Upaya pelestarian atau konservasi satwa liar terancam punah sudah lama dilakukan, baik dilakukan secara in situ (di dalam habitat alaminya) maupun secara ex situ (di habitat buatan/tiruan). Konservasi anoa secara in situ di antaranya dilakukan di beberapa hutan taman nasional yang dikelola oleh pemerintah.
Konservasi secara ex situ dilakukan di beberapa lembaga konservasi dan kebun binatang, baik oleh pemerinrah maupun swasta, seperti di Taman Margasatwa Ragunan (Jakarta), Taman Safari Indonesia (Bogor Jawa Barat dan Prigen Jawa Timur), dan Kebun Binatang Surabaya (Jawa Timur).
Pengelolaan pemeliharaan satwa liar di tempat konservasi dalam rangka penyelamatan setidaknya berfokus pada beberapa aspek, utamanya aspek kesehatan dan reproduksi. Aspek kesehatan secara menyeluruh pada kenyataannya juga menentukan keberhasilan reproduksi.
Manajemen pengembangbiakan anoa di wilayah konservasi adalah pengelolaan perkawinan dan aplikasi teknologi reproduksi. Pengelolaan perkawinan dilakukan dengan mengidentifikasi tanda/perilaku hewan ingin kawin, kecocokan pasangan, waktu yang tepat untuk menyatukan jantan dan betina, perawatan induk bunting, persiapan kelahiran dan perawatan anak, dan lainnya.
Teknologi reproduksi ketika akan diterapkan dikaji terlebih dahulu apabila benar-benar dibutuhkan untuk membantu perkembangbiakan. Kajian terutama terkait stres pada hewan, tingkat keberhasilan, dan ketersediaan ahli dan sarana.
Teknologi reproduksi yang sudah dikaji untuk diterapkan pada konservasi anoa adalah inseminasi buatan (IB) atau sering disebut kawin suntik.
Kajian IB pada anoa di tempat konservasi pernah dilakukan di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor dan telah menghasilkan 1 anak (lihat Judi dkk, 2010; Ariwibowo, 2010). Penerapan teknologi IB tersebut melibatkan 1 jantan dan 4 betina dengan 8 kali pelaksanaan IB.
Beberapa aspek yang masih perlu kajian mendalam di antaranya penyiapan akseptor (induk betina), pengambilan semen (sperma) dan pengolahannya, protokol IB yang tepat, pembiusan hewan, dll.Â
Meskipun hasil IB tersebut secara matematis masih rendah jika dibandingkan dengan keberhasilan penerapan teknologi serupa pada hewan ternak, tetapi keberhasilan tersebut cukup memberi harapan ke depannya dalam rangka meningkatkan populasi anoa dan menyelamatkannya dari ancaman kepunahan.
***
Referensi:Â