Panduan Lengkap Pembetulan SPT: Cara, Sanksi, dan Batas Waktu Pelaporan
Sebagai warga negara yang taat pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) adalah kewajiban yang tidak bisa diabaikan. SPT digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan pajak, pendapatan, harta, serta kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagi otoritas perpajakan, SPT menjadi alat utama dalam mengumpulkan data terkait kewajiban pajak seseorang atau suatu badan usaha.
Namun, dalam praktiknya, kesalahan dalam pelaporan SPT masih sering terjadi. Mulai dari kesalahan pengisian formulir, kekeliruan dalam perhitungan, hingga kurangnya pemahaman terhadap aturan perpajakan. Kesalahan ini bisa berdampak serius, termasuk sanksi administratif dari otoritas pajak.
Di Indonesia, sistem perpajakan menerapkan asas self-assessment, yang berarti wajib pajak memiliki tanggung jawab penuh dalam menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Akibatnya, kesalahan—baik disengaja maupun tidak—dalam pelaporan SPT kerap terjadi. Oleh karena itu, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 8 Ayat 2 dan 2a mengatur mekanisme pembetulan SPT bagi wajib pajak yang ingin memperbaiki laporannya.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang pembetulan SPT, mulai dari batas waktu pelaporan, dasar hukum, cara melakukan pembetulan, hingga sanksi yang mungkin dikenakan. Kami juga akan menjelaskan bagaimana sanksi dihitung berdasarkan jenis pembetulan yang dilakukan, sehingga Anda dapat memahami dan menghindari potensi masalah dalam pelaporan pajak.
Jenis-Jenis SPT dan Batas Waktu Pelaporannya Secara Umum
Sebelum membahas pembetulan SPT, penting untuk mengetahui jenis-jenis SPT serta tenggat waktu pelaporannya. Secara umum, SPT dibagi menjadi dua kategori utama:
- SPT Masa, yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh) seperti SPT Masa PPh 21/26, PPh 22, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN Pemungut, dan Bea Meterai.
- SPT Tahunan, yang terdiri dari SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan SPT Tahunan PPh Badan.
SPT Dianggap Tidak Disampaikan Jika:
- Tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak.
- Tidak dilengkapi dengan keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan.
- SPT Lebih Bayar (LB) disampaikan setelah 3 tahun sejak berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, serta Wajib Pajak telah menerima teguran tertulis.
- SPT disampaikan setelah dilakukan pemeriksaan atau setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP).
- SPT dianggap tidak lengkap atau tidak jelas, sehingga tidak memenuhi ketentuan pelaporan.
Batas Waktu Penyampaian SPT dan Sanksi Jika Terlambat
Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki tenggat waktu yang berbeda tergantung pada jenisnya. Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 3 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), berikut adalah batas waktu pelaporan SPT yang perlu diperhatikan:
- SPT PPh Pasal 4(2), Pasal 15, Pasal  21/26*, Pasal 22**, Pasal 25*  dan Pasal 23/26: Paling lambat tanggal 20 di bulan berikutnya.
- SPT Masa PPN: Paling lambat akhir bulan berikutnya.
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi: Maksimal 3 bulan setelah tahun pajak berakhir.
- SPT Tahunan PPh Badan: Maksimal 4 bulan setelah tahun pajak berakhir.
Sanksi Administrasi Akibat Keterlambatan atau Tidak Melaporkan SPT
Sebagai wajib pajak, sangat penting untuk menyampaikan SPT tepat waktu guna menghindari sanksi administratif. Berdasarkan Pasal 7 UU KUP, berikut adalah sanksi yang dikenakan jika terjadi keterlambatan pelaporan:
- SPT Masa Lainnya: Denda sebesar Rp100.000,00
- SPT Masa PPN: Denda sebesar Rp500.000,00
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi: Denda sebesar Rp100.000,00
- SPT Tahunan PPh Badan: Denda sebesar Rp1.000.000,00
Ketentuan Pembetulan SPT: Apa yang Perlu Diketahui?
Kesalahan dalam pelaporan SPT bisa saja terjadi, baik karena kekeliruan pengisian data, salah perhitungan, atau kurangnya pemahaman terhadap aturan yang berlaku. Oleh karena itu, Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk melakukan pembetulan SPT. Berikut adalah ketentuan utama terkait pembetulan SPT berdasarkan UU KUP:
- Pasal 8 Ayat (1)
Wajib Pajak berhak melakukan pembetulan terhadap SPT yang telah dilaporkan secara sukarela, dengan mengajukan pernyataan tertulis. Namun, pembetulan hanya dapat dilakukan sebelum ada tindakan pemeriksaan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam hal ini, pemeriksaan dianggap telah dimulai jika surat pemberitahuan pemeriksaan sudah diterima oleh Wajib Pajak, perwakilannya, pegawainya, atau anggota keluarganya yang telah dewasa.
- Pasal 8 Ayat (1a)
Jika pembetulan SPT menyatakan kerugian atau lebih bayar, maka pembetulan harus dilakukan paling lambat dua tahun sebelum daluwarsa penetapan pajak.
Daluwarsa penetapan pajak sendiri adalah lima tahun sejak timbulnya kewajiban perpajakan. Artinya, wajib pajak memiliki waktu maksimal tiga tahun setelah pelaporan awal untuk melakukan pembetulan jika menyangkut rugi atau lebih bayar.
Dengan memahami ketentuan ini, wajib pajak dapat memastikan bahwa proses pembetulan SPT dilakukan dengan benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga dapat menghindari potensi sanksi di kemudian hari.
----
Sanksi Pembetulan SPT: Ketentuan dan Perhitungan
Pembetulan SPT yang menyebabkan utang pajak bertambah akan dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 8 Ayat (2) dan Ayat (2a) UU KUP. Ketentuan ini berlaku baik untuk SPT Tahunan maupun SPT Masa, dengan perhitungan sanksi berdasarkan jumlah pajak yang kurang dibayar dan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
1. Sanksi Pembetulan SPT Tahunan (Pasal 8 Ayat 2)
Jika Wajib Pajak membetulkan SPT Tahunan dan hal tersebut mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga per bulan yang dihitung sejak batas waktu penyampaian SPT berakhir hingga tanggal pembayaran.
- Sanksi dikenakan untuk maksimal 24 bulan, dengan perhitungan setiap bagian dari bulan dihitung penuh sebagai satu bulan.
2. Sanksi Pembetulan SPT Masa (Pasal 8 Ayat 2a)
Untuk pembetulan SPT Masa yang menyebabkan utang pajak bertambah, Wajib Pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga per bulan. Namun, perbedaannya terletak pada periode perhitungan:
- Sanksi dihitung sejak jatuh tempo pembayaran pajak hingga tanggal pembayaran dilakukan.
- Maksimal sanksi diberikan selama 24 bulan, dengan bagian dari bulan tetap dihitung penuh satu bulan.
Rumus Perhitungan Sanksi Pembetulan SPT
Jika terjadi kekurangan pembayaran pajak akibat pembetulan SPT, maka sanksi administrasi dihitung dengan rumus berikut:
Sanksi = Pajak Kurang Bayar × Tarif Bunga per Bulan* × Jumlah Bulan
Catatan* : Tarif bunga per bulan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dapat berubah sesuai kebijakan yang berlaku.
Â
Melalui UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan yang mengubah dan menambah beberapa pasal dalam UU No. 6/1983 yang diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sanksi atau denda mengacu pada Tarif Bunga Acuan BI yang besaran tarif bunga sanksi administrasi pajak per bulannya ditetapkan Menteri Keuangan.
Artinya, jika Menkeu menurunkan Suku Bunga Acuan Pajak, maka tarif sanksi pajak juga akan lebih rendah.
Sebaliknya, ketika Menkeu menaikkan Suku Bunga Acuan Pajak, maka tarif sanksi pajak juga akan lebih tinggi.
Contoh Kasus Perhitungan Sanksi
Tuan Drago menyampaikan SPT Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2023 pada tanggal 16 Agustus 2024. Jumlah kurang bayar adalah sebesar Rp. 10.000.000.
💡 Tuan Drago melakukan Pembetulan SPT pada 16 Agustus 2024:
- Jumlah bulan keterlambatan: 5 bulan (April – Agustus, bagian bulan dihitung satu bulan penuh).
- Tarif bunga yang berlaku: Bunga tunggal April yakni sebesar 0,97% per bulan.
- Perhitungan sanksi:
Rp 10.000.000 × 0,97% × 5 bulan = Rp 485.000
- Perhitungan sanksi:
Jadi, selain membayar pajak yang kurang, Tuan Drago juga harus membayar sanksi administrasi sebesar Rp 485.000.
Pelaporan SPT merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum perpajakan di Indonesia. Memahami batas waktu pelaporan, sanksi atas keterlambatan, ketentuan pembetulan, serta sanksi dari pembetulan adalah hal yang sangat penting agar terhindar dari masalah administrasi di kemudian hari.
Melalui artikel ini, diharapkan pembaca dapat memahami secara lebih mendalam mengenai SPT, mulai dari tenggat waktu pelaporan hingga aturan pembetulannya. Dengan pemahaman yang lebih baik, Wajib Pajak dapat menghindari kesalahan dalam pelaporan SPT serta memenuhi kewajiban perpajakannya secara tepat waktu dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama memastikan bahwa pelaporan SPT tidak hanya menjadi kewajiban, tetapi juga dilakukan dengan benar dan tepat waktu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI