Miranti tampak berpikir, mungkin sedang membanding-bandingkan, namun akhirnya menggeleng, “Terserah Mas aza, deh.”
“Lho kok Mas, sih? Yang mau nempatin kan, Kamu,” kelit Mas Han.
“Aku terserah Mas deh, aku males mikir, Mas,” tukas Miranti pasrah.
“Kamu ini, gimana sih? Ya wes, kalau yang deket warnet itu, yang masuk ke dalem dikit, yang catnya warna biru muda, Kamu suka gak? Kayanya yang itu enak, gak terlalu besar, ada dapur dan kamar mandi di dalem, trus kelihatannya bersih, dan suasananya juga tenang,” tawar Mas Han.
“Mmm, iya Mas, aku juga suka yang itu,” jawab Miranti setuju.
“Kalau gitu, sekarang kita balik lagi ke situ, bilang sama yang punya, kita jadi ambil rumahnya, takut keburu disamber orang, mumpung masih siang juga,” ajak Mas Han. “Kamu mau langsung pindahan sekarang, kan? Biar nanti mas hubungi temen mas yang punya mobil, untuk angkut barang-barang Kamu,” tegasnya mengatur rencana. Miranti mengangguk.
Hari itu juga, dengan dibantu Mas Han dan temannya, Ahmad, Miranti pindah rumah.
“Makasih banyak ya Mas, kalau gak ada Mas, mungkin aku belum bisa pindahan sekarang.”
“Nyantei aza, Ran. Hehe. Kamu berani kan tidur sendiri di sini? Nanti ada yang nyolek, lho...” goda Mas Han.
“Ah, Mas, jangan gitu ah!” Miranti ketakutan. Mas Han tertawa, puas.
“Ya udah, Mas pulang dulu ya, sudah malam. Kamu hati-hati,” pamit Mas Han.