"ih boni, anjingku yang manis. Kamu kemana aja dari tadi aku nyariin loh.."
"kakek-kakek kalau kamar mandi ada dimana yaa?" tanya Dimas sambal menhan kencing.
"Kamu nanti belok ke kiri aja ada di ujung." Jawab kakek
Dimas berjalan ke arah yang ditunjuk oleh Kakeh tadi, dia menoleh ke kiri dan kanan menatap sekeliling. Matanya tertuju kea rah kamar mandi. Beberapa menit kemudian Dimas berhenti keluar dari kamar mandi dan tertuju pada sebuah lukisan besar seukuran cermin seluruh badan.Â
Lukisan seseorang perempuan cantic dengan kebya putih melekat sempurna di tubuhnya. Wajah tanpa make-upm tatapan yang tajam memberi kesan berbeda. Cukup lama terpanah dengan lukisan tersebut. Dia berpikir kira-kira siapa yang ada di lukisan itu?
Entah mengapa matanya menatap ke arah Dimas terus yaa, atau itu hanya perasaannya saja? Pada akhirnya Dimas mengangkat bahunya kemudian berjalan mengabaikan perasaan ganjilnya yang menyelimuti hari dan pikirannya.
Bulan sudah mulai keluar. Langin yang tadinya biru telah berganti hitam. Bintang-bintand bertaburan ranpa malu menerangi gelapnya langit. Suasana terasaa dingin bagi Dimas, kini dia sedang bersiap untuk tidur. Piyama sudah melekat di tubuhnya, tangannya sudah bergerak ke arah kasur dan hendak mematikan lampu kamar kemudan menyalakan lampu tidur. Menarik selimut lalu menutup matanya.
Waktu demi waktu berlalu, detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam tak berhenti, tepat pukul 12.00 Dimas terganggu dari tidurnya. Dia mengingat kamar mandi yang yang dekat ruang makan.
Matanya sayup-sayup memperhatikan sekeliling yang sepi. Saat hendak memasuki daerah ruang makan kakinga berhenti berjalan. Dia sembunyi di belakang tembok pembatas dekat pintu masuk. Kepalanya menengok ingin melihat seseorang yang sedang berdiri di depan lukisan? Bukan, itu bukan lukisan melainkan sebuah cermin. Bagai mana bisa? Dimas tau tadi disana hanya ada sebuah lukisan bukan cermin.
Atau yang dia lihat tadi sore memang bukan sebuah lukisan melainkan cermin? Hawa dinginya malam mengenai tubuhnya. Suara petir membuat keadaan semakin mengerikan. Dimas tidak dapat melihat dengan jelas di sana karena cahaya yang remang-remang. Lagi, suara petir terdengar keras bersamaan dengan kilat menyambar membuat cahaya masuk melalui cela-cela jendela.
Dia melihat seorang anak yang seperti adiknya sedang bermain suit.