Wahai rembulan yang pudar. Jenguklah kekasihku! Ia tidur sendirian hanya berteman hatinya rindu. Aku Anna Salvatore seorang gadis yang berasal dari Italia yang berumur 20 tahun. Kata orang-orang terdekatku aku sangat senang untuk menolong, sampai aku pun rela untuk melakukan segala sesuatu untuk orang yang kutolong karena menurutku itu adalah wujud dari kasih.
Â
Pada tahun 1939, aku bertemu seorang prajurit yang gagah pemberani dan murah hati. Pada saat itu aku bekerja sebagai perawat di markas Jerman yang merupakan markas terbesar di Eropa pada saat Perang Dunia II, yang dimana markas tersebut menjadi tempat untuk prajurit-prajurit yang terluka akibat perang. Suatu pagi yang cerah saat aku keluar dari ruanganku untuk bersiap-siap bertugas, tibatiba ada seorang perawat yang berlari dari sebuah lorong dan menghampiriku dan berkata "Ada seorang prajurit yang terluka dan segera membutuhkan pengobatan, bantulah prajurit itu karena ada pasien lain yang harus ku urus!". Lalu akupun bertanya "Dimanakah prajurit itu di tempatkan?", "Prajurit itu berada di bangsal V deretan ke-dua di bagian ujung kanan" jawab perawat itu secara tergesa-gesa. Akupun segera berlari ke tempat yang telah diberitahukan rekanku itu dan menemukan prajurit tersebut lalu mengobatinya. Sambil mengobatinya aku bertanya "Siapakah namamu dan darimana kamu berasal?", jawabnya "Namaku Lorenzo St.John panggil saja Enzo. Aku berasal dari Spanyol dan di adopsi oleh keluarga St.John yang berasal dari Inggris, tetapi aku bersama keluargaku bermukim di Spanyol". Itulah kalimat yang mengawali percakapan kami, tanpa sadar kami sudah bercerita selama 1 jam lebih dan akhirnya aku kembali ke ruanganku dan Enzo kembali ke tempat dimana prajurit lainnya berada. Saat aku berjalan menuju ruanganku ada seorang prajurit yang datang mengahampiriku dan memberikan sepotong kertas yang berisikan pesan "Senang untuk bertemu denganmu dan tak sabar untuk menceritakan kepadamu tetang banyak hal", aku berdiri sambil tersenyum malu membaca sepotong kertas tersebut. Semenjak itu aku dan Enzo selalu melakukan segala sesuatu bersama-sama, seperti membantu prajurit-prajurit yang terluka, pergi ke ruang makan, duduk di bawah pohon sambil membaca buku.Â
Â
Enzo adalah seorang prajurit yang gagah berani, baik hati, tidak sombong, bertanggung jawab, penyayang, jujur, humoris namun kadang juga ia sangat menjengkelkan dengan sikapnya yang suka jahil menggangu orang lain. Menurutku dia adalah orang pertama dari sekian ribu orang yang berada di markas ini yang dapat membuatku tersenyum lebar dan tertawa semenjak awal perang dimulai.
Â
Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa Enzo dan aku sudah berteman selama 2 tahun. Pada suatu sore saat aku dan Enzo sedang duduk membaca buku di bawah pohon cemara besar yang ada di dekat markas kami, tiba-tiba Enzo melihatku dengan tatapan yang dalam, yang mengartikan banyak sekali hal yang tak bisa ku tebak dan berkata kepadaku "Maukah kamu menghabiskan sisa hidupmu denganku?" tanyanya dengan suara yang tegas, "Kita bisa memulai hidup yang baru di mana saja yang kamu mau, kita bisa menjelajahi Eropa bersama ataupun membangun keluarga baru di Spanyol! Semuanya itu terserah padamu, yang aku inginkan hanyalah satu, yaitu selalu bersama denganmu!" katanya dengan penuh keyakinan. Dalam pikiranku hanya ada satu alasan yang membuatku sangat takut, Enzo tak mengetahui tentang masa laluku yang begitu kelam. Aku terdiam selama beberapa menit dan akhirnya aku menceritakan masa laluku padanya dan dia mengira kalau aku sedang bercanda, akupun menunjukkan buku harianku yang berisi tentang segala sesuatu yang terjadi dalam hidupku. Enzo hanya diam dan tak mengeluarkan sepatah katapun, sampai akhirnya aku berkata "Ayo kita kembali ke markas untuk beristirahat dan mungkin kamu bisa membaca buku harianku dan berpikir lebih jernih", lalu kami berdua kembali ke markas dengan diam tanpa berbicara apa-apa tidak seperti biasanya. Keesokan harinya kami berdua bertemu kembali di samping gedung perawatan tempat dimana aku bekerja, dengan penuh keyakinan Enzo tersenyum dan kemudian berkata kepadaku "Aku akan menerimamu apa adanya, walaupun masa lalumu yang kelam, jahat bahkan tidak berperikemanusiaan, karena aku tahu bahwa itu bukanlah perbuatanmu melainkan iblis yang ingin menyakit orang lain yang merasukmu". Lalu, saat aku mendengar perkataannya itu tak sadar aku meneteskan air mata karena walaupun dia telah mengetahui masa laluku Enzo tetap ingin bersamaku dan aku tahu dan sadar bahwa dia adalah orang yang sangat aku cintai dan orang yang tepat untukku.Â
Â
Dan akhirnya pada akhir tahun 1941 Enzo dan aku resmi menjadi sepasang suami dan istri. Setelah itu kami dipindahkan ke salah satu markas besar yang berada di Spanyol, saat mendengar hal itu Enzo dan aku sangat senang karena itu berarti kami bisa bersama-sama kembali ke tempat yang kami cintai, karena leluhurku berketurunan Italia yang tinggal di Spanyol dari 700 tahun yang lalu, dan sudah sangat jelas bahwa aku orang asli Italia yang lahir dan besar di Spanyol, sedangkan Enzo yang berdarah Spanyol namun dibesarkan di Inggris, sehingga dengan ditugaskan di Spanyol merupakan kegembiraan bagi kami berdua. Kami sangat tak sabar untuk bertemu dengan keluarga kami, dengan demikian kami dapat memberitahukan tentang segala sesuatu yang sudah terjadi beberapa tahun belakangan ini. Dengan segera Enzo dan aku menyiapkan barang-barang yang akan kami bawa dan langsung menuju ke lapangan terbang untuk kemudian naik pesawat yang akan menerbangkan kami ke sana. Sesampainya di sana kami langsung menuju ke markas dan oleh petugas di situ kami diantar ke ruangan kami masing-masing. Setelah membereskan barang-barang di ruangan yang sudah disiapkan dan kami langsung bersiap-siap untuk bekerja.Â
Â
Di tengah kesibukan kerja, kami berusaha mengatur waktu agar kami dapat pergi untuk mengunjungi keluarga kami dan saling memperkenalkan diri kami kepada keluarga kami masing-masing. Keluarga kami sangat terkejut karena kedatangan kami tanpa pemberitahuan kepada mereka, mengingat perintah mendadak yang diberikan untuk pindah ke Spanyol sehingga kami tidak sempat mengirimkan kabar kepada keluarga kami masing-masing akan kepindahan kami ke Spanyol saat itu. Ada hal lain yang kami ketahui dengan mengunjungi kerluarga kami, kami dapat melihat keadaan sebagian dari mereka yang sangat memprihatinkan sehingga beberapa kali kami memberikan obat-obatan kepada keluargaku dan keluarganya Enzo, karena mengingat situasi dan kondisi yang belum stabil pada saat itu di Spanyol sehingga adalah perlu untuk menyimpan stok obat-obatan yang sekiranya dibutuhkan tanpa harus keluar rumah untuk mendapatkan obat-obatan yang diperlukan.
Â
Pada suatu siang, saat aku sedang bekerja tiba-tiba terlintas dalam pikiranku bahwa Spanyol adalah tempat yang pas untuk membangun keluarga seusai perang nanti. Dan malam itu ketika kami telah selesai melakukan pekerjaan kami, aku dan Enzo duduk di atas atap ruangan kami, malam itu sangat indah kami menikmati langit yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Sambil bercerita tentang saat pertama kami bertemu dan pekerjaan kami selama 2 bulan terakhir, kami berjanji untuk selalu menjaga dan membahagiakan satu sama lain sampai nafas terakhir hidup kami. Tak lama kemudian ada seorang perawat yang memanggil dan menyuruh aku agar segera ke pos utama untuk menerima telepon. Setelah selesai menerima telepon, aku bergegas naik ke atas dan berkata kepada Enzo "Kepala Markas Jerman menelepon karena ada keadaaan darurat dan membutuhkan bantuan kita untuk membantu prajurit-prajurit yang terluka parah akibat perang yang begitu hebat semalam!", tanpa berpikir panjang kami berdua langsung turun dan menyiapkan barang-barang kami dan pergi ke pos utama. Ketika tiba disana, kami diperintahkan untuk ke lapangan terbang bersama dengan petugas-petugas lain yang akan diberangkatkan ke Markas Besar di Jerman. Dalam pernerbangan menuju Markas Besar aku berkata kepada Enzo "Saat peperangan ini sudah selesai, kita akan kembali ke Spanyol dan membangun keluarga kita disana", sambil berpegangan tangan kami bertatapan satu sama lain, "Aku berjanji kita akan kembali bersama ke Spanyol untuk membangun keluarga baru kita" jawab Enzo sambil tersenyum dan mengeratkan genggamannya.
Â
Saat pesawat mendarat di markas besar Jerman, kami bergegas menuju ruangan kami masing-masing untuk menyiapkan diri dan peralatan-peralatan yang akan gunakan untuk bekerja. Setelah kami bersiapsiap, Kepala Markas memerintahkan agar kami segera berkumpul di depan ruang perawatan untuk pembagian tugas dan kelompok. Kemudian, setelah itu aku bersama anggota kelompok lainnya berlari ke bangsal-bangsal dan saat aku berlari aku melihat ke arah Enzo yang sedang tersenyum haru melihat keadaan yang sedang terjadi di tempat ini. Senyuman Enzolah yang memberiku semangat dan tekad yang kuat untuk melakukan tugasku. Keadaan darurat ini berlangsung selama 2 bulan dan berakhir pada akhir tahun 1942.
Â
Menolong orang adalah hal yang sangat ingin kulakukan sejak aku masih kecil, dimana pada saat itu aku melihat banyak sekali orang yang terluka dan berteriak meminta tolong. Aku masih seorang anak kecil yang ingin sekali membantu dan tak tahu apa yang bisa kuperbuat. Itu adalah alasan aku untuk menjadi seorang perawat dan akhirnya dengan menjadi perawatlah Tuhan menakdirkan pertemukanku dengan Enzo.
Â
Pada awal tahun 1943, prajurit-prajurit yang sudah siapkan untuk kembali berperang dikirimkan ke Uni Soviet untuk mempersiapkan serangan besar di Rusia Tengah. Dan saat dibacakan daftar nama prajurit yang akan dikirimkan, Enzo juga termasuk dalam daftar tersebut. Saat mendengar hal itu aku terjatuh dan hampir saja tidak sadarkan diri karena selama beberapa tahun ke belakang aku tak pernah terpisah jauh dari Enzo, aku langsung dibawa ke ruanganku untuk beristirahat. Melihat aku terbaring seperti itu Enzo tak tega melihatku dalam keadaanku itu, dia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya denganku sebelum pergi berperang. Saat aku sudah sadarkan diri yang aku lihat hanyalah Enzo, dengan senyumannya yang manis dan berkata kepadaku "Semuanya akan baik-baik saja aku janji. Ingatlah satu hal, bahwa aku tidak akan pernah mengingkari janjiku. Kamu juga harus berjanji untuk tidak bersusah hati saat aku pergi dan kamu harus kuat karena kamu harus menolong orang banyak karena itulah hal terpenting dalam hidupmu". Aku hanya bisa mengangguk dan meneteskan air mata karena keadaanku masih sangat lemah, yang aku inginkan hanya satu, agar Enzo bisa kembali kepadaku dengan selamat tanpa berkurang sehelai rambutpun. Keesokan harinya di pagi yang cerah, Enzo membawaku ke Pohon Cemara tempat dimana biasanya kami menghabiskan waktu bersama untuk duduk dan membacakan buku yang sangat banyak kepadaku dan berkata "Hari ini bukanlah hari terakhir kita duduk dibawah pohon yang sangat bersejarah dalam hidup kita ini, jangan khawatir karena suatu hari nanti entah kapan waktu itu akan datang kita akan duduk di bawah pohon ini bersama lagi".Â
"Lorenzo St.John maukah kamu berdansa denganku di bawah pohon yang sangat indah ini?" tanyaku sambil berdiri dan tersenyum melihatnya dan kemudian kami berdansa sambil menggumamkan sebuah lagu. Setelah berdansa kami memutuskan untuk kembali bekerja karena ada beberapa prajurit yang terluka akibat persiapan perang. Malam itu adalah malam yang sangat indah, Enzo dan aku berjalan mengelilingi markas dan melihat bulan purnama yang begitu indah, angin malam yang begitu sejuk, dan akhirnya kami duduk di sebuah batu yang besar dan bercerita tentang masa kecil kami. Saat aku masih kecil aku adalah seorang anak perempuan yang sangat rajin, pintar, dan sering menolong orang tua tetapi saat aku berumur 5 tahun aku hampir saja mati karena keracunan makanan karena aku senang sekali untuk mencoba hal baru. Kalau Enzo, saat masih kecil dia adalah anak yang sangat bertanggung jawab, murah hati dan senang sekali mengganggu orang lain bahkan dia pernah mendorong Ayahnya ke sungai saat mereka sedang berpiknik di pinggiran sungai. Kami berdua begitu menikmati keindahan pada malam itu sampai tertidur pulas di atas batu itu. Tidak terasa pagi telah tiba, kamipun bangun dan berlari kembali ke markas karena Enzo harus menyiapkan barang-barang yang akan di bawanya dan berkumpul di pos utama untuk mendengarkan arahan dari Kepala Markas. Sekarang adalah waktunya untuk berpisah, aku hanya bisa memeluknya dan berkata "Semoga Tuhan menyertaimu selalu, aku mencintaimu dan lekaslah kembali". "Semoga Tuhan menyertaimu juga dan kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Aku berjanji untuk menepati janjiku untuk kembali kepadamu" jawabnya sambil mencium keningku, aku mengantarnya sampai ke sisi landasan pesawat sampai saat dia menaiki tangga dan masuk ke dalam pesawat. Seusai pesawat yang membawanya berangkat, aku kembali ke ruanganku dan melanjutkan pekerjaanku. Sore itu ada suara tembakan yang terdengar sangat jelas dari markas kami, saat itu aku sedang mengobati prajurit yang baru saja kembali dari Uni Soviet. Semua orang terdiam dan para prajurit dengan cepat mengambil senjata mereka dan berbaris mengelilingi markas, ternyata itu hanyalah tembakan salah sasaran dan membuat semua orang panik. Hari berlalu begitu cepat, tak ku sangka Enzo sudah pergi selama 3 minggu dan belum ada kabar dari Kepala Markas tentang keberadaan mereka. Aku hanya bisa berdoa dan meminta pertolongan Tuhan untuk menyertai Enzo dan para prajurit lainnya.Â
Â
Suatu pagi, ada rombongan prajurit yang datang dari arah Timur dan terluka parah. Aku segera mengobati para prajurit itu dan aku bertanya kepada salah satu prajurit "Bagaimana keadaan disana? Apakah sangat berbahaya?","Keadaan disana sangat mengerikan, selama aku menjadi seorang prajurit aku tak pernah mengalami keadaan seburuk itu. Menurutku prajurit Jerman akan kalah karena pertahanan Uni Soviet sangat baik" jawabnya. Aku tak percaya dengan perkataan prajurit itu karena yang kutahu Jerman mempunyai pertahanan yang baik. Saat sudah menyelesaikan pekerjaanku, aku langsung berjalan menuju tempat makan dan setelah itu aku kembali ke ruanganku dan berbaring sambil membaca buku.Â
Â
Keesokan harinya para perawat dikirim ke markas yang tak terlalu jauh dari Uni Soviet, namaku tak ada di dalam daftar itu, tapi aku ingin menjadi relawan dan pergi kesana. Sebagian dari para perawat diarahkan untuk berkumpul di lapangan terbang dan berangkat, setelah kami masuk di dalam pesawat ada seorang perawat yang duduk disebelahku dan berbincang bersamaku "Saat Kepala Markas berbicara dengan Kepala Perawat aku mendengar pembicaraan mereka, bahwa sebagian dari para prajurit Jerman saat berperang melawan Uni Soviet terluka parah dan beberapa di antara mereka meninggal" katanya. "Tidak, itu tidak mungkin. Pertahanan prajurit Jerman sangatlah bagus dan para prajurit-prajurit itu memiliki kondisi yang sangat baik saat mereka pergi. Hal itu sangatlah tidak masuk akal." jawabku, tak sadar air mataku jatuh karena memikirkan Enzoku. Aku hanya bisa berdoa untuk Enzo dan aku harap bahwa dia akan kembali dengan keadaan selamat pada saat peperangan ini berakhir. Saat tiba kami diarahkan untuk mengobati prajurit-prajurit dan mendata nama mereka, aku sudah mencari Enzo sampai perbatasan tapi tak menemukannya. Aku tak pernah beristirahat karena sibuk bekerja dan mencari Enzo. Ribuan prajurit terluka parah dan ratusan prajurit yang meninggal, aku sudah pergi mencari Enzo sampai ke tempat jenazah tapi juga tak menemukannya. Aku tidak akan pernah menyerah mencarinya, aku terus mencari dan mencari tapi aku tidak menemukannya. Beberapa hari kemudian aku diberitahukan bahwa Enzo sudah dinyatakan meninggal dan mereka tak bisa menemukan mayatnya. Saat mendengar hal itu aku sangat hancur dan tidak percaya, aku pergi menemui Kepala Markas dan mengatakan bahwa aku tidak percaya bahwa Enzo sudah mati kalau tidak ada jazadnya. Aku tak bisa berkata-kata lagi, pikiranku mengatakan bahwa Enzo sudah meninggal tapi hatiku jelas mengatakan bahwa Enzo masih hidup dan dia ingin supaya aku menemukannya.
Â
Tapi Kepala Markas jelas mengatakan bahwa prajurit-prajurit yang hilang dan tak di temukan dinyatakan sudah meninggal dan tidak akan dicari lagi.
Â
Aku hanya bisa berdoa karena itu adalah keputusan dari Kepala Markas. Saat kembai ke Jerman aku meminta agar aku bisa dipindahkan ke Spanyol dan permintaanku di terima. Setelah sampai di Spanyol aku mengatur barang-barangku di dalam ruangan baruku dan setelah itu aku meminta ijin untuk pergi mengunjungi keluargaku dan keluarga Enzo. Aku tak sanggup melihat kesedihan dari keluarga Enzo, seluruh keluarganya sangat hancur mendengar kabar ini. Aku mengembalikan barang-barang milik Enzo ke keluarganya dan aku kembali ke markas. Hari-hariku begitu sepi tanpa adanya Enzo yang selalu menemaniku dan selalu membuatku tertawa dengan candaannya, menemaniku mengobati prajurit, pergi bersama ke ruang makan dan membaca buku kesukaan kami di bawah pohon.Â
Â
Satu bulan terlewati dan masih belum ada kabar dari Markas Uni Soviet tentang jenazah Enzo, hal ini membuatku susah hati dan tak bisa makan dengan baik. Suatu sore saat aku sedang membersihkan ruangan, aku merasa mual dan muntah, aku hanya berpikir bahwa aku muntah karena gangguan perut dan setelah itu aku pergi ke salah satu bangsal dan meminta perawat agar bisa mengecek keadaanku dan mengobatiku. Tak kusangka, selesai mengecek keadaan ku perawat itu berkata bahwa aku sedang hamil. Aku sangat kaget mendengar hal itu dan aku sangat bahagia karena inilah saat yang Enzo dan aku tunggu, aku segera berlari dan pergi ke rumah keluargaku dan memberitahukan kabar gembira ini kepada mereka dan mereka turut bahagia denganku. Setelah itu aku pergi ke rumah keluarga Enzo dan memberitahukan mereka dan mereka sangat bahagia mendengar hal ini.Â
Â
Hari terus berlalu dan tak terasa aku kehamilanku telah berumur 6 bulan, begitu banyak rintangan yang telah kulewati tapi aku sudah bertahan sampai sejauh ini. Malam itu aku baru selesai bekerja, berjalan menuju ruanganku dan membaca buku. Aku menemukan satu kutipan yang sangat menyentuh perasaanku "Wahai rembulan yang pudar. Jenguklah kekasihku! Ia tidur sendirian hanya berteman hatinya rindu". Rinduku padanya sudah semakin bertambah seiring dengan waktu melahirkan, aku sudah mengambil cuti untuk persiapan melahirkan. Setelah mendapat ijin, aku mengambil barang-barang yang diperlukan dan menunggu bus di halte karena aku sudah tidak kuat untuk berjalan kaki, bayi di dalam perutku makin sering menendang perutku dan aku makin tak sabar untuk bertemu dengan buah hati kami. Saat aku melahirkan seluruh keluarga besarku maupun keluarga besar Enzo datang dan membantu segala keperluan selama proses kelahiran anak kami. Melahirkan bukan hal yang gampang, melahirkan itu rasanya seperti ratusan tulang yang patah dan juga saat melahirkan itu seorang Ibu sedang mempertaruhkan nyawanya. Anak laki-laki yang kulahirkan ini sangat mempesona, mirip sekali dengan Ayahnya, aku menamakannya Nicholas Enzana St.John. Hari itu adalah hari yang paling membahagiakan setelah kehilangan Enzo. Aku berharap bahwa Enzo ada disini dan melihat anak laki-lakinya bertumbuh. Aku tinggal bersama orang tuaku dan mereka membantu menjaga Nico saat aku pergi bekerja dan setiap akhir minggu aku pergi ke rumah keluarga Enzo dan menginap disana. Waktu berjalan begitupun juga Nico, dia sudah hampir genap berusia 1 tahun dan mengambil langkah pertamanya saat kami berdua sedang bermain di bawah pohon yang berada di dekat markas saat aku membawanya bersamaku. Aku menangis terharu karena melihat senyuman Nico mengingatkanku akan Enzo. Aku selalu menunjukan foto Enzo kepada Nico dan memberitahukan Nico bahwa ini adalah
Ayahnya, dan saat melihat foto itu Nico tersenyum lebar. Percayalah kepadaku bahwa menjadi seorang Ibu yang membesarkan anaknya sendiri sangatlah sulit walaupun ada orang tua yang membantu, melihat Ibu-ibu yang lain membesarkan anaknya bersama dengan suami mereka akan membuat sangatlah iri akan apa yang mereka miliki. Tetapi aku sangat berterima kasih kepada keluargaku dan keluarga Enzo yang membantuku dengan tulus dan ikhlas membesarkan Nico karena kalau tidak ada mereka aku sendiri berpikir aku takan bisa membesarkan Nico dengan baik.
Â
Beberapa tahun kemudian saat kami sedang merayakan ulang tahun Nico yang ke 3 ada seorang prajurit datang dan memberikan kotak yang berisi seragam Enzo, dan melihat itu aku langsung menyimpulkan bahwa jenazah Enzo sudah di temukan. Setelah melihat isi kotak itu aku bertanya kepada prajurit itu "Darimanakah kamu mendapat seragam ini?" , "Aku hanya diperintahkan untuk memberikan ini kepadamu dan menjemputmu serta anakmu untuk menemui Kepala Markas Jerman". Saat dalam perjalanan aku sangat senang karena sudah 3 tahun lebih aku menunggu kabar dari Kepalas Markas. Sesampainnya aku disana, aku melihat dari kejauhan seorang tentara dengan seragam lengkap yang berjalan menuju arahku dan ternyata itu adalah Enzo. Aku segera berlari menujunya dan memeluknya, aku memperkenalkan Enzo kepada Nico memberitahukan kepeda Enzo bahwa ini adalah Ayahnya. Aku masih tak percaya, tak bisa berkata-kata lagi dan hanya bisa memeluknya dan berterima kasih kepada Tuhan atas penyertaannya. Setelah itu kami pergi ke ruangan Kepala Markas dan mengucapkan banyak terima kasih, kami segera diantar pulang ke Spanyol. Saat sampai kami bergegas menuju rumah keluarga Enzo, mereka juga tak percaya bahwa ini adalah Enzo dan memeluknya dengan erat. Kemudian kami juga pergi ke rumah keluarga ku merayakan pulangnya Enzo, dia bercerita tentang apa yang terjadi, kenapa sampai bisa terjadi. Ternyata para prajurit Uni Soviet menangkap beberapa prajurit Jerman menyiksa mereka, dan melepaskan mereka setelah perang berakhir.Â
Â
Dan saat dimana Enzo pulang itulah adalah saat yang paling membahagiakan bagi kami sekeluarga. Tuhan masih berpihak kepada kami, sehingga kami dapat berkumpul dan hidup bahagia seperti yang
selalu kami dambakan. Kami membangun keluarga kami di Spanyol seperti apa yang sudah direncanakan dan sudah dijanjikan. Percayalah bahwa tidak salah kalau memiliki harapan dan keyakinan, karena harapan dan keyakinan itulah yang memberikan aku kekuatan untuk bertahan hidup.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H