitiga (triangular), kuku/teracak lebar, dan rambut tumbuh jarang pada yang dewasa dengan spot putih sering ditemukan pada daerah leher bawah dan di atas kuku (lihat Gambar).

Anoa dataran tinggi memiliki ukuran tubuh lebih kecil, tanduk lebih kecil dengan penampang bulat, dan rambut cenderung lebih banyak (wooly).

Berdasarkan analisis genetik, anoa dataran rendah mempunyai jumlah kromosom 2n = 47 atau 48, sedangkan anoa dataran tinggi mempunyai kromosom 2n = 44 atau 45. 

Status Kelimpahan dan Habitat Anoa

Populasi anoa di Indonesia semakin menurun sejak krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an. Perburuan di alam liar serta habitat asli yang berkurang dan rusak. Pengalihan wilayah hutan menjadi areal permukiman dan persawahan/perkebunan mungkin salah satu penyebab utama penurunan populasi anoa.

Pada tahun 2002, International Union for Concervation of Nature and Natural Recources (IUCN) memperkirakan populasi anoa di seluruh Sulawesi tersisa 3000-5000 ekor, dan populasinya terus berkurang sehingga dimasukkan ke dalam kategori genting (endangered), yaitu spesies yang risiko kepunahannya sangat tinggi di alam liar.

Sementara itu, Convention of International Trade of Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) memasukkannya ke dalam Appendix I (lihat Cites, 2008), yaitu kelompok spesies yang terancam punah dan diberlakukan larangan perdagangan kecuali untuk tujuan nonkomersial yang sangat penting, seperti penelitian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P106 Tahun 2018, anoa telah ditetapkan sebagai salah satu satwa liar yang dilindungi. 

Disamping habitat yang rusak dan berkurang, sifat anoa yang cenderung soliter atau berkelompok kecil (keluarga), dan perkawwinan monogami juga berkontribusi pada perlambatan pertambahan populasi dan sekaligus sebagai ancaman kepunahan anoa.

Habitat utama anoa adalah hutan alam yang belum banyak dijamah oleh manusia. Habitat anoa dataran rendah umumnya adalah hutan dataran rendah dengan ketinggian <700 m dpl hingga daerah pantai, sedangkan anoa pegunungan biasa hidup dan menempati habitat dataran lebih tinggi hingga pegunungan.

Namun berdasarkan pengamatan di alam, kedua jenis anoa menempati habitat yang bervariasi dari hutan dataran rendah, rawa, pantai, hingga daerah pegunungan.

Oleh karena habitat yang mengalami pengurangan, kerusakan dan terfragmentasi, kedua jenis anoa secara perlahan berbagi wilayah habitat dan juga terjadi perkawinan silang di antara kedua jenis anoa.

Anoa sering bersembunyi dan beristirahat di semak rimbun, gua, bebatuan besar, dll yang juga berfungsi sebagai tempat berlindung dari hujan, panas, dan ancaman pemangsa.

Konservasi (Pelestarian) Anoa 

Upaya pelestarian atau konservasi satwa liar terancam punah sudah lama dilakukan, baik dilakukan secara in situ (di dalam habitat alaminya) maupun secara ex situ (di habitat buatan/tiruan). Konservasi anoa secara in situ di antaranya dilakukan di beberapa hutan taman nasional yang dikelola oleh pemerintah.

Konservasi secara ex situ dilakukan di beberapa lembaga konservasi dan kebun binatang, baik oleh pemerinrah maupun swasta, seperti di Taman Margasatwa Ragunan (Jakarta), Taman Safari Indonesia (Bogor Jawa Barat dan Prigen Jawa Timur), dan Kebun Binatang Surabaya (Jawa Timur).

Pengelolaan pemeliharaan satwa liar di tempat konservasi dalam rangka penyelamatan setidaknya berfokus pada beberapa aspek, utamanya aspek kesehatan dan reproduksi. Aspek kesehatan secara menyeluruh pada kenyataannya juga menentukan keberhasilan reproduksi.

Manajemen pengembangbiakan anoa di wilayah konservasi adalah pengelolaan perkawinan dan aplikasi teknologi reproduksi. Pengelolaan perkawinan dilakukan dengan mengidentifikasi tanda/perilaku hewan ingin kawin, kecocokan pasangan, waktu yang tepat untuk menyatukan jantan dan betina, perawatan induk bunting, persiapan kelahiran dan perawatan anak, dan lainnya.

Teknologi reproduksi ketika akan diterapkan dikaji terlebih dahulu apabila benar-benar dibutuhkan untuk membantu perkembangbiakan. Kajian terutama terkait stres pada hewan, tingkat keberhasilan, dan ketersediaan ahli dan sarana.

Teknologi reproduksi yang sudah dikaji untuk diterapkan pada konservasi anoa adalah inseminasi buatan (IB) atau sering disebut kawin suntik.

Kajian IB pada anoa di tempat konservasi pernah dilakukan di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor dan telah menghasilkan 1 anak (lihat Judi dkk, 2010; Ariwibowo, 2010). Penerapan teknologi IB tersebut melibatkan 1 jantan dan 4 betina dengan 8 kali pelaksanaan IB.

Beberapa aspek yang masih perlu kajian mendalam di antaranya penyiapan akseptor (induk betina), pengambilan semen (sperma) dan pengolahannya, protokol IB yang tepat, pembiusan hewan, dll. 

Meskipun hasil IB tersebut secara matematis masih rendah jika dibandingkan dengan keberhasilan penerapan teknologi serupa pada hewan ternak, tetapi keberhasilan tersebut cukup memberi harapan ke depannya dalam rangka meningkatkan populasi anoa dan menyelamatkannya dari ancaman kepunahan.

***

Referensi: 

Ariwibowo AA. 2010. Dua Anoa Lahir di TSI Cisarua. https://www.antaranews.com/berita/185614/dua-anoa-lahir-di-tsi-cisarua (Rabu, 5 Mei 2010 16:32 WIB)

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2023. Appendices I, II and III. https://cites.org/eng/app/index.php (3 Desember 2023).

Judi, TL Yusuf, B Purwantara, D Sajuthi, M Agil, J Manangsang , R Sudarwati , YT Hastuti, B Huaso, A Widianti, S Prastiti. 2012. Successful Intracervical Insemination and Characteristics of Anoa (Bubalus sp.) Parturation Behavior in Captivity. Media Peternakan (Journal of Animal Science and Technology) Vol 35 (2): 73-79. doi: https://doi.org/10.5398/medpet.2012.35.2.73

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun