Mohon tunggu...
Joy Gloria Irahay Karetji
Joy Gloria Irahay Karetji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana

Mahasiswa progdi Hubungan Masyarakat Fakultas Teknologi Informasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perang, Cinta dan Takdirku

12 Oktober 2024   05:37 Diperbarui: 12 Oktober 2024   06:29 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Keesokan harinya para perawat dikirim ke markas yang tak terlalu jauh dari Uni Soviet, namaku tak ada di dalam daftar itu, tapi aku ingin menjadi relawan dan pergi kesana. Sebagian dari para perawat diarahkan untuk berkumpul di lapangan terbang dan berangkat, setelah kami masuk di dalam pesawat ada seorang perawat yang duduk disebelahku dan berbincang bersamaku "Saat Kepala Markas berbicara dengan Kepala Perawat aku mendengar pembicaraan mereka, bahwa sebagian dari para prajurit Jerman saat berperang melawan Uni Soviet terluka parah dan beberapa di antara mereka meninggal" katanya. "Tidak, itu tidak mungkin. Pertahanan prajurit Jerman sangatlah bagus dan para prajurit-prajurit itu memiliki kondisi yang sangat baik saat mereka pergi. Hal itu sangatlah tidak masuk akal." jawabku, tak sadar air mataku jatuh karena memikirkan Enzoku. Aku hanya bisa berdoa untuk Enzo dan aku harap bahwa dia akan kembali dengan keadaan selamat pada saat peperangan ini berakhir. Saat tiba kami diarahkan untuk mengobati prajurit-prajurit dan mendata nama mereka, aku sudah mencari Enzo sampai perbatasan tapi tak menemukannya. Aku tak pernah beristirahat karena sibuk bekerja dan mencari Enzo. Ribuan prajurit terluka parah dan ratusan prajurit yang meninggal, aku sudah pergi mencari Enzo sampai ke tempat jenazah tapi juga tak menemukannya. Aku tidak akan pernah menyerah mencarinya, aku terus mencari dan mencari tapi aku tidak menemukannya. Beberapa hari kemudian aku diberitahukan bahwa Enzo sudah dinyatakan meninggal dan mereka tak bisa menemukan mayatnya. Saat mendengar hal itu aku sangat hancur dan tidak percaya, aku pergi menemui Kepala Markas dan mengatakan bahwa aku tidak percaya bahwa Enzo sudah mati kalau tidak ada jazadnya. Aku tak bisa berkata-kata lagi, pikiranku mengatakan bahwa Enzo sudah meninggal tapi hatiku jelas mengatakan bahwa Enzo masih hidup dan dia ingin supaya aku menemukannya.

 

Tapi Kepala Markas jelas mengatakan bahwa prajurit-prajurit yang hilang dan tak di temukan dinyatakan sudah meninggal dan tidak akan dicari lagi.

 

Aku hanya bisa berdoa karena itu adalah keputusan dari Kepala Markas. Saat kembai ke Jerman aku meminta agar aku bisa dipindahkan ke Spanyol dan permintaanku di terima. Setelah sampai di Spanyol aku mengatur barang-barangku di dalam ruangan baruku dan setelah itu aku meminta ijin untuk pergi mengunjungi keluargaku dan keluarga Enzo. Aku tak sanggup melihat kesedihan dari keluarga Enzo, seluruh keluarganya sangat hancur mendengar kabar ini. Aku mengembalikan barang-barang milik Enzo ke keluarganya dan aku kembali ke markas. Hari-hariku begitu sepi tanpa adanya Enzo yang selalu menemaniku dan selalu membuatku tertawa dengan candaannya, menemaniku mengobati prajurit, pergi bersama ke ruang makan dan membaca buku kesukaan kami di bawah pohon. 

 

Satu bulan terlewati dan masih belum ada kabar dari Markas Uni Soviet tentang jenazah Enzo, hal ini membuatku susah hati dan tak bisa makan dengan baik. Suatu sore saat aku sedang membersihkan ruangan, aku merasa mual dan muntah, aku hanya berpikir bahwa aku muntah karena gangguan perut dan setelah itu aku pergi ke salah satu bangsal dan meminta perawat agar bisa mengecek keadaanku dan mengobatiku. Tak kusangka, selesai mengecek keadaan ku perawat itu berkata bahwa aku sedang hamil. Aku sangat kaget mendengar hal itu dan aku sangat bahagia karena inilah saat yang Enzo dan aku tunggu, aku segera berlari dan pergi ke rumah keluargaku dan memberitahukan kabar gembira ini kepada mereka dan mereka turut bahagia denganku. Setelah itu aku pergi ke rumah keluarga Enzo dan memberitahukan mereka dan mereka sangat bahagia mendengar hal ini. 

 

Hari terus berlalu dan tak terasa aku kehamilanku telah berumur 6 bulan, begitu banyak rintangan yang telah kulewati tapi aku sudah bertahan sampai sejauh ini. Malam itu aku baru selesai bekerja, berjalan menuju ruanganku dan membaca buku. Aku menemukan satu kutipan yang sangat menyentuh perasaanku "Wahai rembulan yang pudar. Jenguklah kekasihku! Ia tidur sendirian hanya berteman hatinya rindu". Rinduku padanya sudah semakin bertambah seiring dengan waktu melahirkan, aku sudah mengambil cuti untuk persiapan melahirkan. Setelah mendapat ijin, aku mengambil barang-barang yang diperlukan dan menunggu bus di halte karena aku sudah tidak kuat untuk berjalan kaki, bayi di dalam perutku makin sering menendang perutku dan aku makin tak sabar untuk bertemu dengan buah hati kami. Saat aku melahirkan seluruh keluarga besarku maupun keluarga besar Enzo datang dan membantu segala keperluan selama proses kelahiran anak kami. Melahirkan bukan hal yang gampang, melahirkan itu rasanya seperti ratusan tulang yang patah dan juga saat melahirkan itu seorang Ibu sedang mempertaruhkan nyawanya. Anak laki-laki yang kulahirkan ini sangat mempesona, mirip sekali dengan Ayahnya, aku menamakannya Nicholas Enzana St.John. Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan setelah kehilangan Enzo. Aku berharap bahwa Enzo ada disini dan melihat anak laki-lakinya bertumbuh. Aku tinggal bersama orang tuaku dan mereka membantu menjaga Nico saat aku pergi bekerja dan setiap akhir minggu aku pergi ke rumah keluarga Enzo dan menginap disana. Waktu berjalan begitupun juga Nico, dia sudah hampir genap berusia 1 tahun dan mengambil langkah pertamanya saat kami berdua sedang bermain di bawah pohon yang berada di dekat markas saat aku membawanya bersamaku. Aku menangis terharu karena melihat senyuman Nico mengingatkanku akan Enzo. Aku selalu menunjukan foto Enzo kepada Nico dan memberitahukan Nico bahwa ini adalah

Ayahnya, dan saat melihat foto itu Nico tersenyum lebar. Percayalah kepadaku bahwa menjadi seorang Ibu yang membesarkan anaknya sendiri sangatlah sulit walaupun ada orang tua yang membantu, melihat Ibu-ibu yang lain membesarkan anaknya bersama dengan suami mereka akan membuat sangatlah iri akan apa yang mereka miliki. Tetapi aku sangat berterima kasih kepada keluargaku dan keluarga Enzo yang membantuku dengan tulus dan ikhlas membesarkan Nico karena kalau tidak ada mereka aku sendiri berpikir aku takan bisa membesarkan Nico dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun