Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Kasus dr. Richard dan Farel

14 Agustus 2023   21:45 Diperbarui: 14 Agustus 2023   21:58 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya ada aturan yang memaksa mereka untuk mengeluarkan murid, bagi sekolah biasa mungkin ini benar-benar sebuah tantangan, namun bagi sekolah yang pernah saya alami, mereka berani untuk menerapkan hal itu. Jangan sampai mengira bahwa orang tua sudah membayar mahal maka sekolah bisa didikte oleh murid. Oh tidak seperti itu, kalau berdasar pengalaman saya.

Murid-murid yang pernah saya ajar di sekolah mahal tersebut, hampir tidak ada yang nganggur sepulang sekolah. Mereka sudah disibukkan dengan berbagai les-les yang tentu membutuhkan biaya mahal. Ada yang seminggu sekali, bahkan ada yang hampir tiap hari kecuali hari sabtu. Saya sebagai gurunya saja geleng-geleng. 

Terlepas dari tekanan orang tua terhadap anak, saya melihat dari sudut pandang lain, bahwa orang tua berusaha memberikan fasilitas yang terbaik terhadap anak, fasilitas baik sekolah maupun fasilitas penunjang mulai dari laptop dan juga berbagai les tadi. Les les tadi bisa les Pelajaran biasa, bisa juga les yang mengasah skill yang lain.

Saya melihat orang tua berpikir jangka panjang bahwa semakin ke depan, tingkat persaingan itu semakin ketat. Untuk bisa memenangkan persaingan, mereka harus memiliki hal-hal lain yang dibutuhkan dan tidak dimiliki oleh competitor. 

Maka dari itu, orang tua memberikan Pelajaran tambahan di luar sekolah untuk mempersiapkan sedini mungkin agar anak siap menghadapi kerasnya persaingan di masa depan. Ada yang Cuma dua jam. Ada yang bahkan baru selesai jam 9 malam , padahal les dimulai dari jam 4 sore. Hmmm, bisa jadi kalau saya jadi anaknya, saya pasti akan muntah-muntah, tapi kalau disisi ortu bisa jadi mereka takut anaknya tidak mampu menjadi pemenang dalam persaingan.

Nah, dalam konteks Farel dan Dr. Richard ini, saya melihat Richard sudah memberikan berbagai sarana yang sekiranya dibutuhkan untuk bisa menunjang proses belajar dari Farel. Namun, apa daya, Farel yang mungkin berasal dari sekolah swasta biasa mengalami shock dengan cara belajar yang sangat berbeda antara di sekolah lama dengan sekolah baru. 

Apalagi di usia yang masih 17 tahun, dengan pemikiran yang masih labil, tentu dia tidak mampu mengambil keputusan dengan matang. Saya sekadar melihat tiktoknya atau melihat video tentang dia, maka saya tidak mampu berkata apa-apa. Saya berpikir anak ini memang mungkin ingin cita-cita tinggi tapi belum dibarengi dengan usaha yang sepadan, padahal fasilitas sudah ada.

Apakah keputusan meminta ganti rugi Richard itu salah? Ya bagi saya sih tidak salah, karena dia sudah keluar uang untuk mencoba membantu anak dari keluarga tidak mampu agar mampu menggapai cita-citanya, tapi ternyata tidak sesuai harapan, bahkan menyerah dalam hitungan hari. Kalau anak seperti ini dibiarkan, maka akan banyak orang yang tidak belajar untuk berterimakasih akan suatu hal yang sudah diberikan. Dia tidak akan belajar untuk bertanggung jawab, seenaknya sendiri, tidak mau berusaha dan berkomitmen dengan baik. 

Saran saya, saat kamu sudah dibantu dan diberikan jalan istimewa, maka manfaatkan hal tersebut untuk masa depan, karena tidak semua anak mampu mendapatkan hal tersebut. Bagaimana dengan pendapat anda? Silahkan koment ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun