Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ca Brokoli untuk Oma

26 Maret 2017   15:37 Diperbarui: 27 Maret 2017   00:00 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: justtryandtaste.com

Pulang sekolah, Alma mendapati Bunda tengah sibuk di dapur. Peralatan dan bahan masakan berserakan di atas kitchen set. Ada beberapa mangkuk besar yang berisi bumbu, daging dan sayuran. Ada juga wajan, panci, pisau dan peralatan lain, yang Alma belum tahu apa namanya.

“Bun, lagi sibuk, ya?” tanya Alma.

Bunda menoleh. “Eh, Anak Bunda sudah pulang?” jawabnya, tapi tangannya tidak lepas dari pisau yang sedang digunakan untuk mengiris bawang bombay. “Gimana tadi di sekolah?”

“Ya gitu deh, Bun. Seru! Belajar bernyanyi,” tutur Alma, lalu mendekat ke arah Bunda. “Memangnya Bunda mau masak apa sih? Kok banyak banget?”

Bunda tersenyum. “Alma lupa, ya? Hari ini kan Oma ulang tahun, jadi nanti kita mau makan bersama.”

“O, iya. Alma bantuin ya, Bun?”

“Boleh, tapi ganti baju dulu, sana!”

“Asyik, yess!” Alma berseru girang, lalu berlari ke kamarnya.

Lima menit kemudian, anak kelas tiga sekolah dasar itu sudah kembali dengan baju sehari-hari. Ini adalah kali pertama ia akan ikut memasak bersama Bunda.

“Alma bantu apa, Bun?”

“Apa ya? Mm, kalau motong-motong sayuran bisa, kan?” Bunda menyodorkan aneka sayuran di dalam mangkuk besar.

“Bisa dong!” Alma menerima dengan senang. Tapi sebelum dipotong-potong, Alma mengabsen dulu nama-namanya. “Ini kentang, ini wortel, ini kol, ini brokoli, ini buncis. Mmm pasti enak!” Melihat hal itu, lagi-lagi Bunda hanya tersenyum.

“Bun, Alma mau bikin ca brokoli, ya? Oma pasti suka.”

“Memangnya Alma bisa?” ledek Bunda.

“Kan diajarin sama Bunda, ya, ya?”

“Ya deh, tapi selesaikan dulu motong-motongnya.”

“Siap, Bun!”

Sambil sesekali menanyakan caranya kepada Bunda, Alma mengerjakan tugasnya dengan senang hati. Seperti waktu hendak memotong kentang, berkali-kali ia bertanya, dan Bunda mengajarinya dengan sabar. “Kentangnya harus dikupas dulu, baru kemudian dibelah menjadi beberapa bagian, jangan terlalu tebal, juga jangan terlalu tipis, baru deh masing-masing bagian dipotong menjadi dua.”

Atau sewaktu hendak memotong brokoli, Alma malah meminta dikasih contoh terlebih dahulu. “Setiap cabang dipisahkan dulu dari batangnya, lalu dibelah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.” Bunda menjelaskan sambil menunjukkan caranya. Tentu Alma menyimak dengan seksama, hingga akhirnya pekerjaannya beres dengan sempurna.

“Yeee! Selesaaaai!” seru Alma riang, kepuasan terpancar dari wajahnya.

Selanjutnya, Alma dan Bunda kembali sibuk dengan pekerjaan. Dan, seperti yang Alma mau, setelah semua masakan Bunda selesai, saatnya membuat ca brokoli. Khusus untuk yang ini, Alma sendiri yang memasaknya, tentu dibawah petunjuk Bunda.

“Ayo tumis bumbunya!” perintah Bunda.

Dengan hati-hati, Alma mengikuti petunjuk dari Bunda. Ia menaruh wajan di atas kompor, lalu menuang minyak ke dalamnya. “Segini cukup Bun, minyaknya?”

Bunda mengangguk, setelah memastikan minyak yang dituang Alma tidak melebihi perkiraannya. Lalu Alma menyalakan kompor dan menunggu minyak hingga panas, barulah  memasukkan bumbu yang sudah disiapkan.

“Wangi banget, Bun. Hmm...” Alma mengendus-ngendus, dan menyesapnya dengan sepenuh perasaan. Melihat tingkah putri bungsunya, Bunda hanya menggeleng-gelengkan kepala, sambil terus tersenyum.

“Nah itu bumbunya sudah matang, sekarang masukkan brokolinya, sama bawang bombay, tomat dan paprika.” Perintah Bunda lagi. “Sambil diaduk-aduk ya biar merata.”

Lagi-lagi Alma mengikuti petunjuk Bunda. Satu per satu sayuran itu dimasukkan ke dalam wajan dengan hati-hati.

“Kalau sudah layu, kasih garam sama saus tiram, udah deh selesai.”

“Yang bener, Bun? Gampang banget, ya?” sentak Alma.

“Iya, emang begitu. Tuh lihat, udah layu kan? sudah matang itu,” kata Bunda setelah memeriksa sayuran di dalam wajan.

“Yee... berhasil, berhasil, yess!” Rasa senang tak terperi menyelimuti perasaan Alma.

“Udah, pindahkan ke mangkuk, lalu mandi, dan siap-siap makan.”

“Ok, Bun.”

Alma menyelesaikan pekerjaan terakhirnya. Lalu bergegas ke kamar mandi, seperti yang Bunda perintahkan.

***

Setelah maghrib, semua anggota keluarga berkumpul di meja makan. Ada Ayah, Bunda, Bang Raka, juga Oma, yang hari ini sedang berulang tahun. Oma adalah ibunya ayah, namun, di masa tuanya beliau ikut bersama Ayah. Opa sudah meninggal sejak tujuh tahun yang lalu, sementara anak Oma yang lain tinggal di tempat yang jauh. Om Frans di Belanda, dan Tante Silvi di Medan. Mereka akan pulang setiap lebaran.

“Selamat ulang tahun, Ibu,” kata Bunda sambil menyalami Oma dan mencium tangannya. Ayah mengikuti, kemudian Bang Raka. Oma tampak bahagia. Matanya berbinar, dan wajahnya berseri-seri.

“Makasih ya, Alya. Kamu selalu ingat ulang tahun ibu,” jawab Oma.

“Selamat ulang tahun, Oma sayang. Alma bantuin Bunda lho masak buat Oma. Nih, Alma bikin ca brokoli, Oma suka, kan?” kata Alma setelah menyalami Oma dan menciumnya.

“Ah, yang benar? Sudah jago masak rupanya Cucu Oma ini,” puji Oma. “Oma cobain ya masakannya?” Lalu Oma menyicip ca brokoli yang sudah terhidang di dekatnya. “Ennaaak sekali...” Dua jempol Oma pun mengacung tegak untuk mempertegas pernyataannya. Alma tersenyum puas.

“Makasih, Oma. Alma seneng bisa masak untuk Oma. Lain kali Alma mau bikin masakan lagi yang lebih enak, hehe.”

“Boleh, boleh, oma juga pasti suka memakannya.” Jawab Oma. “Sudah, sudah, ayo kita makan masakannya ramai-ramai.”

Dan, mereka pun menyantap semua hidangan itu dengan suka cita. Terlebih Alma, ia sangat bangga, hasil memasaknya bisa diterima keluarga.

“Bun, Yah, Alma mau jadi chef aza, ya?” kata Alma kemudian.

Mendengar pertanyaan putrinya, Ayah dan Bunda saling berpandangan, tapi kemudian keduanya mengangguk bersamaan.

Yess! Teriak Alma bahagia, meski dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun