Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Keajaiban

3 Juni 2020   07:40 Diperbarui: 3 Juni 2020   07:43 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kala itu, Belanda memang membuat orang-orang di negeri ini terpisah. Bersama, tetapi dibuat seperti minyak dan air. Meski keduanya tampak cair, tetapi tidak menyatu. Bukan sepenuhnya salah mereka para penjajah itu, tetapi mereka hanya memanfaatkan potensi agar tetap terus bisa berkuasa. 

Masyarakat kita begitu mudah di cerai beraikan hanya karena sedikit perbedaan. Memanfaatkan para penguasa lokal yang bernafsu ingin saling berkuasa. Begitulah cara mereka bertahan di negeri penuh rempah ini. Juga menciptakan klasifikasi itu. Mereka para orang Tionghoa, berada di kelas nomer dua. Sementara, penduduk lokal hanya menjadi kelas tiga. Inlander. Para penjajah, ada di puncak klasifikasi. Sempurna.

Menghidupi bahwa antara kita tidak sederajat,  berbeda, keturunan Cina dan pribumi, Inlander, berarti mengekalkan gagasan yang pernah dibangun kolonial. Padahal kita sudah merdeka berpuluh tahun silam. Tetapi fakta itu, kuakui masih ada, kental dan belakangan ini kurasakan semakin mengental.

Kupandangi wajah Alina. Dari katun yang melindungi wajahnya dari udara dingin, kulihat gurat sempurna itu. Aku tahu, tidak mudah perjalanan yang akan segera berlaku. Tetapi aku tidak ingin berpikir terlalu jauh. Aku hanya ingin menikmati kebersamaan ini. Esok akan memiliki kesusahannya sendiri lengkap dengan solusinya. Begitu para pendeta sering berkhotbah.

Kulihat senyumnya merekah, ketika bau daging panggang kelinci mulai memasuki hidung kami. Diantara asap yang mengepul liar menerobos sela dinding warung. Menawarkan kelezatan. Ke tempat itulah, kugenggam Alina menyambut pagi. Menggulirkan mimpi yang kelak akan menjadi tujuan kami. Hari ini telah kumulai, ingin kunikmati semua hal yang akan terjadi. Meski kabut belum sepenuhnya pergi. Tetapi aku melihat mulai ada harapan untuk melihat matahari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun