Mohon tunggu...
Joshua
Joshua Mohon Tunggu... Konsultan - Akun arsip

Akun ini diarsipkan. Baca tulisan terbaru Joshua di https://www.kompasiana.com/klikjoshua

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kisruh BTS Meal, Titik Temu Fanatisme Buta dan Ketidaksiapan Berpromosi

9 Juni 2021   18:27 Diperbarui: 9 Juni 2021   20:27 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Linimasa media sosial saya pada hari ini diramaikan dengan berbagai footage yang mencengangkan, terkait dengan restoran yang sering saya kunjungi selama 24 tahun hidup saya hingga tulisan ini dibuat: McDonalds.

Topik ini awalnya dibuka antara saya dengan teman kuliah saya, yang awalnya curhat kebingungan ingin pesan makanan apa di rumahnya. Ia kemudian menyinggung saya soal menu baru yang saya belum tahu, yaitu BTS Meal.

Teman kuliah saya ini sungguh paham jika saya betul-betul hafal apapun tentang McD. Wajar, bukan karena saya pernah menjadi karyawannya, ataupun menjadi penggemarnya. Dalam pikir, tutur dan tindak, saya makan McD ya hanya karena suka saja, atau jika kebetulan lapar dan tak punya ide mau makan apa. Tidak banyak pertimbangan, kecuali isi kantong yang tipis atau saldo kartu minim saja.

Saya lantas menanggapi itu dingin dengan sedikit-banyak apriori.

Kemudian banjirlah linimasa media sosial dengan rekaman ojek online yang marah-marah karena sudah 2 atau 3 jam lamanya mereka menunggu untuk menu itu. Tindakan tersebut brutal dan vandal, sampai nampak ada meja dan kursi restoran yang berserakan, disertai dengan teriakan, sesekali cacian juga. Keadaan itu mengganggu pembeli lain yang hendak makan di tempat hingga terpaksa putar badan, beranjak dari gerai McD itu.

Kejadian ini memantik insting analisis saya, untuk menemukan jawaban tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Sebelumnya, terlebih dulu saya harus sampikan disclaimer. Tulisan ini dibuat bukan karena saya hendak mempersoalkan tentang BTS yang adalah grup boyband asal Korea Selatan, yang saat ini menguasai panggung musik dunia dengan single Dynamite-nya. Saya memang bukan penikmat musik Korea karena beda selera, toh saya juga tidak bisa bilang tidak menyukai apa yang tak saya pahami sepenuhnya. Soal K-pop, jangan tanya saya, saya ini payah, percayalah. Dan juga bukan berarti saya benci atau tak suka pada BTS ya. Mereka juga suka Indonesia, sama seperti sebagian dari kita menyukai mereka.

Masalah ini dimulai dari persiapan promosi yang buruk dari McDonalds beserta para mitranya, termasuk platform ojek daring yang memberikan bridging promotion terhadap produk BTS Meal ini.

Kalau kita mau lihat lebih jeli, sebenarnya BTS Meal ini adalah perkara label atau merek. Yang McDonalds jual adalah produk tertentu yang sebelumnya sudah ada di restorannya, lalu kemudian di-branding bersama bintang iklan atau duta mereknya.

Kita harus secara fair mengakui saja bahwa BTS Meal tak lain adalah menu yang terdiri dari 9 potong naget ayam khas McDonalds, kentang goreng, dan minuman yang bisa dipilih. Menu ini sudah muncul di "PaHe" atau paket hemat (economic value meal) dengan label Chicken McNuggets Combo.

Sialnya, perbedaan hanya terdapat pada 2 saus tambahan, juga kemasannya. Perlu diketahui bahwa biasanya McDonalds memberikan salah satu dari 2 pilihan saus saat memesan Chicken McNuggets, yaitu asam manis atau barbecue. Tapi yang kita akan dapat jika membeli BTS Meal bukanlah saus asam manis, barbecue, atau keduanya, melainkan saus khusus "edisi BTS" dengan rasa lain yang saya duga salah satu sausnya pasti ada rasa sedikit pedas jika dilihat dari kemasannya, meski saya belum pernah mencobanya. Apa sih wujud sausnya? Silakan browsing saja.

Nah, soal kemasannya, memang kemasan untuk BTS Meal adalah berupa kemasan dengan desain BTS yang khas dengan warna pastel dan font sans serif yang tipis dan tinggi. Elemen desain khas BTS ini sudah terlebih dulu saya lihat pada buku tabungan dan kartu ATM/debit KB Kookmin Bank di Korea Selatan. Hanya saja, tak seperti di kartu debit BTS, kemasan BTS Meal McDonalds tidak menampilkan foto personelnya. Jangankan McDonalds, Bank Bukopin (sekarang Bank KB Bukopin) saja juga punya duta iklan BTS, meski sekarang buku dan kartu tabungan KB Bukopin masih belum sama persis dengan saudaranya di Korea, KB Kookmin Bank. Udah pakai tipogram BTS, ada foto personelnya pula.

Kemasan berdesain BTS inilah yang menurut saya sebagai pemicu masalah. Kemasan karton khusus makanan ini kemudian dijadikan barang koleksi, dan kemudian dijual di situs belanja daring dengan harga yang sama persis dengan harga menu BTS Meal ini. Konyolnya, banyak yang kemudian menjual kemasan ini, termasuk teman lain saya yang sekampus, sejurusan dan seangkatan.

Kalau saja kertasnya bisa dimakan, seperti edible cutlery atau edible food wrapper, saya ingin membeli kemasan BTS Meal dan memakannya, karena bisa membantu mengurangi sampah bungkus makanan. Sayangnya tidak demikian. Bungkusnya tetap bungkus biasa yang harus dibuang, atau dimusnahkan jika perlu, karena memang kemasan BTS Meal tak beda dengan kemasan produk McDonalds pada umumnya, karena dirancang tak tahan lama dan untuk sekali pakai saja.

Jika kita mau menggunakan akal sehat, kemasan tersebut tidak layak dijadikan benda koleksi karena sifatnya yang rapuh, dibuat dari material yang tak tahan lama, digunakan hanya untuk makanan, dan... Secara akal sehat, itu memang bukan dan tak layak jadi benda koleksi! 

Bayangkan saja jika ada permen BTS misalnya, jika Anda membeli dan memakannya, apakah Anda akan tetap menyimpan bungkusnya? Atau katakanlah Anda membeli nasi bungkus di warung tegal, dan kebetulan nasi bungkusnya punya desain BTS. Apakah Anda akan tetap menyimpan bungkus nasi bergambar BTS dengan semua paparan minyak? Tentu tidak, bukan?

Bukan hanya budaya, pandemi ternyata tak serta-merta mengubah perilaku seseorang dalam mencegah penyebanaran Covid-19 beserta mutannya yang beredar ribuan jenis di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. 

Menyimpan kemasan BTS Meal yang dibeli dari orang tak dikenal, bisa saja terkontaminasi droplet yang mengandung jejak virus Covid-19. Sekalipun dibersihkan dengan cairan disinfektan, kebanyakan jenis cairan disinfektan itu, yang konsentrasi alkoholnya tinggi, akan dapat menghancurkan kemasannya karena sifat materialnya yang begitu rapuh. 

Sekali usap dengan alcohol swab atau aseton misalnya, pasti akan ada lapisan laminasi yang terkelupas, dan itu tidak aman untuk dijadikan wadah makanan guna ulang layaknya piring plastik melamin di rumah.

Belum lagi soal driver ojol yang marah-marah dan menimbulkan kerumunan baru di dalam suatu restoran McDonalds, berdasarkan video viral yang saya lihat di linimasa media sosial saya. Terdapat potensi penyebaran Covid-19, karena meskipun beratribut aplikasi ojol, ada oknum yang melepas maskernya atau menggunakan masker tak sesuai standar, berkerumun, hingga memberantaki meja dan kursi restoran. Ini sungguh diluar etika dan nalar.

Fanatisme buta pengundang bencana semacam ini kemudian menyatu dengan jeleknya strategi pemasaran, juga kebobrokan pelaksanaan teknis pemasaran di lapangan, baik McDonalds maupun mitranya yaitu platform ojek daring.

Soal jeleknya strategi pemasaran, bagi saya, menggandeng BTS dan melabeli produk dengan nama mereka bukanlah ide buruk. Hanya saja banyak yang harus disiapkan dalam memulai masa promosi atau kampanye ini. Personal BTS tentu saja punya menu favorit mereka di McDonalds, dan bisa jadi menu favorit individunya belum tentu produk yang sedang dijual itu.

Ini mengingatkan saya pada strategi pemasaran McDonalds di Amerika dimana mereka menggandeng artis untuk menjadi label makanan mereka demi memperluas pasar konsumen penggemar artis atau acara televisi tertentu, seperti Travis Scott Meal yang terdiri dari roti lapis quarter pounder dilengkapi kentang goreng serta minuman berukuran besar, yang dijual dengan harga USD 6 (sekitar Rp87 ribu dengan kurs Rp14.500/USD). Harga ini tentu sedikit lebih mahal dibanding paket Big Mac misalnya.

Kembali ke kasus promosi di Indonesia hari ini. Secara teknis promosi ini menjadi semakin buruk ketika ada platform ojek daring yang menggratiskan ongkos pembelian atau ongkos kirim. Inilah yang saya maksud diawal artikel sebagai bridging promo. Bridging promo yang disiapkan aplikasi ojol, demi menghubungkan pengguna aplikasi ojol dengan produk McDonalds itu, kesannya memang menarik bagi pemesan atau pembeli. Tapi tetap saja yang namanya platform ojek daring, yang bekerja di lapangan adalah individu-individu yang bermitra dengan platform, bukanlah karyawan perusahaan platform itu sendiri. Mereka bekerja secara lonewolf, sendiri-sendiri, berdasarkan pesanan dari penggunanya seperti kita ini.

Promosi gratis ongkir ini justru memicu rush orders yang tidak terkendali, dan tindakan kontijensi yang telah ditentukan menjadi tidak efektif. Pada jam tertentu ketika jam sarapan selesai dan jam menu biasa mulai disajikan (disaat memang menu BTS Meal sudah waktunya bisa dipesan), McDonalds tak sanggup mengelola dapurnya karena jumlah produk yang siap diserahkan ke pemesan (ready to use) tidak sebanding dengan jumlah pesanan yang membanjir. Ibaratnya, jika ada 100 pesanan, tapi hanya 5 saja yang sudah siap, dan menyiapkan sisa pesanannya sangat menyita waktu.

Padahal, harusnya ini bisa diantisipasi, mengingat McDonalds merupakan mitra besar yang sudah mendapatkan beberapa "keistimewaan" dari aplikasi ojol itu sendiri. Di Gojek misalnya, yang melabeli McDonalds sebagai "super partner", pesanan ke McDonalds tidak akan bisa dibatalkan oleh pemesan dan sistem Gojek tinggal mencarikan driver Gojek yang terdekat untuk mengantar pesanan.

Di sisi driver ojol, menunggu pesanan antara 2 hingga 3 jam itu sangat melelahkan, padahal produk serupa bisa saja siap kurang dari 5 menit. Dari memesan hingga mengambilnya pun cukup paling lama 10 menit saja. Selain itu, driver ojol juga berisiko dikomplain pelangannya yang memesan kepada platform aplikasi, jika produk yang dipesannya tidak sesuai harapan atau kualitasnya menurun saat sampai ke tangan pelanggan. Misalnya jika es pada gelas minumannya sudah cair & tidak tersisa sebongkah pun, atau jika naget & kentang gorengnya berembun, lemas dan hilang kerenyahannya karena lamanya antrian, rapatnya kemasan, dan waktu perjalanan.

Ketidaksiapan McDonalds ini muncul ketika tsunami pesanan belum dapat terantisipasi dengan baik. McDonalds rupanya belum bisa mengantisipasi rush orders yang tak terprediksi pada kasus kisruh antrian BTS Meal yang dipesan online.

Ini semua diluar dugaan kita, tapi bukan berarti McDonalds tak bisa mengelola rush orders yang masif semacam ini. Seingat saya, McDonalds Indonesia memang selalu punya saat-saat rush orders yang wajar, misalnya National Breakfast Day atau hari sarapan nasional, yang diadakan sekali dalam setahun untuk menggalakan kebiasaan sarapan pagi sebelum memulai hari. NBD McDonalds pada umumnya berupa pembagian Egg McMuffin (roti lapis dengan telur dan daging sapi olahan) secara gratis. Siapapun boleh menerima karena pada hari NBD itu selalu tersedia 1000 produk per gerai per hari pada jam sarapan, tapi dengan syarat harus disertai dengan pembelian teh atau kopi yang harganya tak terlalu mahal. Hebatnya, kampanye promosi NBD ini selalu tertib, dan produknya juga selalu habis dengan cepat. Saya pernah ikut promosi ini sekali seumur hidup, dan tak mau membeli lagi pada NBD tahun-tahun selanjutnya karena begitu panjangnya antrian. Mengapa McDonalds tidak belajar saja dari kesuksesannya mengelola promosi sebesar NBD yang selalu dirindu pelanggannya yang berkategori morning persons?

Kita semua tentu ingat, McDonalds Indonesia juga pernah punya rekor buruk soal kerumunan yang merupakan pelanggaran ketentuan protokol kesehatan Covid-19. Di tahun 2020 lalu, ketika gerai pertama McDonalds Indonesia di Sarinah, Jakarta Pusat harus ditutup permanen, ada semacam "acara perpisahan". Celakanya, banyak pengunjung berdatangan. Hal ini kemudian diakhiri dengan ditetapkannya McDonalds Sarinah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bahwa McDonalds Sarinah secara yustisi melanggar ketentuan protokol kesehatan dan diwajibkan membayar sejumlah denda tertentu. Bukankah kisruh antrian BTS Meal hari ini, yang mengundang amuk driver ojol yang mengantri 3 jam, juga merupakan pelanggaran protokol kesehatan yang mengulang peristiwa kerumunan pada penutupan permanen McDonalds Sarinah?

Semua kekisruhan ini mengingatkan saya kembali pada nasib driver ojol yang membelikan pesanan kita. Pada pesanan kitalah sebenarnya mereka ini bergantung, selama mereka bertugas sebagai driver ojol. Setiap hari, mereka juga harus "bersaing" untuk mendapatkan pesanan, karena "siapa cepat dia dapat" telah menjadi hukum rimba dalam bisnis ride hailing. Ketika pesanan disiapkan dan terjadi lonjakan antrian, mereka banyak yang menunggu di tempat yang minim fasilitas atau kurang terakomodasi, demi memberikan yang terbaik kepada pelanggan yang memesan. Kadang mereka harus menunggu di jalur drive thru (bagi yang sedia loket khusus online order di jalur drive thru), menyantap asap kendaraan yang sedang berbaris demi mengambil pesanan. Sungguh berat namun mulialah peran mereka ini. Salut dan hormat saya kepada mereka, pejuang ojol, sejawat satu aspal yang solid & setia pada pelanggannya.

Saya di sini tetap mengajak pembaca untuk tidak anti terhadap BTS, tidak stop memesan makanan secara online, dan tetap makan di McDonalds seperti biasa jika makan di McDonalds selalu berkesan baik bagi Anda dan keluarga, seperti saya yang 24 tahun sudah bersama McDonalds. Saya hanya ingin kita semua kembali menggunakan akal sehat, dan segera menghentikan lancarnya simbiosis mutualisme antara fanatisme buta dengan promosi restoran yang dijalankan tanpa perhitungan risiko dan kehati-hatian dimasa pandemi.

McDonaldsku yang ceria, segeralah berbenah. Cita rasa klasik yang asyik pada setiap roti lapismu, atau ayam goreng tepung renyahmu, atau karena kentang dan nagetmu yang khas, atau karena lembutnya scrambled egg-mu, atau karena atmosfer suasana geraimu yang selalu seru, mana lagi selain di McD?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun